Bab 4 Only You
Bab 4 Only You
“Karena bahagiamu adalah sebagian besar dari bahagiaku.”
Dentingan sendok dan garpu terdengar memenuhi ruang makan. Malam ini seperti rutinitas setiap harinya, Shena dan kedua orangtuanya tengah menyantap makan malam bersama-sama. Jika biasanya Shena selalu semangat saat melakukan makan malam bersama keluarga, namun untuk malam ini Shena terlihat murung dan tidak bersemangat.
“Shena,” panggil Mina - ibu kandung Shena yang melihat putrinya sejak tadi hanya diam. Belum ada satu suap nasi pun yang masuk ke dalam mulut Shena.
“Shena.” panggil Mina lagi, namun belum juga direspon oleh Shena. Gadis tersebut tampak melamun dengan tatapan kosong.
“Shena Adiningrum!”
“Eh. Iya Bun, kenapa?” tanya Shena terlihat kaget karena dipanggil oleh Mina dengan suara yang sangat lantang.
“Bunda kenapa teriak-teriak?” tanya Ardi - ayah kandung Shena yang menatap heran ke arah istrinya.
“Dari tadi Bunda panggil Shena tapi tidak juga dijawab. Makanan kamu itu keburu dingin sebelum kamu sentuh sama sekali, Shena” kata Mina menjawab pertanyaan Ardi sekaligus memberitahu Shena untuk segera menyantap makanannya.
Shena terlihat mengangguk pelan. Ia mulai mengaduk-aduk makanannya namun tidak kunjung ia masukkan ke dalam mulutnya. Hal tersebut membuat Mina yang melihatnya pun merasa heran.
“Lagi ada masalah?” tanya Mina dan kemudian dijawab gelengan kepala oleh Shena.
“Kalau ada apa-apa Shena bisa cerita ke Bunda. Siapa tahu Bunda bisa bantu Shena,” kata Mina terlihat membuat Shena mengangguk sembari mengulum senyum.
“Terima kasih, Bunda” kata Shena kemudian kembali memainkan nasi yang ada dalam piringnya.
Mina dan Ardi yang melihat hal tersebut pun semakin merasa aneh dengan sikap putrinya. Pasti sudah terjadi sesuatu yang membuat Shena menjadi murung seperti ini.
“Tadi, kamu pulang bareng Dean, kenapa Dean tidak mampir ke rumah?” tanya Mina.
“Biasanya Dean selalu mampir ke rumah setiap kali selesai mengantarkan kamu pulang,” kata Mina mengingat jika Dean selalu menyempatkan diri untuk menyapanya setiap kali selesai mengantar Shena.
“Lagi banyak tugas sekolah, Bun” kata Shena bohong. Tentu bukan karena tugas yang membuat Dean tidak mampir ke rumahnya.
Sore tadi Dean tiba-tiba datang ke sekolah saat seorang pria mesum sedang mencoba mendekati Shena. Setelah Dean memberikan satu pukulan pada pria yang tengah mengganggu Shena, pria mesum tersebut ikut memberikan pukulan pada wajah Dean. Akhirnya, terjadilah perkelahian antara Dean dan pria mesum yang Shena sendiri tidak tahu namanya.
Wajah Dean tampak memar setelah berhasil membuat pria mesum tadi pergi. Karena alasan itulah Dean tidak keluar dari mobil saat selesai mengantarkan Shena ke rumah. Shena juga tidak mau jika kedua orang tuanya tahu kalau Dean terluka karena menolong Shena.
“Besok kamu ada latihan paskibra?” tanya Ardi pada Shena.
“Iya, Yah. Ayah bisa jemput Shena?” tanya Shena.
“Kenapa minta jemput Ayah? Biasanya juga kamu pulang pergi bersama Dean,” kata Ardi.
“Dean sibuk, Yah. Shena tidak bisa terus menerus minta jemput Dean,” kata Shena memberikan alasan yang logis pada ayahnya.
“Besok Ayah beri tahu kalau bisa jemput Shena. Nanti kalau Ayah tidak bisa, Shena bisa langsung pulang bareng Dean saja. Oke?” papar Ardi yang membuat Shena mau tidak mau mengangguk.
Jika saja Shena bisa mengendarai motor atau mobil, sudah pasti Shena akan lebih memilih untuk pergi ke sekolah naik kendaraan sendiri. Ingin sesekali Shena tidak bergantung pada Dean. Namun, sepertinya waktu tidak berpihak pada Shena. Karena sampai sekarang Shena masihlah menjadi Shena yang seperti dulu, selalu bergantung pada Dean.
***
Pukul 06.30 WIB
Pagi ini Shena kembali berangkat ke sekolah bersama Dean. Shena sengaja meminta Dean untuk tidak datang ke rumahnya karena Shena belum sempat menceritakan insiden kemarin pada kedua orang tuanya.
“Latihan paskibra selesai jam berapa?” tanya Dean membuat Shena yang baru saja melepas sabuk pengaman pun menoleh.
“Jam setengah empat,” jawab Shena.
“Nanti aku ada latihan basket sampai jam empat sore. Kalau kamu sudah selesai latihan bisa langsung ke lapangan basket atau kamu tunggu di kelas saja. Oke?” tutur Dean membuat Shena mengernyit.
“Nanti Shena pulang bareng--”
“Ayah kamu ada pekerjaan sampai sore, jadi tidak bisa jemput kamu ke sekolah. Tadi pagi Ayah sudah SMS aku terus minta tolong aku mengantar kamu pulang,” kata Dean menjelaskan pada Shena jika ayah gadis tersebut tidak dapat menjemputnya.
Shena yang mendengar penjelasan Dean terlihat menghela napas panjang. Gagal sudah rencana Shena untuk menjahui Dean. Baru juga Shena akan memulai misinya, namun dunia seakan tidak merestuinya.
“Shena?” panggil Dean membuat Shena kembali menoleh.
“Jangan biasakan melamun pagi-pagi,” kata Dean.
“Memangnya kenapa?” tanya Shena.
“Wajah cantik kamu bisa hilang kalau terlalu sering melamun,” jawab Dean terdengar sangat lembut di telinga Shena.
Terlebih Dean mengucapkannya dengan senyum lebar yang mengembang pada wajah tampannya. Siapa pun gadis yang melihat wajah tampan Dean tentu akan luluh dalam sekejap. Sama halnya dengan yang dirasakan oleh Shena.
“Hei! Kenapa melamun lagi?” tanya Dean yang sedikit mencodongkan wajahnya ke arah Shena. Sontak hal tersebut membuat wajah Shena memarah.
“Kamu sakit, Na?” tanya Dean sambil memegang wajah Shena dengan telapak tangannya.
Shena menggeleng cepat. Buru-buru Shena menjauhkan wajahnya dari hadapan Dean. Tidak mau terlalu lama berdekatan dengan Dean yang sudah pasti akan memicu debaran jantung Shena.
“Masih kepikiran soal yang kemarin?” tanya Dean membuat Shena kembali menggeleng.
“Shena tidak mau memikirkan hal-hal buruk,” kata Shena.
“Bagus-bagus. Lebih baik memikirkan pria tampan di sebelah kamu saja, Na” kata Dean sembari tersenyum jahil ke arah Shena.
“Tidak mau,” tolak Shena cepat.
“Kenapa tidak mau?”
“Tidak baik memikirkan pria yang sudah dimiliki oleh wanita lain,” jawab Shena membuat Dean mengangguk paham.
“Memangnya aku sudah dimiliki siapa, Na?” tanya Dean.
“Pacar kamu, Dean” jawab Shena yang justru membuat Dean terkekeh.
“She’s only a plaything. I never truly fall in love with her.” kata Dean santai.
Shena tampak berdecak pelan. “Waktu itu Shena tanya kalau Dean suka sama Grace atau tidak, Dean bilang kalau Dean hanya akan mengencani gadis yang Dean suka. Kenapa sekarang Dean bilang kalau tidak suka Grace?”
“Jangan terlalu sering mempermainkan hati perempuan, Dean. Nanti Dean bisa dapat karma yang lebih kejam daripada yang Dean lakukan,”
“Sungguh?” tanya Dean yang saat itu juga diangguki oleh Shena.
“Tapi, aku rasa wajah tampanku akan membantuku untuk bisa menemukan satu di antara banyaknya wanita yang nantinya akan mencampakanku,” kata Dean terdengar sangat percaya diri.
“Memangnya Dean akan tetap tampan sampai tua?” tanya Shena polos.
“Sure. Wajah tampan milikku ini akan awet sepanjang masa,” ujar Dean terlihat membuat Shena mengangguk.
Dean tampak meneliti wajah polos Shena yang terlihat menggemaskan. Bagi Dean, bisa melihat wajah polos Shena sudah memberikan warna yang baru untuk mengawali harinya.
Sesaat Dean terhanyut dalam lamunannya sambil terus menatap ke arah Shena. Hingga akhirnya Dean teringat akan sesuatu yang harus ia berikan pada Shena. Ia pun kemudian mengambil sebuah benda yang ia letakkan pada jok belakang.
“Untuk kamu,” kata Dean sambil menyerahkan setangkai mawar merah pada Shena.
Shena tampak menoleh ke arah Dean sebelum akhirnya tatapan Shena jatuh pada bunga mawar yang dibawa oleh Dean.
“Terima kasih,” kata Shena tampak tersenyum manis saat menerima bunga mawar dari Dean.
“Shena simpan di mobil Dean dulu boleh?” tanya Shena.
“Boleh, Na” jawab Dean lembut.
Sebuah senyum manis kembali terlihat pada wajah cantik milik Shena. Dean yang melihat Shena tersenyum pun tanpa sadar ikut menyunggingkan senyum di wajahnya. Satu senyuman tulus yang hanya Dean berikan pada satu saja. Only her, and no one else.
***