Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

CHAPTER 8

Clara berjalan dengan cepat menuju peternakan ayahnya sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tiba di sana. Sesampainya di sana, dia mencari pegawai yang sudah terbiasa menyisihkan darah hewan untuknya setiap hari. Pegawai itu mengernyit heran ketika dia mendengar Clara memintanya untuk mengambilkan darah lagi. Menurutnya inilah pertama kali Clara meminta darah hewan sampai dua kali dalam sehari karena biasanya tidak seperti ini. Meski demikian tentu dia tetap memenuhi permintaan Clara yang tidak lain adalah putri dari majikannya.

Clara menunggu dengan gusar, berkali-kali dia berdecak kesal karena tidak kunjung melihat kedatangan pegawai itu. Ketika akhirnya pegawai itu muncul, Clara bergegas menghampirinya dengan wajah sumringah.

“Hm, Nona, tumben anda meminta darah hewan sampai dua kali padahal biasanya hanya di pagi hari saja?” Tanya pegawai itu ketika Clara sudah berdiri di hadapannya.

“I-Iya.” Hanya itu jawaban yang diberikan Clara, dia hanya terlalu bingung memberikan alasan untuk kejadian ini karena tidak mungkin dia menceritakan alasan yang sebenarnya pada pegawai itu.

“Oh, iya. Nona, sebenarnya saya selalu penasaran. Selama ini anda selalu meminta saya menyisihkan darah hewan yang disembelih untuk anda, itu sebenarnya untuk apa?” Clara terhenyak kali ini. Pertanyaan yang dilontarkan pegawai itu membuatnya gelagapan sekaligus gugup. Bola matanya bergulir ke sana-kemari dengan pikirannya yang berputar-putar mencari alasan yang tepat.

“Itu masalah pribadiku, tolong jangan ikut campur. Cukup turuti saja permintaanku,” katanya setelah merasa tidak berhasil menemukan alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan tadi.

“Oh, iya, Nona. Saya mohon maaf sudah lancang bertanya seperti itu,” ucap pegawai itu sambil menyerahkan kantong yang sudah penuh dengan darah sapi. Memang setiap harinya diadakan penyembelihan hewan di peternakan itu karena selain memproduksi susu sapi dan telur ayam, peternakan itu pun memproduksi daging ayam dan daging sapi yang dikirimkan ke pasar Desa Tussand setiap harinya. Peternakan ini tidak lain merupakan mata pencaharian utama yang sudah dikelola keluarga Huston selama bertahun-tahun.

Clara menerima kantong itu dan tanpa membuang waktunya lagi, dia kembali berjalan dengan cepat menuju pondok. Yang ada di dalam pikirannya sekarang hanya satu, yaitu segera memberikan darah itu pada Cliff.

Setibanya di pondok ... kedua mata Clara membulat sempurna ketika ditemukannya pintu pondok dalam keadaan terbuka lebar. Dia merutuki kecerobohannya karena telah lupa mengunci pintu itu. Dia berlari memasuki pondok dengan jantung yang berdetak cepat, dia berharap menemukan Cliff di dalam pondok itu. Namun, kenyataan pahit didapatkannya ketika sosok Cliff tidak terlihat di dalam pondok.

“Cliff! Kau di mana, Sayang? Ini ibu, ibu sudah membawakan makanan untukmu!!” teriak Clara di dalam pondok sambil kakinya melangkah ke sana-kemari mencari keberadaan Cliff. Dia sudah memeriksa di dalam kamar mandi, namun sosok Cliff tidak ditemukan di sana. Dia mencari di bawah meja dan bawah tempat tidur dengan harapan Cliff sedang bersembunyi di sana karena dia ingat ketika Cliff masih anak-anak dulu, dia sering melakukan itu untuk mengajak Clara bermain. Napasnya semakin memburu kentara panik sekali ketika sosok Cliff tidak ditemukan di tempat-tempat yang sudah dia periksa. Terakhir dia memeriksa di dalam lemari, dia terbelalak ketika melihat keadaan lemarinya sangat berantakan. Dia bahkan menemukan beberapa pakaiannya telah hilang. Menyadari sesuatu yang mengerikan telah terjadi, Clara berlari meninggalkan pondok. Saat ini dia memikirkan satu tempat yang kemungkinan menjadi tempat di mana Cliff berada saat ini.

Jantungnya semakin berdetak tak beraturan ketika melihat pintu rumah keluarga Huston dalam keadaan terbuka. Dia bergegas masuk ke dalam rumah. Samar-samar dia mendengar suara ribut dari arah dapur yang seketika membuatnya merasakan sebuah firasat buruk.

Firasat buruknya terbukti benar ketika Clara melihat ayahnya tengah mengarahkan moncong senapan pada sesuatu yang ada di dalam dapur. Matanya mengikuti arah yang ditatap sang ayah dan apa yang ditemukannya ini nyaris membuat Clara tidak sanggup lagi mempertahankan kesadaran saking terkejutnya. Dia melihat sosok putranya di dalam dapur sedang menggeram pada ayahnya, memperlihatkan taring-taring tajam dengan iris mata yang merah menyala. Tidak jauh dari Cliff, seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah pelayan di rumah ini tengah berjongkok sambil menutup kedua telinga tampak syok dengan pemandangan yang ada di depan matanya.

Tanpa mengatakan apa pun Clara berlari menerobos masuk ke dalam dapur. Dia berdiri tepat di depan Cliff, menghalangi tubuh sang putra dari senapan ayahnya yang kapan pun bisa memuntahkan peluru yang bisa membunuh putranya dalam sekejap.

“Clara, apa yang kau lakukan? Menyingkir dari makhluk itu!!” Teriak Harry dengan murka.

“Ayah, aku mohon jangan membunuhnya.” Harry mengernyit heran melihat tingkahlaku Clara yang mencoba melindungi makhluk berbahaya yang tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya. Terutama ketika dia melihat Clara memohon dengan berlinang air mata hanya demi keselamatan makhluk itu.

“Apa yang kau lakukan? Kenapa kau melindunginya?!!” Teriaknya lagi.

“Dia ini cucumu, Ayah. Dia Cliff ... putraku,” jawab Clara dengan lirih. Harry terbelalak tak percaya mendengar jawaban Clara, hanya melihat sekilas wujud anak remaja itu Harry sudah bisa memperkirakan bahwa dia bukanlah manusia. Harry menurunkan senjata dan tanpa kata meninggalkan dapur, melihatnya membuat Clara bernapas dengan lega. Dia bersyukur karena ayahnya mengabulkan permohonannya dan berubah pikiran untuk membunuh Cliff.

Clara memutar tubuh sehingga kini dia bisa menatap sosok putranya dengan jelas. Putranya masih menggeram sambil menyeringai memperlihatkan taring-taringnya. Clara tahu reaksi yang diperlihatkan Cliff ini adalah bentuk rasa takut karena untuk pertama kalinya dia diperlakukan seperti ini oleh orang lain. Dia mengusap lembut wajah putranya, berusaha untuk menenangkannya.

“Tenanglah, Sayang. Ibu di sini. Tidak akan ada yang menyakitimu,” bujuknya dengan kedua tangan yang terus membelai wajah Cliff penuh sayang.

“Nona Clara ... jangan dekat-dekat dengannya. Dia itu berbahaya. Tadi dia ingin menggigit saya.” Clara menoleh ke arah pelayannya dengan wajah terkejut. Dia hanya tidak mempercayai bahwa Cliff nyaris membunuh pelayannya itu. Dia melirik ke arah jari tangan pelayan itu yang tampak mengeluarkan beberapa tetes darah, dia pun memahami alasan Cliff nyaris menggigitnya pasti itu karena Cliff mencium bau darah pelayan itu.

“Dia tidak berbahaya, dia ini putraku. Bibi pergilah dari sini dan segeralah obati luka di jari tanganmu itu.”

“B-Baiklah, Nona.” Pelayan itu segera bangkit dan tanpa ragu bergegas meninggalkan dapur. Sebenarnya dia memang sudah ketakutan setengah mati dan ingin segera meninggalkan makhluk yang menurutnya sangat berbahaya.

“Ibu ...” Clara kembali menatap ke arah Cliff ketika dia mendengar suara sang putra yang memanggil namanya.

“Ya, Sayang. Kenapa kau keluar dari pondok dan masuk ke dalam rumah ini? Ibu sudah pernah bilang padamu, jangan pernah meninggalkan pondok!” Ucapnya sedikit membentak.

“Aku bosan dan ingin hidup bebas seperti orang lain.” Jawaban itu cukup membuat butir-butir air mata kembali berjatuhan dari kelopak mata indah Clara. Dia sangat memahami penderitaan putranya. Bagi Clara sesuatu yang wajar jika Cliff menginginkan hal sederhana yang bernama kebebasan, namun di saat yang bersamaan dia menyadari bahwa keinginan yang sederhana itu mustahil bisa didapatkan oleh putranya.

“Maafkan ibu ...” Hanya kata-kata itu yang mampu terlontar dari bibir tipisnya. Ya, hanya sebuah permintaan maaf saja yang bisa dia berikan pada putranya karena nyatanya keinginan sang putra yang sederhana itu sampai kapan pun tak bisa dia berikan.

“Tangkap dan ikat makhluk itu!!” Clara terperanjat ketika mendengar teriakan ayahnya yang tidak disadarinya sudah kembali berdiri di dalam dapur. Di belakangnya beberapa pegawai ayahnya mengikuti dan menerobos masuk ke dalam dapur dengan sebuah tali yang berada di tangan mereka.

“Apa yang ingin kalian lakukan? Jangan menyakiti putraku!!” Clara berusaha menghalangi beberapa pegawai ayahnya yang mendekat ke arah Cliff. Dia menghalangi tubuh Cliff dengan tubuhnya, mecoba sebisanya untuk melindungi putranya.

“Clara, menyingkir dari sana. Jangan halangi mereka!!” Tentu Clara mengabaikannya meski ayahnya berteriak berkali-kali padanya, menyuruhnya untuk membiarkan beberapa pegawai ayahnya itu mengikat tubuh Cliff. Merasa kesal dengan kekeras kepalaan Clara, Harry menghampiri Clara dan mencengkeram tangannya erat. Dengan paksa dia seret tubuh Clara agar menjauh dari tubuh Cliff.

“Ayah, lepaskan aku. Aku mohon jangan sakiti dia. Dia itu cucumu, Ayah,” pintanya dengan sendu, jangan lupakan air mata yang sudah menganak sungai di wajahnya.

“Dia bukan cucuku, dia itu monster. Tunggu apalagi? Cepat ikat dia!!” Titah Harry pada para pegawainya. Sontak mereka langsung menuruti perintah sang majikan, mereka semakin mendekati Cliff bersiap untuk mengikatnya. Cliff yang cerdas tentu menyadari bahwa dirinya berada dalam bahaya. Dia tidak tinggal diam, dia menyeringai memperlihatkan taring-taring tajam yang membuat pria-pria dewasa yang kini mengelilinginya bergidik ngeri, bahkan beberapa dari mereka melangkah mundur tampak takut pada Cliff.

“Jangan takut padanya, dia hanya anak berusia 12 tahun. Tangkap dan ikat dia!!” Tambah Harry yang sepertinya berhasil menghilangkan keraguan dan rasa takut dalam diri para pegawainya. Mereka melangkah semakin mendekati Cliff mengabaikan rasa takut mereka karena menyaksikan makhluk aneh yang menurut mereka baru pertama kali mereka lihat. Cliff tidak tinggal diam, dia melakukan perlawanan dengan bermaksud untuk mencakar mereka dengan kuku-kuku jarinya yang entah sejak kapan menjadi memanjang dengan sendirinya. Mungkin nalurinya sebagai vampir yang mampu merasakan bahaya di sekitarnya membuat salah satu senjatanya untuk melindungi diri muncul dengan sendirinya.

Cliff berhasil melukai salah satu dari mereka, cakarnya membuat salah satu dari mereka terluka di bagian tangan hingga mengeluarkan darah. Para pegawai itu kembali melangkah mundur dan ragu untuk mendekati Cliff setelah melihat bukti nyata bahwa dia memang makhluk yang sangat berbahaya.

Harry geram melihatnya, membuat amarah kembali memuncak di dalam dirinya. Dia mengambil kembali senapan dan untuk kedua kalinya bermaksud untuk menembak Cliff.

“Ayah, hentikan! Jangan tembak dia!!”

“Kau lihat, dia berbahaya. Dia melukai salah seorang pegawaiku dan tadi sebelum kau datang, dia nyaris menggigit pelayan kita. Ayah tidak bisa membiarkannya, ayah harus membunuh monster itu.”

“Tolong ayah jangan lakukan itu. Aku mohon padamu, Ayah.” Clara berlutut di depan sang ayah sambil tangannya yang erat memeluk pinggang ayahnya.

“Ayah, aku mohon. Dia itu tetaplah cucumu.” Untuk sesaat Harry tertegun, meski dia tidak ingin mengakui hal ini tapi kenyataan makhluk itu dilahirkan oleh putrinya, membuatnya mau tidak mau menyadari kebenaran dari perkataan Clara.

“Jika kau tidak ingin ayah menembaknya. Suruh dia diam dan biarkan mereka mengikatnya.” Clara mengangguk, menyadari lebih baik Cliff diikat daripada harus ditembak mati tepat di depan matanya. Clara kembali berdiri dan menatap ke arah Cliff yang masih tersulut emosi karena dia masih belum berhenti memasang posisi untuk melindungi diri dari para pegawai ayahnya yang hingga detik ini masih mengelilinginya.

“Cliff, hentikan! Jangan melawan mereka. Ini Ibu, Nak. Dengarkan apa yang ibu katakan.” Cliff mendengar perkataan ibunya, mendengarnya sangat jelas. Di relung hatinya dia merasa kecewa mendengar perkataan ibunya. Ibunya terlihat tidak bermaksud untuk menolongnya, dia justru menyuruhnya untuk berhenti melindungi diri sendiri dari orang-orang yang bermaksud menyakitinya.

“Cliff, jangan menyakiti mereka lagi. Turuti mereka, mereka tidak akan menyakitimu. Percayalah pada ibu.” Cliff menatap tajam ke arah ibunya, tentu dia tidak ingin menuruti perkataan ibunya itu karena sekilaspun dia tahu, jika dia menurutinya maka akan berakhir dengan dirinya yang akan dilukai oleh orang-orang asing itu. Kira-kira begitulah yang sedang dipikirkan Cliff saat ini.

“Sayang, kau tidak percaya pada ibu? Ibu sangat menyayangimu, Cliff. Tidak akan ibu biarkan mereka menyakitimu. Percayalah pada ibu, Nak.” Air mata Clara tak hentinya mengalir, bahkan tubuhnya bergetar menahan kesedihan. Cliff merasakan hatinya tercubit, nyeri sekali melihat sosok ibunya yang tampak rapuh itu. Diakui olehnya, dia pun sangat menyayangi ibunya. Karena itu akhirnya dia memutuskan untuk mempercayai ibunya, dia menurunkan posisi pertahanannya. Kedua tangannya yang sejak tadi siap menerkam siapa pun yang hendak mendekatinya, kini dia turunkan. Dia katupkan bibirnya sehingga taring-taring tajamnya yang mampu menakuti siapa pun yang melihatnya, kini tak terlihat lagi. Menyaksikan perubahan pada sikap Cliff, tentu dimanfaatkan oleh para pegawai Harry. Mereka menangkap Cliff dan mengikatnya dengan tali. Mengikatnya sangat erat sehingga mustahil dia bisa melepaskan diri. Cliff sama sekali tidak melakukan perlawanan apa pun selama tubuhnya diikat, dalam pikirannya hanya satu, dia tidak peduli meskipun dirinya disakiti orang-orang asing itu selama dengan hal itu membuat air mata ibunya berhenti mengalir.

“Clara, ikut ayah. Ada banyak hal yang ingin ayah tanyakan padamu.” Harry berucap dengan ketus, melangkah pergi meninggalkan dapur. Clara menatap putranya dengan sendu, putranya yang dalam keadaan terikat dan dikelilingi oleh para pegawai ayahnya. Akhirnya dia pun melangkah meninggalkan dapur, dia sadar di saat seperti ini tidak ada pilihan baginya selain menuruti perkataan ayahnya.

Harry duduk dengan sombong di ruang kerjanya, menunggu Clara datang. Tak membutuhkan waktu yang lama hingga putri semata wayangnya itu akhirnya menampakan batang hidungnya.

“Ada apa, Ayah? Apa yang ingin ayah tanyakan padaku?” Tanya Clara dengan suara serak karena terlalu banyak menangis.

“Duduk!!” Titah Harry yang langsung dituruti oleh Clara. Kini mereka duduk berhadap-hadapan, hanya sebuah meja yang menjadi penghalang di antara mereka berdua.

“Makhluk itu ... apa benar dia itu putramu?” Clara mengangguk, mengiyakan bahwa makhluk yang dimaksud oleh ayahnya memang adalah putranya.

“Dia itu bukan manusia. Bagaimana mungkin kau bisa melahirkan monster seperti itu? Ayah tidak ingin mendengar kebohongan lagi, ceritakan semuanya pada Ayah!!” Suara ayahnya terdengar menusuk telinga. Clara memutar bola mata, tampak cemas sekaligus ragu. Tapi dalam situasi seperti ini, dia sadar akan berdampak buruk baginya dan Cliff jika dia membohongi ayahnya. Clara menghembuskan napas lelah, sebelum akhirnya dia membuka mulut untuk menceritakan semua kebenaran pada ayahnya.

Dia ceritakan kejadian silam, di saat dia pergi ke hutan terlarang untuk mencari tanaman obat ajaib guna menyembuhkan penyakit neneknya. Dia pun menceritakan bahwa yang menodainya adalah salah satu makhluk penghuni hutan itu. Clara menceritakan semua kebenaran pada Harry, tanpa ada satu pun yang ditutupinya. Dia bahkan akhirnya mengakui bahwa selama ini, dia dan ibunya sengaja menyembunyikan rahasia tentang Cliff.

Selama mendengar cerita Clara, Harry hanya mampu menganga dengan kedua mata yang membulat dengan lebar. Dia hanya tidak menyangka selama ini telah dibohongi dan dibodohi oleh istri dan putrinya sendiri. Marah? Tentu dia marah. Kecewa? Tak perlu ditanyakan lagi, tentu saja hatinya diliputi kekecewaan yang amat besar pada istri dan putrinya. Dia tidak mengira istri dan putrinya akan melakukan sesuatu senekat ini. Mereka menyembunyikan monster yang bisa membahayakan umat manusia tanpa sepengetahuannya. Dia bergidik ngeri membayangkan selama 12 tahun ini, dia hidup berdampingan dengan monster itu, meski dia tidak pernah dipertemukan dengannya dan hari ini tepatnya pertemuan pertama mereka.

“Jadi makhluk apa dia sebenarnya?” Tanya Harry, merasa penasaran setelah sejak tadi Clara sama sekali tidak menyebutkan makhluk apa putranya itu.

“D-Dia ... dia adalah vampir.” Harry tersentak hingga tanpa sadar dia bangun dari duduknya.

“M-Maksudmu dia monster penghisap darah!!” teriaknya yang hanya ditanggapi Clara dengan anggukan.

“Bagaimana caranya kau memberinya makan selama ini? Makanannya hanya darah, bukan?” Lagi-lagi Clara hanya mengangguk.

“K-Kami memberinya darah hewan dari peternakanmu, Ayah. Ibu meminta salah satu pegawai ayah untuk menyisihkan darah dari hewan yang disembelih di peternakan setiap hari.” Harry kembali duduk dengan lemas di kursinya, dia benar-benar tidak menyangka telah dibodohi oleh istri dan putrinya selama ini. Dia benar-benar tidak tahu apa pun, dia bahkan tidak menyadari istri dan putrinya menyembunyikan rahasia sebesar ini darinya.

“Kau dan ibumu membuatku sangat kecewa. Kalian menipuku selama ini. Sudah banyak kerugian yang kalian berikan padaku. Tanpa kuketahui, rumahku menjadi rumah bagi monster itu. Dan peternakanku menjadi penyedia makanan bagi monster itu. Aku tidak bisa menerima ini dan tidak bisa memaafkan kesalahan kalian berdua.” Clara terhenyak mendengarnya. Dia menyadari kesalahan yang telah dilakukannya karena selama ini telah menyembunyikan hal ini dari ayahnya. Tapi dia tidak pernah menyangka ayahnya akan bereaksi seperti ini.

Dia bangun dari duduknya, menghampiri ayahnya dan berlutut di depan sang ayah.

“Maafkan kami, Ayah. Kami terpaksa melakukannya,” pintanya lirih dengan air mata yang kembali mengalir deras dari pelupuk matanya.

“Jangan memanggilku ayah lagi, aku tidak sudi memiliki putri sepertimu. Sudah membuatku malu, mencoreng nama baik keluarga, menipuku, banyak memberikan kerugian padaku dan yang paling tidak membuatku sudi karena kau melahirkan monster mengerikan seperti itu.”

“Ayah, semua ini bukan keinginanku. Aku juga tidak pernah berharap akan melahirkan seorang vampir.” Harry sama sekali tak tersentuh ataupun iba mendengar kata-kata Clara, padahal yang dikatakannya memang benar. Semua yang terjadi di dalam hidupnya, tentunya bukanlah yang diinginkan oleh Clara.

“Aku akan membunuh monster itu.” Harry bangkit dan menyambar senapan yang dia letakkan di atas meja. Dia hendak melangkah meninggalkan ruang kerjanya, namun terhenti karena Clara yang memegangi kakinya erat.

“Ayah, aku mohon jangan lakukan itu. Jangan membunuh cucumu sendiri.”

“Jangan menyebutnya sebagai cucuku, aku tidak sudi menerimanya sebagai cucuku. Dia monster berbahaya yang bisa membunuh manusia dengan mudah. Sebelum warga desa mengetahui keberadaan monster itu, aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri,” ujarnya dengan amarah yang terdengar jelas dari nada suaranya.

“Jangan Ayah, aku mohon. Kasihanilah dia, dia juga tidak mengetahui bahwa dia itu seorang vampir. Jangan bunuh dia, Ayah. Jika sedikit saja aku ada di dalam hatimu, tolong jangan bunuh dia, lakukan ini demi aku, Ayah.” Entah mengapa mendengar kata-kata Clara itu, beberapa ingatan di masa lalu berkelebat di dalam kepala Harry. Ingatan ketika istrinya melahirkan Clara dan betapa dia sangat bahagia saat itu. Ingatan ketika dia tertawa bersama, menghabiskan hari-hari bahagianya bersama istri dan putrinya. Dia ingat dulu dia begitu menyayangi putrinya ini, seandainya saja semua kemalangan ini tidak menimpa putrinya tentu saat ini hidup mereka akan dipenuhi kebahagiaan seperti dulu.

“Ayah ... aku mohon, jangan bunuh dia. Bunuh saja aku karena aku telah melakukan banyak kesalahan padamu. Aku juga sudah banyak mengecewakanmu. Bunuh saja aku tapi jangan putraku. Aku mohon padamu, Ayah.” Harry mengepalkan tangannya erat, hatinya bagai tersayat benda tajam mendengar permintaan putrinya. Semarah apa pun dia pada Clara, mustahil dia sanggup membunuh putri yang begitu disayanginya dulu.

“Pergilah. Bawa dia sejauh mungkin dari desa ini, hanya itu yang bisa kau lakukan untuk menyelamatkannya.” Clara terhenyak, lagi-lagi dia tidak menyangka ayahnya akan mengatakan ini.

“Pergi dari desa ini? T-Tapi ke mana kami harus pergi, Ayah?”

“Ke mana saja asalkan jauh dari desa ini. Dan mulai sekarang jangan pernah memanggilku ayah lagi, anggap saja ayahmu ini telah mati.” Harry kembali melangkah, dia menghentakkan kaki sehingga tangan Clara yang memeganginya terlepas dengan sendirinya. Harry meninggalkan Clara seorang diri di dalam ruang kerjanya. Kini wajah Clara terlihat kebingungan. Tak hentinya dia berpikir, ke mana dia harus membawa putranya pergi. Tak ada satu pun tempat yang bisa dijadikannya sebagai tempat tinggal selain desa ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel