Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Enam

Enam

"Aku tidak bisa melakukannya. Mengapa kau meminta bantuan padaku? Kehidupanku di sini juga sulit. Aku ingin kembali ke tempat asalku," ucap Chrissa sambil menggeleng.

"Ini adalah permintaanku dan Tuan Putri Chrissa, jadi kau tidak akan bisa kembali sebelum menyelesaikan semua masalah ini," ucap sang permaisuri tenang.

"Apa? Tapi ini sama saja dengan pemaksaan. Kau bahkan mengancamku."

"Aku tidak memiliki pilihan. Aku juga terpaksa melakukannya. Kebenaran harus tetap ditegakkan. Jika tidak, lebih banyak lagi orang yang berada dalam bahaya."

"Baiklah," ucap Chrissa akhirnya.

"Aku akan melakukannya."

Permaisuri Vania tersenyum kecil.

"Aku tahu kau gadis baik. Jadi kau pasti bersedia."

"Terima kasih untuk pujiannya, tapi aku juga tidak bisa menolak, bukan?"

Senyum di wajah kalem permaisuri Vania tampak makin lebar. Ia kemudian mengangguk.

"Aku masih ada permintaan lain," ucapnya kemudian.

"Baiklah, katakan saja, toh aku tidak bisa kembali sebelum bisa mencari tahu yang terjadi. Jadi, katakan saja apa yang kauinginkan," sahut Chrissa.

"Aku ingin kau bisa menggantikanku untuk dekat dengan Alvian."

"APA?" tukas Chrissa dengan mata membeliak lebar. Ia kemudian tertawa sambil menggeleng.

"Untuk keinginanmu ini, aku menolak, aku tidak bisa untuk dekat dengan orang yang tidak kusukai. Lagipula dia juga memperlakukan Tuan Putri Chrissa dengan buruk, jika ingin membalas dendam, seharusnya dia juga termasuk yang harus terkena juga, kenapa mengecualikan dia?"

"Alvian bukanlah orang jahat. Dia memperlakukan aku dengan baik. Aku dan Chrissa sama-sama mencintai dia."

"Dia memperlakukanmu baik karena dia mencintaimu, tapi untuk Chrissa, dia sama sekali tidak peduli pada gadis itu."

"Kalau begitu, kau harus membuat dia mencintaimu. Kau juga harus mencintai dia."

"Aku tidak mau. Dia adalah tipe pria sombong yang tidak kusukai. Dia juga pasti tidak akan menyukaiku."

"Aku yakin kalian akan saling menyukai. Kau juga bisa memberi kebahagiaan padanya."

"Lupakan saja keyakinanmu itu. Kami juga tidak akan bahagia jika bersama. Aku hanya ingin kembali saja."

Permaisuri Vania beranjak bangkit berdiri sambil tersenyum.

"Aku serahkan semua padamu. Waktuku telah habis. Sudah waktunya aku untuk pergi sekarang," pamitnya sambil berjalan menjauh.

"Tunggu, tidak bisakah ...." Ucapan Chrissa terhenti karena sosok Vania tampak bercahaya. Tubuhnya kemudian berubah transparan dan menghilang.

"Kenapa langsung pergi? Meminta aku menyelidiki, tapi tidak memberi petunjuk satupun, bukankah ini mempersulit aku?" gerutu Chrissa panjang pendek. Ia kemudian menarik selimut dan kembali tidur.

***

Chrissa merasa ia baru memejamkan mata sebentar saat Lily membangunkan dia.

"Nona," ucap gadis tersebut sambil menangis

"Kau ini kenapa menangis lagi? Apa ada yang jahat padamu?" tanya Chrissa sambil melihat pada gadis itu.

"Bukan begitu, saya mencemaskan Nona. Dari tadi saya berusaha membangunkan, tapi Nona tidak bangun juga. Saya berpikir sesuatu terjadi pada Nona seperti sebelumnya."

"Jangan berpikiran tidak-tidak. Hal seperti itu tidak akan terjadi lagi padaku."

"Tapi kenapa Nona tidak segera bangun?"

"Permaisuri Vania datang kemari dan kami mengobrol," jawab Chrissa tenang. Raut wajah Lily seketika berubah. Sorot matanya juga tampak sangat ketakutan.

"Nona, kita tidak bisa tinggal di sini," tukasnya cepat.

Chrissa segera terbahak melihat ekspresi wajah gadis itu.

"Lihatlah dirimu, aku hanya bercanda saja, kau sudah sangat ketakutan. Dasar kau ini!"

"Nona, Anda sungguh membuat saya takut. Jangan bercanda seperti itu lagi."

Chrissa masih tetap tertawa, tetapi kemudian segera memudar saat mendengar suara di luar.

"Tuan Putri Chrissa, Tuan Putri Cindy datang mengunjungi Anda," ucap orang yang berada di luar kamar tersebut.

Chrissa tertegun, hari masih pagi, tetapi Tuan Putri yang menurutnya pencari keributan telah datang untuk mencari masalah dengan dia.

***

Cindy tengah bersiap di pagi itu. Ia telah berdandan dengan begitu cantik. Vania sudah tidak ada dan ini adalah kesempatan dia untuk merebut hati Alvian.

Siapa sangka kabar itu kemudian datang dari seorang pelayan dia yang baru.

Tangan Cindy kemudian menggebrak meja dengan keras. Amarah dia segera memuncak. Tidak ia duga bahwa Chrissa begitu berani hingga menempati kediaman Vania.

Ia kemudian segera bergegas pergi ke sana.

***

Di tempat lain, Alvian juga terkejut saat mendapat laporan dari anak buahnya. Chrissa sekarang memang berbeda, bahkan begitu berani menempati kamar Vania yang telah ia larang untuk dimasuki, apalagi ditempati oleh siapa pun.

Tangan Alvian tergenggam erat di atas meja. Ia kemudian menggebrak meja tersebut dengan keras.

'Gadis pembuat masalah, lihat saja, aku tidak akan melepaskanmu!" geramnya dalam hati.

Alvian kemudian bangkit dari duduknya dan segera pergi untuk menemui Chrissa.

***

"Tuan Putri, ini pasti sangat menganggu, Anda bahkan repot-repot untuk datang kemari," sapa Chrissa yang telah menemui Cindy.

"Kau hanya berpura-pura saja bersikap sopan. Kau bahkan berani untuk menempati kediaman ini."

"Saya sungguh tidak mengerti apa ada masalah jika saya menempati tempat ini," ucap Chrissa sambil mengangkat wajah yang tadi menunduk hormat. Ia bahkan menatap langsung pada Cindy sambil tersenyum.

"Tentu saja ada masalah. Kau jangan berpura-pura bodoh, kau pasti tahu bahwa tempat ini adalah kediaman permaisuri Vania!" tukas Cindy.

"Saya tahu, tapi kesalahan yang saya lakukan, saya mendapatkan itu dari Anda."

"Apa maksudmu?"

"Anda mengambil tempat saya, jika itu peraturan di sini, tentu saya juga bisa mengambil tempat ini. Saya tidak mau lagi tinggal di gubuk sempit itu."

"Kau sungguh berani!" geram Cindy. Ia kemudian mengambil cambuk yang diselipkan pada pinggangnya.

"Aku harus memberimu pelajaran!"

"Berhenti kalian berdua!" gertak Alvian sambil berjalan masuk ke tempat tersebut. Beberapa pengawal dan pelayan tampak berjalan di belakang pria itu dengan wajah menunduk hormat.

Cindy beserta yang lain juga segera membungkuk hormat, begitu pula Lily, hanya Chrissa yang diam menatap langsung pada pria itu. Alvian segera gadis berambut ekor kuda tersebut.

"Kau sungguh sangat luar biasa sekarang. Kau bahkan tidak bersikap hormat padaku," tukasnya.

"Terima kasih banyak atas pujian Anda, Yang Mulia Pangeran, tapi saya akan menghormat pada orang yang layak itu," sahut Chrissa sambil tersenyum tipis.

"Kau ...!" gertak Alvian geram. Ia begitu emosk hingga tidak bisa lagi berkata-kata. Matanya masih tetap menatap pada Chrissa yang masih saja tersenyum padanya.

"Pangeran, Anda tidak perlu bersikap seperti ini, hal ini biar saya yang mengatasi," tukas Cindy.

"Diam kau!" gertak Alvian sambil menoleh dan menatap Cindy dengan penuh amarah.

"Ini bukan urusanmu, jika kau berani ikut campur, aku akan menghukummu. Kau keluar dari tempat ini sekarang!"

Cindy tertegun sejenak. Raut wajahnya tampak seolah dia nyaris menangis. Ia kemudian mohon diri dan segera pergi dari kediaman tersebut diikuti para pelayannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel