Sebelas
Sebelas
"Baiklah, aku tahu, aku pergi sekarang," ucap adik Alvian. Ucapan tersebut membuat Chrissa tersadar. Ia kemudian segera mendorong Alvian yang masih mencium dirinya.
"Beraninya kau melakukan ini padaku!" gertak Chrissa sambil mengelap kasar bibirnya.
"Sungguh ...."
"Kenapa marah?" tukas Alvian.
"Kau ini adalah selirku, milikku, apa aku tidak boleh melakukan itu?"
"Kau sungguh kurang ajar. Aku tidak menghendaki memiliki hubungan macam itu denganmu. Kau telah melakukannya dengan paksaan, itu tidak bisa diterima."
"Apa pun katamu, kau tetap adalah milikku," tukas Alvian sambil memegang dagu gadis itu.
"Kau ...!" geram Chrissa sambil mengangkat tangan untuk menampar Alvian. Akan tetapi, Alvian justru mencekal pergelangan tangan gadis itu.
"Apa kau sudah tidak waras? Lepaskan tanganku sekarang!" gertak Chrissa.
"Tampaknya kau sudah lupa bahwa kau adalah milikku. Aku berhak sepenuhnya atas dirimu."
"Apa katamu?" Chrissa kembali menggertak Alvian, tetapi ia kemudian memekik terkejut saat Alvian membawa dia pundaknya.
"Kau ... Apa yang kaulakukan?" teriak Chrissa. Tangannya mengepal dan memukul punggung Alvian berulangkali.
"Turunkan, turunkan aku sekarang!" teriak gadis itu lagi.
"Diamlah, kalau tidak aku akan menjatuhkanmu!"
"Biar saja, aku tidak peduli, kau harus menurunkan aku!" sahut Chrissa tanpa gentar.
Alvian melangkah menuju danau buatan di tempat itu.
"Aku akan menurunkanmu di danau ini."
"Tidak peduli, pokoknya kau harus menurunkan aku!" tukas Chrissa yang bersikeras tanpa mau mengalah. Dia kemudian menjerit saat Alvian sungguh menjatuhkan dia ke danau tersebut. Suara air yang tertimpa tubuh Chrissa terdengar keras.
"Kakak, kau telah bertindak keterlaluan pada selirmu," tegur adik Alvian yang belum pergi.
"Ini adalah urusan keluargaku. Kau tidak berhak ikut campur."
"Kak!" gertak adik Alvian tersebut geram.
"Baiklah, kau tidak mau menolong dia, aku yang akan menolong dia."
"Kau tidak boleh melakukannya!" gertak Alvian dengan sorot mengancam.
"Pengawal, bawa Pangeran Aldrich untuk kembali ke kediaman!"
Para pengawal segera menurut, mereka kemudian membawa Aldrich-adik dari Alvian-untuk kembali.
"Aku tidak mau. Aku mau tetap di sini. Aku mau tahu kondisi dia," tukas pangeran tersebut.
"Sudah kubilang, itu adalah urusan aku. Dia adalah selirku. Keberadaanmu tidak ada gunanya di sini."
Kedua pangeran tersebut saling menatap tajam. Sedang di pinggir danau, Lily memanggil panik pada Chrissa yang tidak juga terlihat keluar dari air. Mendengar itu, Alvian segera berjalan mendekat. Aldrich juga hendak mendekat, tetapi pengawal kerajaan dengan sigap menghalangi.
"Ada apa? Ke mana Nonamu yang bodoh itu?"
"Dia belum keluar. Sejak kecil, Nona Chrissa tidak bisa berenang."
"Dasar bodoh, kalau begitu, kenapa dia bersikeras?"
Lily hanya menggeleng dengan raut cemas dan berderai air mata. Alvian tidak berpikir lagi. Ia kemudian segera melompat ke danau tersebut. Para pelayan dan pengawal memanggil pangeran mereka tersebut bersamaan dengan khawatir.
***
Semula memang hanya rencana, Chrissa sengaja berlama-lama tidak keluar dari air. Akan tetapi, napas dia kemudian makin sesak.
'Apa yang terjadi? Kenapa aku begitu lemah, padahal dulu aku suka latihan menahan napas di dalam air?' Chrissa kemudian teringat bahwa itu bukanlah tubuh dia. Tubuh tersebut adalah milik dari nona Chrissa yang hidup di masa lalu. Tubuhnya juga tidak sekuat milik dia.
'Aku tidak kuat lagi, aku mungkin sungguh akan mati sekarang,' ucap Chrissa lagi. Hatinya seolah tertawa dari masa depan ke jaman ini dan kini kehidupan dia akan berakhir pada jaman ini.
Saat pandangan dia makin gelap dan mulai kehilangan kesadaran, ia melihat sosok gelap yang makin dekat.
'Malaikat maut sungguh datang menjemputku,' ucapnya.
Alvian yang telah menyelam mendekat meraih tubuh Chrissa. Berulangkali ia menepuk pipi gadis itu, tetapi mata Chrissa tetap tidak kunjung membuka.
'Bagaimana ini? Ia mungkin kehabisan napas sebelum keluar dari air,' ucap Alvian dalam hati. Ia kemudian segera memberi pernapasan buatan dari mulut ke mulut pada gadis itu.
Mendapat kembali kesadarannya, mata Chrissa membeliak lebar saat mendapati bibir Alvian kembali berada di atas bibirnya. Tanpa pikir panjang, segera ia mendorong, bahkan menendang pria itu. Alvian meringkuk kesakitan sambil memegang perutnya yang mendapat tendangan Chrissa. Ia mulai kesulitan bernapas dan tenggelam, sedang Chrissa berenang makin jauh.
Chrissa telah muncul di permukaan dan orang-orang segera bertanya di mana sang pangeran.
"Nona, dia tadi melompat ke danau untuk menolongmu. Apa kau tidak melihat dia?" tanya Lily. Chrissa tertegun.
'Aku telah salah menilai. Yang dia lakukan adalah untuk menolongku, tetapi aku malah membuat dia tenggelam.'
Tanpa bicara apa-apa, Chrissa segera kembali melompat ke danau dan menyelam untuk menolong Alvian.
Alvian merasa Vania telah muncul untuk menjemput dia. Tangan gadis itu terulur untuk meraih tangannya. Chrissa segera menarik Alvian yang telah nyaris mencapai dasar. Dengan susah-payah, ia berenang sambil menarik pria itu menuju permukaan. Untung saja, beberapa pengawal yang menyusul ke danau segera menolong mereka.
"Pangeran, Pangeran," panggil Penasehat yang segera menghampiri saat Alvian dibawa ke samping danau.
"Bagaimana ini? Pangeran tidak bernapas!" tukas lelaki tersebut panik.
***
Salah seorang pelayan masuk ke ruangan Cindy dan segera melapor yang terjadi pada Alvian. Cindy dan kedua selir yang masih di sana segera bangkit berdiri. Mereka kemudian bergegas pergi ke tempat permaisuri Vania.
***
"Bagaimana ini? Pangeran ... Apa mungkin Pangeran ...?" tukas penasehat yang bertambah panik.
"Minggirlah!" gertak Chrissa. Penasehat kerajaan tersebut masih tampak ragu. Namun, Chrissa kembali menyuruh dia untuk minggir.
"Jika kau ingin dia selamat, maka menyingkirlah, biar aku mencoba menyelamatkan dia!" tukasnya kemudian. Lelaki tersebut akhirnya patuh dan menjauh dari tubuh Alvian yang masih tergeletak di pinggir danau. Chrissa lalu mendekat dan melakukan CPR, juga pernapasan buatan pada pria itu.
"Apa yang kaulakukan?" gertak Cindy yang baru saja tiba.
"Aku menyelamatkan dia," ujar Chrissa tanpa menoleh. Gadis itu tetap saja melakukan CPR dan pernapasan buatan. Cindy segera mendekat dan menarik tangan Chrissa agar menjauh dari Alvian.
"Kau tidak perlu melakukan itu. Tabib kerajaan akan menolong pangeran," ucapnya. Chrissa segera mengibaskan tangan Cindy.
"Aku bisa menolong dia. Biarkan aku melakukannya!"
"Tidak boleh, kau tidak boleh menyentuh Alvian!" Cindy balas menggertak. Meski begitu, Chrissa tetap kembali pada Alvian untuk melakukan pertolongan.
"Kau tidak boleh melakukannya!" Cindy kembali mendekat dan menarik tangan Chrissa.
"Apa kau tidak ingin dia selamat?" tanya Chrissa.
"Aku tentu ingin dia selamat, tapi tidak dengan caramu itu!"
Gadis itu kembali melihat sekeliling dan berteriak memanggil tabib kerajaan. Tidak berapa lama, sang tabibpun tiba. Cindy kemudian kembali menarik Chrissa untuk menjauh, tetapi tangan yang lain menahan Chrissa untuk pergi.
"Tabib, aku tidak butuh pertolonganmu, aku hanya butuh selirku ini," ucap Alvian sambil memegang tangan Chrissa dengan erat.