Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

CHAPTER 10

Ketika dia melihat hutan yang dimaksud sang ibu dalam tulisannya, tanpa ragu Cliff berlari sekencang yang dia bisa memasuki hutan yang tidak lain merupakan hutan terlarang. Harapannya hanyalah dia bisa bertemu dengan seseorang yang bisa menyelamatkan ibunya.

Ketika dia telah berada di dalam hutan, dia masih berlari dengan tatapan yang berkeliling menatap sekitar. Meski keadaan hutan ini sangat gelap tapi beruntung kedua matanya masih bisa melihat keadaan di sekeliling.

“Tolong! Siapa pun tolong aku!!!” teriaknya kencang sekali. Keadaan hutan yang memang sepi itu, membuat suara teriakan Cliff terdengar menggema di dalam hutan.

“Aku mohon siapa pun tolong aku. Selamatkan ibuku!!!” Dia terus berlari sambil berteriak. Sejauh matanya memandang tidak ada seorang pun di dalam hutan itu. Tapi dia tidak ingin menyerah, dia tetap yakin bahwa dia akan bertemu seseorang di dalam hutan yang mampu menyelamatkan nyawa ibunya.

“TOLONG AKU!!!!!” Teriakannya paling kencang itu benar-benar nyaring memenuhi hutan. Dia berhenti berlari, berusaha mengatur napas yang terengah. Lalu dia terlonjak ketika merasakan angin berhembus dingin menerpa kulitnya. Bersamaan dengan itu, matanya menangkap sesuatu bergerak dengan cepat. Tapi dia tidak tahu apa itu karena matanya tidak mampu menangkap dengan jelas sesuatu yang bergerak dengan cepat tadi.

“Apa yang dilakukan bocah sepertimu sendirian di dalam hutan?”

Sebuah suara tertangkap telinga Cliff, dia mendongak ke arah pohon yang tepat berada di belakangnya. Kedua matanya membulat sempurna ketika dia melihat sosok seseorang sedang duduk di atas salah satu cabang dengan punggungnya bersandar manis pada batang pohon. Kegelapan di dalam hutan itu membuat Cliff tidak bisa melihat sosok orang itu dengan jelas, hanya kedua mata sosok itu yang menyala berwarna merah yang bisa dilihatnya dengan jelas.

Wusshhh

Orang itu turun dengan cepat dari atas pohon dan kini berdiri dengan gagah tepat di depan Cliff. Dalam pandangan Cliff, seseorang yang berdiri di depannya itu adalah seorang pria muda yang dia perkirakan berusia sekitar 20 tahunan. Iris mata yang berwarna merah itu entah mengapa mengingatkannya pada dirinya sendiri. Cliff selalu heran ketika melihat pantulan dirinya di cermin, dia heran kenapa iris matanya berbeda dengan ibu maupun neneknya. Tapi kini seorang pria asing berdiri di depannya dengan iris mata yang sama persis dengannya. Mengabaikan rasa penasarannya, akhirnya Cliff merasa memiliki harapan. Dia yakin pria itu bisa menyelamatkan nyawa ibunya.

“Tuan, tolong selamatkan ibuku,” pintanya dengan sendu, sedangkan pria itu tidak mengatakan apa pun. Tatapannya intens tertuju pada Cliff.

“Ibuku berada dalam bahaya. Aku mohon selamatkan dia.” Lagi-lagi pria itu mengabaikan Cliff, tatapannya masih tetap tertuju ke arah Cliff tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Merasa kesal melihat kediaman pria itu, Cliff memberanikan diri untuk memegang erat tangan pria itu. Lalu dia menariknya paksa agar mengikutinya. Beruntung pria itu tidak menolak dan hanya berjalan mengikuti Cliff. Dia bahkan tidak menepis tangan Cliff yang masih erat memegangnya. Cliff mengajaknya berlari dan pria itu hanya diam mengikuti.

Ketika akhirnya mereka tiba di gubuk tempat Clara berada. Cliff langsung menerjang tubuh sang ibu ketika dilihatnya kedua mata ibunya masih terpejam dengan erat. Dia guncangkan tubuh ibunya berkali-kali berharap akan kembali membuka kedua matanya.

Clara yang sudah di detik-detik hembusan napas terakhirnya masih merasakan guncangan yang disebabkan oleh putranya. Suara tangisan pilu putranya pun samar-samar masih bisa dia dengar. Dengan susah payah, dia membuka kedua mata sayunya.

“Ibu lihatlah, aku membawa seseorang bersamaku. Dia akan menyelamatkan ibu. Tuan, tolong lakukan sesuatu untuk menyelamatkan ibuku,” ucap Cliff penuh semangat, dia lega melihat ibunya membuka sedikit matanya. Clara menatap ke arah depan, meski dengan penglihatan yang mulai buram dia masih bisa melihat sosok pria berpakaian serba hitam berdiri tepat di depannya. Dia mengedipkan mata perlahan agar penglihatannya bisa lebih jelas. Ketika tatapannya kini tepat tertuju pada wajah pria itu, Clara tahu betul siapa pria itu.

Di tengah-tengah kesadarannya yang nyaris hilang, ingatan di dalam hutan terlarang 12 tahun silam tiba-tiba berkelebat di kepalanya. Dia ingat sempat melihat sosok pria berpakaian serba hitam saat itu, dan dia yakin pria yang saat ini tengah berdiri di hadapannya adalah pria yang ditemuinya di dalam hutan terlarang. Terutama melihat wajah pria itu yang sangat mirip dengan Cliff membuat Clara semakin yakin bahwa pria itu memanglah pria yang selama ini selalu dibencinya. Pria itu tak mengeluarkan suara, dia hanya menatap Clara dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Sebenarnya Clara ingin mengungkapkan semua kebenciannya pada pria itu. Namun, di relung hatinya yang terdalam dia merasa lega karena keinginannya untuk melihat wajah pria yang menodainya meski hanya sekali saja, kini menjadi kenyataan. Pria itu sedang berdiri tepat di depan matanya. Dalam pandangan Clara, pria itu sangat tampan dan mempesona. Selain itu, dia terlihat sangat muda jika dibandingkan dirinya. Padahal selama ini dia selalu membayangkan pria itu adalah pria tua mata keranjang yang dengan kejam telah merenggut kesuciannya.

Seharusnya dia memasang wajah penuh amarah pada pria itu, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Clara tersenyum dalam hembusan napas terakhirnya. Sebuah senyuman yang menandakan tidak ada lagi yang dikhawatirkannya. Dia merasa lega karena Cliff sudah bertemu dengan seseorang yang tepat, tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkannya. Dia sudah siap meninggalkan putranya.

Cliff terlonjak ketika melihat kedua mata ibunya kembali terpejam, bahkan napasnya yang sejak tadi terlihat lemah kini sudah tidak ada lagi. Menyadari sang ibu telah meninggalkannya untuk selamanya, Cliff memeluk ibunya erat dengan air mata yang sudah menganak sungai di wajahnya.

“Ibu!! Jangan tinggalkan aku. Aku mohon buka matamu!!” teriaknya sambil mengguncang-guncangkan tubuh ibunya kencang. Sedangkan pria yang masih berdiri dengan tenang itu hanya menatap adegan mengharukan antara ibu dan anak itu tanpa melakukan apa pun. Dia melihat secarik kertas tergeletak di lantai, dia mengambil kertas itu dan membaca tulisan yang tertera di sana.

“Apa ibu marah padaku karena aku selalu bertanya tentang ayah? Maafkan aku, Bu. Aku janji tidak akan membicarakan lagi tentangnya jadi aku mohon bukalah matamu. Jangan menghukumku seperti ini. Jangan tinggalkan aku. Aku hanya punya ibu di dunia ini. Jika ibu meninggalkanku, ke mana aku harus pergi?” Cliff semakin terisak, dia tak henti mengguncang tubuh ibunya.

Sedangkan pria itu kini tengah menatap ke arah tangan Clara yang sedang menggenggam sebuah gunting, melihatnya membuat pria itu menyadari apa yang telah dilakukan Clara. Dia memang sengaja mengakhiri hidupnya sendiri.

“Ibu! Bangun, Bu!”

“Ibumu sudah mati,” ucap pria itu akhirnya setelah sejak tadi hanya diam membisu. Cliff menatap nyalang padanya tersirat amarah yang begitu meluap di dalam dirinya.

“Ibuku belum mati, dia hanya sedang tidur. Kenapa Tuan tidak melakukan apa pun untuk menyelamatkan ibuku? Kenapa anda hanya berdiri diam di sana? Padahal aku membawa anda kemari berharap anda bisa menyelamatkan ibuku,” ujar Cliff, dia lontarkan semua kemarahannya pada pria itu.

“Tidak ada yang bisa menghentikan kematian. Ini memang sudah kodratnya,” ucapnya dingin yang membuat Cliff semakin merasa kesal. Mengabaikan kekesalannya, Cliff lebih memilih kembali memeluk ibunya. Namun, Cliff tersentak ketika pria itu tiba-tiba mengangkat tubuh ibunya dan memangkunya.

“A-Apa yang anda lakukan? Turunkan ibuku!!” Pinta Cliff sambil berusaha membebaskan ibunya dari dekapan pria itu.

“Dia sudah mati, kita harus menguburkannya.”

“Tidak!! Biarkan ibuku tetap di sini. Aku akan menjaganya, aku tidak akan pernah meninggalkannya.” Pria itu mengabaikan perkataan Cliff dan mengabaikannya yang terus memberontak berusaha mengambil kembali tubuh ibunya. Dia terus berjalan membawa Clara dalam pangkuannya.

Sedangkan Cliff terus meronta meminta tubuh ibunya diturunkan bahkan ketika pria itu menggali tanah untuk tempat ibunya dimakamkan, Cliff masih setia memeluk ibunya sambil tak henti mengguncang tubuh ibunya. Harapannya masih sama, dia masih berharap ibunya akan kembali membuka kedua matanya.

Cliff kembali histeris ketika pria itu akhirnya memasukan tubuh Clara ke dalam lubang di tanah yang sudah digalinya. Air mata Cliff semakin mengalir deras ketika tanah sedikit demi sedikit menutupi tubuh ibunya hingga membuat tubuh ibunya terkubur sepenuhnya.

“Ibuuuu! Kenapa kau tega meninggalkanku sendirian? Aku tidak tahu ke mana harus pergi sekarang!!” teriaknya dengan tangisan pilu di atas kuburan ibunya.

“Hapus air matamu.” Cliff menoleh dan menatap tajam pemilik suara itu yang tidak lain adalah pria yang dibawanya dari dalam hutan tadi.

“Kenapa aku harus menghapus air mataku? Aku tidak bisa menerima kematian ibuku dan kau jangan ikut campur urusanku!!” Timpal Cliff ketus, dia bahkan tidak mempedulikan sopan santun lagi. Padahal dari buku yang dulu pernah dibacanya, dia harus bersikap sopan di depan orang yang lebih tua darinya. Meski pria di depannya ini terlihat masih muda, tapi Cliff tahu persis dia lebih tua darinya.

“Karena seorang pria tidak boleh meneteskan air mata, itu akan membuatmu terlihat lemah. Berdirilah dan ikut denganku.” Cliff membelalak kali ini, dia mengernyit heran tak mengerti ucapan pria yang menurutnya asing baginya.

“Kenapa aku harus ikut denganmu? Kita tidak memiliki hubungan apa pun.”

“Bukankah selama ini kau mencari ayahmu? Sekarang kau tidak perlu lagi mencarinya karena dia sudah berdiri di depanmu.” Cliff semakin mengernyit heran hingga tanpa sadar dia bangkit berdiri. Dia berjalan menghampiri pria itu sehingga membuatnya kini berhadap-hadapan dengannya.

“A-Apa maksudnya?” tanya Cliff tak mengerti.

“Ayahmu adalah aku. Mulai sekarang kau akan tinggal bersamaku.” Cliff menatap tak percaya pada sosok pria yang mengaku sebagai ayahnya itu, menurutnya hal ini memang sulit dipercaya terutama jika melihat penampilan pria itu yang terlihat masih sangat muda. Meski tak dipungkiri, dalam surat yang ditinggalkan ibunya tadi, ibunya memang mengatakan dia akan bertemu dengan ayahnya jika datang ke hutan.

“M-Mustahil ... anda terlihat masih sangat muda. Ayahku seharusnya terlihat lebih tua dari anda.”

“Kita bangsa vampir merupakan makhluk abadi. Penampilan kita akan tetap awet muda seumur hidup kita.” Cliff semakin membelalak. Kata vampir yang diucapkannya jelas belum pernah sekali pun didengar Cliff.

“Vampir ... apa itu vampir?”

“Rupanya ibumu benar-benar merahasiakan hal ini darimu. Kita berbeda dengan manusia. Kita bukan makhluk lemah seperti manusia. Kita monster penghisap darah.”

“J-Jadi aku memang bukan manusia?” Pria itu mengangguk dan Cliff tahu betul berarti pemikirannya selama ini bahwa dia bukan manusia seperti ibu dan neneknya adalah suatu kebenaran.

“Siapa namamu?”

“Cliff,” jawab Cliff singkat dengan tatapan yang masih tampak tak mempercayai perkataan pria di hadapannya.

“Mulai hari ini namamu adalah Cliff Dawson. Kau seorang vampir bangsawan karena kau adalah putraku.” Cliff masih diam membisu, dia menatap intens sosok pria yang mengaku sebagai ayahnya ini.

“Hapus air matamu!” titahnya ketika melihat wajah Cliff masih dibanjiri air mata.

“Ibu tidak pernah mengajarkan padaku bahwa seorang pria tidak boleh menangis.”

“Jika selama ini kau mengikuti ajaran ibumu, mulai sekarang ikutilah apa yang diajarkan oleh ayahmu ini.” Kata-kata terakhir yang dilontarkan pria itu sebelum akhirnya dia melangkahkan kakinya meninggalkan Cliff.

Cliff dilanda kebingungan antara harus mempercayai perkataan pria tadi atau mengabaikannya. Dia menoleh dan menatap sejenak makam ibunya seolah meminta saran pada sang ibu. Tapi pada akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti pria itu. Dia pun memutuskan untuk mempercayai bahwa pria itu adalah sosok ayah yang selama ini ingin ditemuinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel