Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Hindari Barent

Bab 12 Hindari Barent

“Jangan pernah berbicara dengan Barents.”

Satu kata yang tiba-tiba keluar dari mulut Dean saat ia dan Shena sudah berada di dalam mobil. Kini mereka berdua sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Shena.

“Maksudnya Dean apa?” tanya Shena bingung.

“Jangan ijinkan Barents mendekati kamu, Shen” jawab Dean dengan tatapan fokus ke depan. Karena sedang mengemudikan mobil, Dean tentu akan mengutamakan keselamatan dengan cara fokus pada jalanan di hadapannya.

“Tadi Dean bicara apa sama Barents?” tanya Shena. Jujur, Shena tentu penasaran denga napa yang dibicarakan Dean dan Barents saat di lapangan.

“Apa kalian berdua bertengkar?” tanya Shena pada Dean yang belum juga menjawab pertanyaannya.

“Sepertinya Dean dan Barents tidak bertengkar,” kata Shena membuat Dean menoleh sekilas ke arah gadis tersebut

“Maksud kamu?” tanya Dean.

“Biasanya kalau siswa laki-laki pada bertengkar pasti bakal ada yang terluka. Tapi kalau Shena lihat sekarang, Dean tidak terluka sama sekali. Dan sepertinya juga Barents tidak terluka,” jawab Shena.

“Kamu tahu hal seperti itu darimana?”

“Dari novel yang Shen baca,” jawab Shena jujur.

Dean yang mendengar hal tersebut pun tampak terkekeh pelan. Ada-ada saja candaan konyol yang keluar dari bibir mungil Shena. Gadis di sebelah Dean ini memang benar-benar polos. Terlalu polos sampai-sampai membuat Dean takut kehilangan dia.

“Kamu menyukai Barents?” tanya Dean.

Shena menggeleng cepat. “Shena benci sama Barents,”

“Kenapa benci?”

“Karena Barents itu nakal dan menyeramkan. Shena tidak suka dengan pria seperti Barents,” ujar Shena yang terdengar sangat tidak menyukai Barents.

“Jangan terlalu benci sama orang, Shen” kata Dean. Membuat Shena yang mendengarnya pun menoleh.

“Maksud Dean?”

“Semua hal yang dilakukan dan dirasakan dengan berlebihan itu tidak baik. Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi sama diri kamu di hari esok atau pun lusa,” jawab Dean.

“Mungkin sekarang kamu terlihat sangat membenci Barents. Tapi besok atau lusa? Bisa jadi kamu berubah, dan berkata kalau kamu sangat menyukai Barents,”

Shena terus menatap lekat ke arah Dean. Setiap kata yang keluar dari mulut Dean selalu berhasil membuat Shena terpaku.

“Shena tidak akan menyukai Barents,”

“Kenapa tidak?”

Karena Shena menyukai Dean

Tidak langsung menjawab pertanyaan Dean, Shena justru hanya tersenyum sambil terus menatap wajah pria yang sedang duduk di samping. Entah mengapa, Dean selalu terlihat , menawan dalam kondisi dan situasi apapun.

“Aku cukup lega setelah mendengar pernyataan dari kamu, kalau kamu membenci Barents,” ujar Dean membuat lamunan Shena buyar. Buru-buru Shena segera menegakkan posisi tubuhnya seperti semula.

“Kenapa Dean merasa lega?” tanya Shena.

“Karena kalau kamu sekarang membenci Barents, aku tidak perlu khawatir kalau kamu akan terlena dengan rayuan maut playboy seperti dia,” jawab Barents sambil tersenyum ke arah Shena.

“Dean tidak perlu khawatir soal itu lagi. Karena Shena tidak akan bisa mencintai pria lain selain—” Shena menggantungkan ucapannya saat ia sadar kalau dirinya hampir saja mengatakan satu rahasia terbesar dalam hidupnya.

“Selain siapa?” tanya Dean. “Apa sekarang kamu sedang menyukai seoang pria? Siapa pria yang kamu sukai, Shen?”

Dengan cepat Shena menggelengkan kepalanya. Berusaha menyangkal pertanyaan Dean, sekaligus meralat apa yang tadi sudah ia katakana.

“Shena tidak menyukai pria mana pun,” kata Shena cepat.

“Serius?” tanya Dean memastikan.

Shena mengangguk mantap. “Dean pasti tahu kalau Shena tidak dekat dengan teman sekolah kecuali Brenda. Jadi tidak mungkin kalau Shena sampai menyukai seorang pria yang tidak Shena kenal,”

Benar juga apa yang dikatakan Shena. Mana mungkin Shena menyukai seseorang, sedangkan Shena saja sangat introvert. Shena juga tidak pandai bergaul dengan teman-teman sekolah.

“Benar juga kata kamu. Dan kalau pun kamu memang menyukai seseorang, pasti hanya ada satu orang yang memiliki kemungkin besar untuk kamu sukai,” ujar Dean membuat Shena mengernyit.

“Satu orang? Siapa?”

“Aku.” jawab Dean cepat.

“Dari umur lima tahun kamu hanya berteman dekat denganku. Dan orang yang berhasil membuat kamu bisa lebih terbuka juga aku. Jadi, aku rasa kamu hanya bisa memiliki perasaan suka terhadap satu pria saja. Dan pria itu adalah aku,” papar Dean penuh percaya diri.

Kedua mata Shena mengerjap beberapa kali. Masih tidak percaya denga napa yang barusaja Dean katakan. Gara-gara ucapan Dean tersebut berhasil memompa kuat debaran jantung Shena.

“Dean terlalu percaya diri,” kata Shena sambil menutupi kegugupannya.

“Jadi orang ganteng itu bebas, Shen” kata Dean

“Maksudnya?”

“Buat pria setampan aku, wajar-wajar saja kalau aku punya kepercayaan diri yang sangat tinggi. Aku bisa saja menebak perasaan setiap gadis yang aku temui tanpa merasa malu. Karena apa?”

“Karena setiap wanita pasti akan menyukai ketampanan Dean,” kata Shena secara tiba-tiba.

Sama sekali tidak Dean duga jika Shena akan mengatakan hal seperti itu. Biasanya Shena akan lebih sering mengucapkan sebuah pertanyaan daripada pernyataan.

“Tidak biasanya kamu berkata seperti itu,” kata Dean membuat Shena menoleh.

“Maksud Dean? Shena salah bicara?” tanya Shena.

Dean menggeleng. “Aku belum terbiasa mendengar kamu mengatakan sebuah pernyataan dari apa yang aku katakana. Biasanya kamu akan lebih sering menanggapi ceritaku dengan beberapa pertanyaa,”

Shena tampak mengangguk paham. Ia sendiri bahkan tidak sadar dengan apa-apa yang keluar dari mulutnya.

“Kalau dipikir-pikir, Dean sama Barents itu punya satu kesamaan,” kata Shena. Entah mendapat bisikan darimana, Shena Kembali menyebut nama Barents.

“Apanya yang sama?”

“Sama-sama tampan,” jawab Shena, tanpa sadar ia juga membayangkan wajah Barents.

“Kenapa tiba-tiba berbicara seperti itu?” tanya Dean. Merasa heran karena Shena tiba-tiba mengubah topik pembicaraan.

“Kata Brenda, dua siswa paling tampan di SMA Ganesha itu Dean sama Barents. Coba saja diadakan pemilihan umum yang isinya semua siswa diminta buat memilih pria paling tampan di sekolah,”

“Pasti Dean sama Barents akan ada di urutan palng atas,” tutur Shena. Mengikuti apa yang dikatakan oleh Brenda saat di sekolah.

“Barents memang tampan, dia juga pandai bermain basket seperti Dean. Dan sepertinya Barents juga anak orang kaya. Benar-benar tipe pria idaman semua wanita,” ujar Shena.

“Apa kamu mulai tertarik dengan Barents?” tanya Dean yang membuat Shena menggeleng cepat.

“Tadi Shena sudah mengatakan kalau Shena tidak menyukai pria nakal seperti Barents. Kenapa Dean terus bertanya seperti itu?” heran Shena.

“Baru saja kamu memuji Barents, Shen. Seolah-olah kamu seperti gadis-gadis lain yang juga terpikat dengan visualnya Barents,” papar Dean memberitahu apa yang tadi dikatakan oleh Shena.

“Memangnya kalau memuji seseorang, itu artinya suka , ya?” tanya Shena bingung.

“Tidak juga,” jawab Dean. “Tapi memiliki kemungkinan kalau akan menyukai orang tersebut karena berawal dari sebuah pujian yang diungkapkan berulang kali,”

Shena terdiam. Perlu beberapa waktu bagi Shena untuk memahami maksud dari ucapan Dean. Sudah menjadi hal yang biasa bagi Shena jika ia sering tidak paham dengan perkataan Dean.

“Sudah jangan terlalu dipikirkan. Tidak penting juga juga untuk kamu pikirkan, Shen” kata Dean saat menyadari kebingungan Shena.

“Yang terpenting itu satu,”

Shena menoleh ke arah Dean sambil mengernyit bingung. “Apa?”

“Janji sama aku kalau kamu tidak suka dan tidak akan pernah suka atau tertarik dengan Barents. Oke?” kata Dean sambil mengacungkan satu jari kelingkingnya di hadapan Shena.

Awalnya Shena masih terdiam dan hanya menatap jari kelingking Dean, tanpa mau membalasnya. Shena tidak mau berjanji pada suatu hal yang Shena sendiri belum paham.

“Kamu tidak mau berjanji denganku?” tanya Dean. Tangan kirinya yang sejak tadi diarahkan ke depan wajah Shena pun mulai terasa pegal.

“Mau Dean. Shena mana bisa menolak perintah dari Dean,” kata Shena yang akhirnya menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking milik Dean.

“Good girl.” kata Dean terlihat mengusap lembut puncak kepala Shena. Kedua sudut bibir Dean saling terangkat dan membentuk satu senyuman manis.

“Aku hanya akan memintamu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memang menjadi saran terbaik buat kamu. Paham?”

Shena mengangguk pelan. “Paham. Terimakasih sudah perhatian sama Shena,”

Mendapat perhatian dari Dean memang selalu berhasil membuat Shena merasa bahagia. Akan tetapi, akhir-akhir ini Shena sering berfikir alasan mengapa Dean sangat perhatian dengannya. Apa mungkin karena Dean dan Shena sudah bersahabat sejak kecil? Atau ada alasanya yang lain?

“Sudahlah, Shena tidak perlu memikirkan hal yang tidak penting.” batin Shena dalam hati.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel