Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Teman Kecil

Bab 4 Teman Kecil

Pesta masih berlanjut, di halaman sedang bergoyang beberapa pemuda, berkaraoke ria, menyanyikan lagu-lagu dangdut yang cukup asing di telinga. Athira memandang mereka dari atas, tidak berniat untuk bergabung. Ponsel di sakunya kembali bergetar, panggilan masuk dari teman-teman sekolah. Mereka melakukan panggilan vidio kelompok. Karena bosan, akhirnya Athirah menyerah dan mengangkat panggilan mereka. Rusuh. Kesan yang selalu ditampilkan oleh teman-temannya. Mereka sibuk mengusung liburan bersama ke Bali. Sementara Athira memilih menjadi pendengar. Ia sedang berada dalam mood yang tidak baik-baik saja.

“Bagaimana Ra, kamu setujukan kita ke Bali?” tanya salah satu teman Athira dari seberang. “Sepertinya tidak dulu deh. Aku ingin ke gunung dengan kak Denis.” Jawabnya santai.

“Selalu seperti itu. tidak asik. Sekali-kali pantai Ra, jangan gunung mulu.” protes yang lain. Athira hanya tertawa menimpali gerutu teman-temannya.

“Ngelamun mulu Ra.” Athirah menoleh, Denis dengan nampan berisi sarabba dan kue-kue tradisional datang menghampiri. “Sekali-kali kumpul dengan keluarga. Jangan menyendiri mulu.” Ocehnya seperti ibu-ibu yang ia temui beberapa saat lalu.

“Nih. Biar kamu hangat tanpa pelukan. Aku tahu kamu jomblo Ra, gak usah pura-pura malu.” Lanjutnya memberi secangkir sarabba. Tentu saja Athirah menerimanya dengan senang hati, salah satu minuman favorit gadis itu yah, minuman tersebut. Selain sehat, efeknya juga menyegarkan badan, campuran jahe dan gula aren serta beberapa rempah tradisional bisa membantu menghangatkan tubuh d itengah kondisi dingin seperti ini. “Terima kasih.” Kata Athirah tersenyum. Barangkali sudah mulai luluh oleh bujukan Denis.

“Baikan yuk sebelum nanjak.” Denis mengangkat gelas sarabbanya, mengajak bersulang. Sebelah matanya berkedip, khas laki-laki playboy. Athira terkekeh, Denis selalu tahu cara membujuk Athirah jika merajuk seperti sekarang. Apa boleh buat, Athira bukan tipe gadis yang bisa berlama-lama memendam kemarahannya.

“Ra, Mama nginap yah,” Athira menoleh mendengar suara sang Mama dari arah pintu. “Loh, bukannya Mama ngomong kita balik setelah acara selesai?” tanya Athira. Ia tidak bisa menginap, ia merindukan kamarnya. “Ya sudah Ma, nanti Denis yang mengantar Ra pulang. Ya kan sepupu?” Athira menepuk pundak Denis dengan keras hingga laki-laki itu meringis. “Ya sudah, Denis, titip Athira yah.” Kata Mama Athira sebelum meninggalkan kedua bersepupu tersebut. Denis menaikkan dua jempolnya.

**

“Athira.” Athira menoleh mendengar namanya disebut. Seorang pemuda bertubuh jangkung memanggil namanya. Senyum tipis perlahan menghiasi bibir gadis itu. “Rusdi.” Pekik Athirah berbinar. Athirah segera membekap mulutnya begitu sadar beberapa pasang mata menatapnya heran.

“Apa kabar Ra?” tanya Rusdi. Laki-laki itu meninggalkan rombongannya yang sedang duduk bermain domino. kebiasaan orang-orang di Desa ketika mengadakan pesta akan diadakan lomba domino untuk mempererat tali silaturahim sekaligus memeriahkan malam-malam selama pesta berlangsung. Biasanya permainan domino akan dirangkaikan dengan karaoke bersama.

“Pulangnya jadi gak nih?” tanya Denis dengan sebelah mata berkedip. Athirah menyikut sepupunya hingga meringis kesakitan. Yang Denis tahu, Rusdi adalah satu-satunya teman Athirah yang berani datang ke rumah sepupu perempuannya itu. Athirah memilih menarik kursi dan duduk bersama Rusdi, sepertinya ia akan menambah sedikit jam malamnya.

“Aku jadi obat nyamuk nih ceritanya?” tanya Denis lagi. Athirah memilih mengacuhkan sepupunya, jika tidak demikian, maka laki-laki itu akan menggodanya mati-matian. Athirah tidak ingin mati konyol dengan segala macam kejahilan Denis.

“Gimana di kota? Kayaknya betah banget sampai gak pernah pulang-pulang.” Rusdi kembali membuka percakapan. Athirah berdehem, jujur ia risih dilirik secara terang-terangan oleh beberapa pemuda yang ada di sana. “Gimana yah? Haha...,” Athirah terkekeh, ia tidak tahu harus menjawab pertanyaan Rusdi dengan kalimat apa. “Gak kangen kampung halaman apa Ra?” tanya Rusdi lagi. laki-laki itu cerewetnya masih sama rupanya.

“Kangen sih..., tapi, yah gitu.” Athirah kembali terkekeh. Rusdi mengangguk mengerti, ia tahu jika sejak dulu Athirah selalu risih jika kehidupannya selalu menjadi bahan gunjingan orang lain. “Ra, Aku ke sana yah. Gak enak nih jadi obat nyamuk.” Tanpa menunggu persetujuan dari Athira, Denis segera beranjak mendekati gerombolan bapak-bapak yang sedang dangdutan.

“Cita-citanya masih sama kan?” Rusdi kembali bertanya. Athirah diam. Dulu, mereka berjanji akan sekolah di tempat yang sama, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi dengan cita-cita menjadi dokter. Masa kecil yang bahagia.

“Sudah beda sih kayaknya.” Pungkas Athirah ragu. Rusdi terus menjadi pemantik dalam percakapan mereka. Athirah larut dalam percakapan panjang, mengenang masa kecil mereka. “Kamu kan pernah ngompol di celana di kebun jagung.” Athirah terkikih geli, mengingat kekonyolan mereka dulu. Kabur dari sekolah dengan menyusuri perkebunan jagung milik orang tuanya.

“Haha, namanya masih kecil Ra.” Rusdi menggaruk tengkuknya, wajahnya memanas karena malu. Waktu itu Athirah menakutinya dengan ular mati hingga laki-laki itu ngompol di celana. Kenangan yang cukup memalukan sebenarnya. Percakapan mereka berlanjut hingga Athirah lupa diri.

Sejak kecil Athirah terbiasa di rumah saja sehingga gadis itu kadang dianggap sombong oleh tetangga. Nyatanya Athirah hanya tidak pandai bergaul. Malam itu sisi lain dari Athirah terlihat ketika seorang pemuda bernama Rusdi menemuinya dan mengajak Athirah berbicara. Mereka yang berteman sejak SD terlihat akrab dan berbicara layaknya teman pada umumnya. Tertawa dan saling mengolok satu sama lain.

“Ra, mau balik gak ini?” Denis kembali menghampiri sepupunya, suara kok ayam sudah terdengar dan kedua anak manusia itu masih larut dalam percakapan panjang tak berujung. Pembahasan mereka sepertinya tak akan habis hingga esok. Athirah melirik jam tangannya, sedikit melotot, tidak menyangka jika ia akan keasyikan hingga dini hari.

“Nginap aja deh.” Bujuk Denis. Athirah menggeleng cepat, ia segera berpamitan pada Rusdi dan berjalan meninggalkan kedua laki-laki itu. “Bener-bener kamu yah Ra.” Gerutu Denis segera menyusul Athirah yang semakin menjauh. Rusdi tersenyum, nyatanya tidak ada yang berubah dari gadis itu. Tetap keras kepala dan manja.

**

“Ya ampun, anak gadisnya Tetta masih tidur.” Athirah merapatkan kembali selimutnya. Rasanya Athirah baru saja terlelap beberapa menit yang lalu dan sudah dibangunkan oleh sang Ayah. “Lima menit lagi Tetta.” Pinta Athirah menarik selimutnya hingga sebatas leher. Dingin menyeruak mengisi setiap sudut ruangan di kamar Athirah. Lebih dingin dari Ac yang biasa ia gunakan di kota.

“Ayo bangun salat subuh.” Athirah kembali bergumam entah apa yang gadis itu katakan. Ayahnya hanya menggeleng melihat kelakuan putri bungsunya. “Ra, Tetta tunggu di depan.” Athirah mengangguk lemah. Dengan terpaksa ia membuka mata dan memicing melihat remang yang masih menyelimuti kamarnya. Masih terlalu pagi untuk bangun.

“Ra..., jangan tidur lagi.” teriakan Mama menggema hingga ke kamar Athirah. Ingin sekali rasanya Athirah menyeret selimutnya ke mana-mana, ke kamar mandi dan ruangan lain. Menyerah atas dingin yang terus mengusiknya. Nyaman untuk bergumul dengan selimut tebal di kamar.

Setelah melaksanakan rutinitas paginya dengan keadaan mengigil, Athira mencoba melakukan peregangan. Olahraga kecil-kecilan, mana tahu ia bisa lebih hangat setelah ini. Athira memutuskan untuk jogging pagi-pagi di pekarangan rumah.

Matahari mengintip malu-malu, sinar keemasan menyingsing di ufuk barat. Pemandangan yang cukup elegan pagi ini. kicau burung mulai bersahutan, Athirah menyukai segala bunyi yang datang dari alam. Benar-benar menenangkan hati dan kepala.

“Ra bantu Mama nyiapin sarapan yuk.” Athirah yang sedang berlari-lari kecil di taman menyudahi olahraganya. Ia segera menaiki tangga belakang untuk membantu sang Mama. Dengan percaya diri Athirah segera menghampiri dapur, ikut melebur menyiapkan sarapan dengan porsi yang tidak main-main.

“Ra, habis ini jangan tidur lagi yah.” Adalah Tenri, kakak Ipar Athira yang diprediksi akan mengubah penampilan Athirah hari ini. “Jangan menor-menor loh Kak.” protes Athirah. Sudah dipastikan jika wajah Athirah akan menjadi kanvas favorit Tenri. Pasalnya, sudah lama sekali wanita itu meminta Athirah untuk menjadi role modelnya di instagram tetapi Athirah selalu menolak dengan berbagai macam alasan, dan hari ini Tenri akan mewujudkan mimpinya.

“Tenang Ra, paling nyukur alis doang.” Athirah langsung memegang alisnya, menatap Tenri dengan tatapan horor. Enak saja, Athirah sudah merawatnya selama ini lalu Kakak Iparnya akan mencukurnya dengan senang hati. Athirah tidak akan pernah mau.

“Kalau gitu, Athirah gak jadi make up deh.” Putus Athirah segera meninggalkan dapur. Tenri akhirnya bisa menertawakan Athirah sepuasnya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel