Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Empat

Empat

"Nona, Anda serius ingin meminta berpisah darinya?" tanya Lily pada Chrissa.

"Tentu saja aku serius. Siapa juga yang akan bertahan dengan pria sepertinya?" tukas Chrissa.

"Tapi bukankah Nona dulu menyukai dia? Nona selalu berharap untuk menjadi istrinya."

"Itu adalah kesalahan terbesar yang kubuat. Sekarang aku telah sadar dan tidak ingin lagi menjadi istri pria seperti itu," sahut Chrissa.

***

'Aku sungguh tidak mengerti,' gumam Alvian dalam hati. Ada lembar-lembar masalah kebijakan yang kini terkumpul dalam beberapa carik kertas yang bertumpuk di hadapannya. Semua tersebut harus dia baca dan tangani. Itu adalah tanggung jawab yang sang ayah percayakan padanya. Akan tetapi, sedari tadi ia tidak bisa fokus. Pikiran dia terus saja melayang pada Chrissa. Gadis tersebut sungguh telah berubah.

'Aku harus mencari tahu kenapa dia bersikap seperti itu sekarang. Mungkin benar kata Cindy, dia berubah karena mengalami tekanan akibat perlakuan yang selama ini dia terima.'

***

Cindy yang tengah berada di kamar membanting cangkir keramik kesayangannya. Ini adalah kesempatan dia untuk menyingkirkan Chrissa. Sebenarnya dia tidak memiliki kebencian pada gadis itu. Hanya saja ia ingin menyingkirkan para selir satu per satu. Ia ingin menjadi istri satu-satunya bagi Alvian. Chrissa hanyalah sasaran awal dia. Dirinya selalu menganggap gadis itu lemah, tetapi siapa sangka gadis tersebut kini menjadi begitu kuat. Orang yang selama ini dia anggap bukan siapa-siapa sekarang berani untuk melawan dia.

"Tuan Putri, Anda tidak perlu semarah ini," tegur Bibi An.

"Dia adalah gadis buruk rupa yang sekarang menjadi tidak waras. Dia tentu tidak akan bertahan di istana ini."

"Kau bisa bicara dengan begitu mudah. Kau pasti merasa senang jika aku tersingkirkan dari tempat ini," tukas Cindy. Bibi An segera berlutut di hadapan junjungannya itu.

"Tuan Putri, mana mungkin hamba seperti itu? Selama ini hamba selalu mendukung Tuan Putri. Hamba juga herharap Tuan Putri bisa menjadi ratu negeri ini mendampingi yang mulia pangeran," ucapnya.

Cindy mendekat dan mencengkeram pipi wanita paruh baya itu. Kuku panjangnya bahkan menggores wajah Bibi An dan membuatnya terluka hingga darah segar merembes keluar.

"Ingatlah, kau hanyalah orang rendahan. Jika terjadi sesuatu padaku, maka kau juga akan terkena akibatnya. Aku tidak bisa mrnjadi permaisuri Alvian, maka kau harus mati," tukas Cindy sambil kemudian mendorong Bibi An hingga terjatuh ke belakang. Wanita tersebut segera beranjak bangun. Cindy kemudian segera mengusir dia.

***

"Nona, kita tidak boleh terus berada di sini," tukas Lily dengan nada panik. Pangeran Alvian memang telah pergi, tetapi Lily ingat bahwa tempat tersebut terlarang untuk dimasuki siapa pun. Sang pangeran tadi mungkin lupa karena nonanya tiba-tiba meminta berpisah, tetapi Lily selalu ingat bahwa Tuan Putri Cindy bahkan dimarahi saat datang ke tempat itu.

"Memangnya kenapa?" tanya Chrissa. Tempat yang begitu indah, kenapa aku tidak boleh di sana? Ini jauh lebih baik daripada gudang tadi.

"Tempat ini adalah kediaman mendiang Permaisuri Vania. Bisa dikatakan tempat ini adalah yang terbaik di kediaman pangeran Alvian. Para selir lain tidak memiliki tempat sebagus ini. Pangeran begitu mencintai Permaisuri, hingga tempat ini dibuat sedemikian indah," jelas Lily.

"Bukankah itu tidak adil?" tanya Chrissa.

"Bagaimana dengan para selir? Apalagi Tuan Putri sok itu, apa mereka tidak marah?"

"Meski marah, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Pangeran Alvian begitu mencintai dan melindungi permaisuri Vania."

"Kalau begitu, ia benar-benar tidak adil."

"Tuan Putri, ayo kita pergi sekarang, sebelum Pangeran tahu kita di sini," ajak Lily lagi.

"Kita ke mana?"

"Kembali ke kediaman kita," jawab Lily.

'Baiklah, aku menurut saja. Lagipula tempat ini pasti menyeramkan karena sang pemilik baru saja meninggal," ucap Chrissa dalam hati. Ia kemudian segera keluar dari kediaman berhalanan luas nan teduh tersebut bersama Lily.

***

"Tempat ini? Kenapa kita kembali ke sini?" tanya Chrissa pada Lily. Tempat tersebut adalah gubuk kayu tempat dirinya ditahan sebelumnya.

"Kita memang tinggal di sini, Nona," jawab gadis pelayannya itu.

"APA?" tukas Chrissa dengan mata membeliak lebar. Kini ia tidak merasa heran dengan si pemilik tubuh yang berganti menjadi dirinya.

'Gadis malang sepertinya pasti telah berusaha lari dari kehidupan macam ini,' gumam Chrissa.

"Aku tidak mau lagi tinggal di sini. Apa ini tempat untuk seorang selir?" tukas Chrissa.

'Sungguh keterlaluan pangeran berhati busuk itu. Wajahnya boleh tampan, tetapi ia tidak berperasaan hingga menempatkan istrinya di tempat seperti ini,' gumam Chrissa dalam hati.

"Nona, jika tidak tinggal di sini, kita akan ke mana? Tuan Putri Cindy telah merebut tempat Anda dulu," tukas Lily.

'Hm, jadi dulu Nona pemilik tubuh ini tidak tinggal di sini?' gumam Chrissa dalam hati.

'Sepertinya dia memang terlalu lemah hingga bisa ditindas, bahkan terusir dari tempatnya sendiri.'

"Ke mana lagi," sahut Chrissa.

"Tentu meminta tempatku kembali."

***

"Tuan Putri, Tuan Putri Chrissa datang untuk menemui Anda," ujar salah seorang pelayan Cindy yang masuk ke dalam kediaman gadis itu.

"Dia sungguh berani sekarang, untuk apa dia kemari?" gumam Cindy. Bibi An yang tengah menyajikan teh hanya menggeleng.

"Suruh dia masuk!" perintah Cindy kemudian pada gadis pelayan yang melapor padanya tersebut. Gadis pelayan bertubuh kurus itu membungkuk hormat dan segera keluar dari tempat itu. Tidak lama ia kembali bersama Chrissa yang masuk bersama Lily.

"Mau apa kau kemari?" tanya Cindy langsung. Tidak menjawab, Chrissa justru melihat sekeliling. Melihat itu, Cindy kembali bertanya,

"kau ini sedang apa?"

"Tempat ini menjadi lebih bagus daripada sebelumnya. Aku berterima kasih padamu untuk itu," ucap Chrissa sambil duduk. Tidak ada yang mempersilakan dia untuk duduk, hal itu tentu membuat Cindy kesal.

"Kau ini untuk apa kemari? Sungguh membuatku kesal saja!" tukas Cindy dan mengambil cambuk yang tergantung pada tembok. Bulu kuduk Chrissa mendadak meremang. Chrissa kemudian mengerti bahwa itu adalah reaksi alami si pemilik tubuh. Bilur-bilur luka di punggung gadis yang ia huni tubuhnya pasti akibat pukulan dari cambuk tersebut. Chrissa juga melihat jejak darah kering pada cambuk tersebut.

'Mungkin itu bekas darah dari gadis ini,' gumam Chrissa dalam hati.

'Jangan khawatir, aku tidak akan melepaskan dia yang menyakiti tubuhmu ini. Aku selalu membalas setiap orang dengan adil.'

Cindy tersenyum angkuh saat melihat pasi di wajah Chrissa. Ia merasa gadis yang masih duduk tersebut pasti tengah ketakutan. Cindy kemudian mengangkat cambuknya dan berniat untuk memukul Chrissa. Akan tetapi, Chrissa tiba-tiba berdiri dan menangkap cambuk yang terayun padanya tersebut sambil tersenyum tipis.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel