Delapan
Delapan
Cindy telah merencanakan semua dengan matang. Ia juga berniat untuk membunuh Chrissa dengan tangannya sendiri. Sengaja ia menyuruh orang untuk mencampur obat di makan malam Chrissa. Saat gadis itu terlelap, dia bisa langsung membunuh gadis itu. Ia menyesal mengapa dulu membiarkan Chrissa. Karena meremehkan lawan, kini dia harus menanggung akibatnya. Membunuh Chrissa adalah satu-satunya cara yang bisa ia pikirkan.
Saat ia masuk ke dalam sambil bersiap dengan belati di tangan, segera ia kemudian menjerit ketakutan dan belati yang dibawa jatuh berdentang di lantai. Sosok gadis di depannya tampak seperti tengah menari sambil mengayunkan kain panjang berwarna putih. Meski wajahnya tidak terlalu jelas karena tertutupi sebagian rambut, Cindy yakin bahwa itu adalah Vania, pakaian yang dikenakan sosok tersebut jelas adalah milik Vania.
Masih tetap berteriak, Cindy segera berlari keluar dari tempat tersebut. Namun, ia kemudian melihat sosok berambut panjang tersebut di depannya. Begitu pula ketika ia berlari ke arah lain. Sosok penampakan Vania seolah selalu muncul di hadapannya
Sebuah tangan menepuk bahu Cindy dan gadis itu menjerit ketakutan dengan sangat keras.
"Tuan Putri, Tuan Putri, ini saya, Tuan Putri, ada apa? Apa yang terjadi?" tanya orang yang menepuk bahunya itu dengan nada cemas. Dia tidak lain adalah bibi An. Tadi Cindy menyuruh dia berjaga di halaman untuk menghalangi jika ada yang datang.
"Kau ini sungguh sembrono. Apa kau memang berencana menakuti aku?" tanya Cindy dengan nada kesal.
"Bukan seperti itu, Tuan Putri. Hanya saja ...."
Bibi An berhenti berbicara. Dia kemudian justru berteriak ketakutan dan bersembunyi di belakang Cindy. Tubuh tua tersebut gemetar ketakutan.
"Kau ini sedang apa? Berani benar kau memegang dengan diriku!" gertak Cindy dengan penuh amarah.
"Tu ... Tu-an Putri, ham-ba ... hamba ...."
"Bicara yang jelas, Bodoh!" bentak Cindy. Bibi An diam sambil meneguk ludah. Wajahnya tampak makin pasi.
"Bicara atau aku akan memotong tanganmu atas pelanggaranmu ini!" gertak Cindy lagi.
Bibi An merasa ragu dan ketakutan. Dengan tangan gemetar, ia kemudian pada arah di depan mereka.
Cindy yang melihat pada arah yang ditunjuk menjerit ketakutan dengan sangat keras, kemudian merosot jatuh.
"Tuan Putri, Tuan Putri, jangan tinggalkan hamba!" seru bibi An sambil memegang tubuh Cindy yang tidak sadarkan diri. Meski berusaha dibangunkan oleh Bibi An, gadis itu tetap tergeletak tidak sadarkan diri.
"Tuan Putri, maafkan hamba, tapi hamba tidak bisa di sini lagi," tukas wanita itu. Ia kemudian segera lari dari sana. Meninggalkan Cindy yang tergeletak seorang diri di lantai.
***
Alvian segera bergegas. Ia menuju ke tempat permaisuri Vania setelah mendapat laporan ada keributan yang terjadi di tempat itu. Di sana ia melihat Cindy yang tergeletak tidak sadarkan diri, sedang bibi An yang baru dibawa kembali oleh para pengawal mengatakan bahwa ada hantu di tempat itu.
"I-tu ... itu pasti arwah Yang Mulia permaisuri, dia pasti tidak suka ada orang menempati kediamannya ini," ucapnya."
"Jangan bicara sembarangan. Vania tidak akan menakuti orang meski telah menjadi arwah. Kau sungguh berani merusak nama baik permaisuri!" gertak Alvian sambil mengarahkan pedang ke leher Bibi An.
"Ada apa ini?" tanya Chrissa yang baru keluar. Ia kemudian menguap lebar sambil menggeliat. Beberapa orang pengawal menahan tawa melihat itu.
"Aku telah sangat mengantuk, tapi kalian semua justru berkumpul dan membuat keributan di sini," ucap gadis itu kemudian.
"I-ni saya tadi menemani tuan putri berjalan-jalan dan kami melihat penampakan sosok yang mulia permaisuri. Ia mungkin merasa tidak senang karena ada Anda di tempat ini," ucap Bibi An yang tengah berlutut sambil sesekali melihat pada Chrissa.
'Kau ketakutan, tapi masih ingin melimpahkan kesalahan padaku,' gumam Chrissa dalam hati.
'Mungkin aku harus memberi pelajaran juga padamu.'
"Hm, tapi selama aku tinggal di sini, aku tidak pernah melihat hantu. Semua menyenangkan dan baik-baik saja di sini," ucapnya kemudian sambil mengerutkan kening dan mengetuk-ngetuk dagunya.
"Mungkin kalian yang mengganggu dan membuat dia marah, lagi pula kenapa kalian berjalan-jalan sampai kemari?" tanya Chrissa kemudian.
"Ini ... Kami hanya tidak sengaja berjalan hingga kemari."
Chrissa hanya mengangguk mendengar penjelasan bibi An. Ia kemudian melihat pada Alvian.
"Pangeran, lepaskan saja mereka, mereka hanya berjalan-jalan hingga tersesat kemari. Mungkin permaisuri Vania tidak suka itu dan kehadiran mereka membuat ia marah," ucapnya.
"Tidak ada alasan untuk Vania marah pada mereka. Vania gadis yang baik dan lembut. Kau jangan menuduh sembarangan!" gertak Alvian.
"Jika tidak alasan, mengapa mereka takut dengan Vania? Pangeran, selama tinggal di sini, saya tinggal dengan nyaman dan baik-baik saja. Jika mereka berlaku baik, bukankah itu tidak akan terjadi?"
"Semua juga akan takut jika melihat hantu," ucap Bibi An berusaha membela diri. Ia juga khawatir Cindy akan dipersalahkan karena kini Chrissa telah menjadi pintar bicara.
"Semua akan takut, tapi yang kupertanyanyakan kenapa Vania menghantui kalian, tapi tidak padaku? Aku tidak pernah memiliki salah padanya, tapi kalian, apa kalian pernah berbuat salah padanya?" tukas Chrissa.
"Tidak, tidak, bukan seperti itu. Pangeran, ini sungguh tuduhan tidak masuk akal," pinta bibi An sambil berlutut di depan Alvian.
"Pangeran, Anda juga tahu hubungan baik Tuan Putri Cindy dan Permaisuri Vania. Mereka seperti adik kakak. Ia tidak akan mencelakakan Permaisuri Vania seperti yang dituduhkan Tuan Putri Chrissa," ucapnya.
Ia kemudian menunjuk Chrissa.
"I-ni ... ini semua pasti adalah rencanamu. Kau sengaja agar tuan putri Cindy mendapat hukuman!" tuduhnya.
"Rencana?" ucap Chrissa dengan nada heran. Ia kemudian tertawa sumbang.
"Rencana apa yang kupikirkan? Kalian yang datang kemari, entah apa yang kalian rencanakan."
"Saya dan Tuan Putri Cindy hanya berjalan-jalan dan tersesat kemari," tukas Bibi An lagi.
"Nona, saya menemukan ini di kamar," ucap Lily yang baru datang kemudian memberikan belati pada Chrissa.
"Apakah berjalan-jalan hingga kemari, termasuk juga membawa belati ke kamar yang kutempati?" tanya Chrissa sambil mengambil belati tersebut dan mengayun-ayunkannya.
"Jika seperti ini, aku akan berpikir kalian berniat untuk membunuhku. Apakah kalian juga melakukan hal yang sama pada permaisuri Vania?"
"Itu ... itu adalah fitnah. Tuduhan tidak berdasar. Belati ini pasti kau yang mencurinya," tuduh bibi An. Ia sudah terkejut dengan belati itu, tetapi ia harus terus membantah, jika tidak tuan putrinya mungkin akan mendapat tuduhan untuk mencoba membunuh.
"Pengawal dan pelayan begitu banyak di kediaman kalian, sedang aku hanya sendiri dengan pelayanku ini," ucap Chrissa sambil melihat sekilas pada Lily.
"Apa menurutku itu mungkin untukku mencurinya?"
"Kalau begitu, pasti belati itu palsu," tukas Bibi An cepat.
"Belati ini sangat istimewa dan setelah aku melihatnya ada ukiran nama keluarga tuan putri Cindy pada gagangnya. Apakah ini palsu, bagaimana kalau pangeran yang memastikannya?" ucap Chrissa sambil memberikan belati tersebut pada Alvian.