Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Lima

Lima

"Kau ... Apa yang ...?" geram Cindy.

"Aku memginginkan tempat ini dikembalikan padaku," ucap Chrissa sambil tetap memegang cambuk tersebut.

"Tidak akan kuijinkan, tempat ini telah menjadi milikku. Aku yang selama ini mengurusnya."

Chrissa tersenyum kecil.

"Karena itu, aku berterima kasih padamu, kau sudah mengurus tempat ini dengan sangat baik."

"Pokoknya tidak akan kuijinkan!" gertak Cindy dengan suara keras.

"Tempat ini adalah milikku!"

Chrissa berdecak sambil menggeleng.

"Telah memiliki tempat sendiri, untuk apa berada merebut tempat orang?"

"Itu bukan urusanmu!" sahut Cindy.

"Tempat ini sudah bukan milikmu lagi. Pergi kau dari sini!" usirnya.

Chrissa menatap Cindy kemudian melepaskan cambuk yang masih dia genggam erat.

"Baiklah, ambil saja tempat ini. Aku akan pergi ke tempat lain," ucap Chrissa sambil kemudian berjalan keluar dari ruangan tersebut.

Napas Cindy terengah. Gejolak amarah sungguh telah meluap dari dalam dirinya. Dengan sekuat tenaga, ia memukul pada meja. Cangkir dan poci yang berada di atas meja tersebut jatuh membentur lantai dan pecah berderai.

"Tuan Putri," panggil Bibi An cemas. Ia melangkah mendekat.

"Pergi kau!" teriak Cindy.

"Pergi, jangan membuat aku memukulmu!"

Ia sungguh merasa sangat marah. Chrissa kini bahkan telah berani melawan dirinya dan membuat ia merasa dipermalukan. Para pelayan di tempatnya mungkin akan membicarakan dan menertawakan dia.

'Aku tidak akan bisa menerima semua ini. Aku pasti akan membalas dia!' geram Cindy dalam hati.

Ia kemudian memanggil Bibi An yang telah keluar ruangan untuk kembali masuk.

"Bibi, urus para pelayan tempat ini. Aku mau mereka semua diganti dan buat mereka untuk bungkam!" suruh Cindy sambil meletakkan sejumlah uang di meja. Bibi An mengangguk dan segera mengambil uang tersebut.

***

"Nona," panggil Lily dengan nada cemas, sedang Chrissa terus saja berjalan.

"Ada apa?" tanya Chrissa.

"Nona, lihatlah tanganmu malah seperti ini. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?" tanya Lily sambil melihat telapak tangan Chrissa yang terluka karena memegang cambuk milik Cindy.

"Dia terlalu sering memukulku. Luka kecil seperti ini lebih baik daripada dia terus memukulku. Luka ini bisa menghalangi dia memukul tubuhku," ucap Chrissa sambil tersenyum dan melihat pada tangannya.

"Nona," ucap Lily sambil seketika berlutut di depan Chrissa. Chrissa segera menghampiri dan menyuruh gadis itu untuk berdiri, tetapi Lily malah menggeleng.

"Nona, semuanya adalah salah saya. Saya terlalu lemah dan tidak bisa melindungi Anda. Sa-ya ... saya te-lah gagal untuk melindungi Anda," ucap Lily yang agak tersendat. Gadis berwajah tirus tersebut kemudian tersedu.

"Hei, sudahlah, sudah, jangan menangis," bujuk Chrissa.

"Jika kau tidak bisa melindungi aku, maka aku yang akan melindungi diriku sendiri dan juga dirimu."

"Nona ...."

Chrissa meraih tangan gadis itu.

"Di tempat ini, kita hanya bisa menggantungkan diri satu sama lain. Lily, kau bukan hanya pelayan, tapi kau juga adalah teman aku. Kita akan saling melindungi mulai sekarang."

Lily mengangguk sambil menghapus air matanya yang masih menitik.

"Nona, aku akan berusaha menjadi lebih kuat. Aku pasti akan bisa melindungi Anda."

Chrissa tersenyum kecil dan kemudian ikut mengangguk. Ia kemudian menyuruh Lily untuk berdiri. Mereka berdua kemudian kembali berjalan pergi dari sana.

***

Lily tertegun saat Chrissa membawa ia ke tempat tersebut.

"Nona, kita ...."

"Kita akan tinggal di sini." Chrissa memotong perkataan Lily sambil tersenyum.

"Tapi, Nona, Pangeran Alvian pasti akan marah. Tempat ini sungguh terlarang untuk dimasuki siapa pun."

"Biar saja dia marah. Aku tidak peduli. Siapa suruh dia bersikap tidak adil?" sahut Chrissa. Ia kemudian berjalan masuk ke kamar yang merupakan kediaman permaisuri Vania tersebut.

***

"Akh, Nona!" jerit Lily ketakutan sambil memegang erat tangan Chrissa saat angin berhembus dan tiba-tiba lilin yang baru dinyalakan padam, ruangan tersebut berubah gelap.

"Nggak usah teriak-teriak, kita nyalakan lagi saja lilinnya," ucap Chrissa tenang.

Tidak lama lilin kembali dinyalakan. Cahaya nan mungil tersebut berpendar terang di dalam kamar yang cukup luas tersebut.

"Nona ...," ucap Lily pelan. Tangannya masih tetap memegang erat tangan Chrissa. Raut wajahnya bahkan juga masih terlihat. Mata gadis itu tampak melihat sekeliling.

"saya rasa sebaiknya kita pergi dari sini. Mungkin arwah permaisuri Vania marah karena kita menempati kamar dia," ucapnya kemudian.

Chrissa menghela napas panjang dan terssnyum. Ia kemudian melepaskan tangan Lily dan berjalan menuju tempat tidur yang berada di depan mereka.

"Aku tidak percaya adanya hantu. Hantu tidak terlalu menakutkan dibandingkan manusia," ucapnya.

"Manusia bisa menjadi licik. Mereka bisa merencanakan apa pun untuk mencelakakan orang lain. Mereka bisa berbohong, menipu, dan mengkhianati orang terdekat mereka. Manusia lebih bisa membunuh dan berbuat kejam daripada hantu."

"Tapi, Nona ...."

Chrissa menguap dan menggeliat. Hal itu membuat Lily berhenti berbicara.

"Jika kau masih tidak tenang, besok kita panggil cenayang. Sekarang aku mengantuk, kita tidur saja," ucap Chrissa yang kemudian berbaring. Lily masih diam berdiri di sana selama beberapa saat. Dirinya tetap saja merasa takur dan melihat sekeliling dengan waspada. Tidak lama kemudian, ia pamit pada Chrissa untuk tidur di kamar pelayan yang berada di dekat kamar nonanya itu.

Chrissa hanya mengangguk saja. Lily kemudian segera keluar dari kamar tersebut.

***

Hari telah beranjak larut. Suasana di malam tersebut juga kemudian menjadi sunyi. Banyak masalah terjadi dan tubuh dia yang terlalu lemah, membuat Chrissa dengan begitu mudah terlelap. Akan tetapi, tidak lama ia membuka mata dan melihat gadis bergaun putih duduk di samping tempat tidurnya.

"Kau ...?"

"Aku Permaisuri Vania, pemilik tempat ini," jawab gadis berambut agak ikal tersebut. Rambutnya itu tampak terburai dimainkan angin yang membuat Chrissa merinding.

"Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud tinggal di sini, tapi aku tidak punya tempat lain," ucap Chrissa.

"Tidak apa, aku memberimu ijin untuk tinggal di sini. Kau dan aku adalah sama. Kita sama-sama mengembara, tetapi aku akan segera tiba di tujuan, sedang kau masih jauh," ucap Vania.

"Kau tahu ...."

"Aku tahu segalanya, aku tahu kau bukan Tuan Putri Chrissa. Dia kini telah pergi lebih dulu pada tujuan, aku akan segera menyusul," potong Vania sambil tersenyum.

"Apa dia tidak bisa kembali? Aku tidak mau di sini."

"Dia dan aku sama-sama tidak bisa kembali."

Vania tersenyum dan meraih tangan Chrissa. Chrissa hanya diam dan balas menatap gadis itu. Entah mengapa, ia tidak merasa takut, bahkan seolah ada kehangatan menyelimuti dirinya.

"Kehidupan kami di sini tidak baik-baik saja. Banyak orang ingin menyingkirkan aku dan niat mereka berhasil. Aku telah tiada karena mereka. Chrissa juga tiada karena telah mengalami kejahatan. Kini ada dirimu di sini, kau harus menegakkan kebenaran untuk kami."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel