Bab 6 . Sampai Tuan Bosan
Selain wanita yang bergelantungan di tiang, ada juga yang duduk di sofa menemani para pria, termasuk Maximillian Qin.
Max menatap ke arah Madeline dan tatapan mereka bertemu. Max memintanya ke tempatnya dengan anggukan kepala, Madeline patuh dan berjalan ke arah di mana pria itu duduk.
Musik di ruangan ini tidak terlalu kencang dan apa yang dibicarakan para pria itu dapat terdengar jelas. Mereka sedang membahas tubuh para wanita yang duduk di samping mereka. Tidak hanya itu, mereka juga menyentuh setiap bagian yang dibicarakan dan tertawa keras.
Madeline mulai merasa mual. Wanita tidak ada harga di depan pria hidung belang tersebut.
"Bersihkan itu!" perintah Max sambil menaikkan satu kakinya ke atas meja.
Madeline terpaku saat menatap sepatu kulit berwarna hitam itu sedikit bernoda. Sepertinya terkena tumpahan anggur.
"Max, apakah kamu sudah berganti selera?"
"Benar! Sejak kapan kamu suka wanita gemuk?"
Ha ha ha!
"Ya, ya, Max sudah bosan dengan wanita cantik!"
Mereka mengejek Madeline, seakan dirinya tidak ada di sana. Hal itu membuat wajah Madeline merona, karena menahan amarah akan ejekan tersebut.
Max mengabaikan ejekan itu dan tetap menatap Madeline, melihat jelas bagaimana raut wajah wanita itu berubah. Max menggoyangkan kakinya, memberi tanda agar noda itu dibersihkan.
Madeline menarik napas dalam dan menatap ke sekitar Maximillian. Dirinya tidak akan menggunakan tisu untuk menghapus noda itu. Dasi pria itu yang terlepas dan masih melingkari lehernya, menarik perhatian Madeline.
Dirinya maju satu langkah mendekati Max dan mengabaikan bagaimana tatapan menghina dari wanita yang berada di pelukan pria itu. Apa gunanya tubuh cantik, jika digunakan secara murahan! Kata-kata itu yang ingin dilontarkan Madeline ke wajah pelacur itu. Namun, ditahannya karena Madeline yakin Max akan semakin mempersulit dirinya.
Tangan Madeline menyentuh ujung dasi yang berada di dada bidang Maximillian. Lalu, dengan satu sentakan kuat menarik dasi itu lepas dari leher pria itu. Dengan santai Madeline meremas dasi yang diketahuinya pasti mahal, lalu berbalik menatap sepatu pria itu. Tanpa rasa bersalah, Madeline mulai menghapus noda di sepatu itu menggunakan dasi.
Semua terdiam menatap apa yang dilakukan Madeline. Namun, ada satu tamu pria yang tidak dapat menahan diri dan bertanya, " Apa yang kamu lakukan?"
Madeline mengangkat wajahnya dan menatap pria yang bertanya dengan wajah polos, lalu berkata, "Sepatu kulit ini sangat mahal dan tidak pantas bagi kertas tisu biasa menyentuh kulit itu. Bukankah dasi ini lebih pantas?"
Max menatap tidak percaya ke arah Madeline. Mulut tajam itu sangat mengganggu dirinya dan hanya akan membuatnya semakin mempersulit wanita itu.
"Selesai, Tuan!" ujar Madeline, sambil melemparkan dasi itu ke atas meja.
Semua orang tegang, termasuk para wanita penghibur. Tidak ada orang waras yang berani mencari masalah dengan Maximillian, Qin yang terkenal kejam dan brutal.
Max menurunkan kakinya dan duduk tegak memperhatikan sepatu yang telah dibersihkan itu. Lalu, menatap Madeline dan berkata, "Apakah kamu tidak senang?"
"Oh, aku sangat bahagia, Tuan! Bagaimana tidak, wanita dengan penampilan seperti ini memiliki kesempatan untuk melayani Tuan Maximillian Qin! Bukankah seharusnya aku membuat persembahan besar-besaran di kuil, untuk mensyukuri berkah ini?" balas Madeline.
"Mungkin! Namun, malam ini baru dimulai dan banyak hal yang masih harus kamu lakukan! Jadi, aku rasa jangan terlalu cepat merasa bahagia!" ujar Max dingin dan mengangkat tangannya meminta Madeline untuk menyingkir.
Jay menarik tangannya, saat Madeline mengabaikan instruksi Tuannya itu. Dirinya dan Jay berdiri di belakang Max, tepatnya di sudut ruangan bagian belakang. Mereka menyaksikan bagaimana pria-pria meminta para wanita memuaskan berahi mereka. Madeline merasa mual dan bersyukur dirinya memiliki tubuh seperti sekarang ini. Setidaknya, dirinya tidak perlu melakukan yang dilakukan wanita-wanita penghibur itu.
Namun, satu hal yang menarik perhatian Madeline. Max tidak berciuman dengan satupun wanita di sana. Pria itu hanya duduk dan membiarkan para wanita bekerja. Tidak ada wanita yang berani menyentuh bagian wajah pria itu.
"He eh, bukankah sangat menggelikan di saat dirinya menikmati semua sentuhan itu, tetapi membatasi bagian tertentu tubuhnya agar tidak tersentuh!" gumam Madeline.
"Jaga ucapanmu!" Jay memperingatkan Madeline.
Madeline mual melihat bagaimana sekumpulan orang itu terlihat seperti hewan. Jadi, Madeline memutuskan untuk menatap keluar dinding kaca. Melihat lautan orang-orang yang menari dengan gila. Dirinya sangat anti dengan kehidupan malam seperti ini, yang hanya merusak moral, otak dan tubuh.
"Perempuan!" panggil Max yang tentunya ditujukan padanya.
Menarik napas dalam, Madeline menghampiri Max dan menunggu perintahnya.
"Bersihkan kekacauan ini!" ujar Max sambil mengancingkan celananya kembali.
Para pria yang sudah terpuaskan mulai berdiri dan melemparkan setumpuk uang di atas meja. Para wanita saling merebut uang itu dan Madeline tidak lagi tahu apa istilah yang cocok untuk manusia-manusia ini.
Madeleine berdiri membeku sambil menunggu mereka semua meninggalkan ruangan ini. Lalu, mulai merapikan botol minuman.
"Peralatan kebersihan ada di balik pintu itu!" ujar Jay.
"Dan, nanti satu pengawal akan mengantarmu kembali ke lantai 30! Kamu beristirahat di sana!" Jay kembali menjelaskan.
Madeline mengangguk dan bertanya, "Berapa lama aku akan terikat seperti ini?"
"Sampai Tuan bosan! Untuk membuatnya cepat bosan, maka aku harap kamu tidak melakukan hal-hal bodoh seperti tadi. Karena, itu hanya akan membuat Tuan semakin merperhatikan dirimu! Dan jika ada yang kamu butuhkan maka tuliskan dan serahkan catatan itu kepada salah satu pengawal!" jelas Jay.
"Apakah saat ini Tuan Max ada di lantai 30?" tanya Madeline cemas.
"Tidak! Tuan memiliki kamar pribadi lainnya. Lantai 30 hanya tempatnya bermain, bukan beristirahat!"
Madeline dapat bernapas lega dan mulai membersihkan kekacauan itu. Kembali mual saat membersihkan bekas-bekas percintaan tadi. Dengan kesal, Madeline melempar dasi tadi ke dalam tempat sampah.
Madeline kembali ke lantai 30 dan sudah ada makanan ringan tersaji di atas meja makan. Dirinya tahu, Jay cukup memperhatikan dirinya dan Madeline bersyukur akan hal tersebut.
Namun, Madeline berencana menurunkan bobot tubuhnya dan makanan ini sungguh memiliki begitu banyak kalori. Maka, Madeline mengambil kertas dan pena, lalu mulai mencatat apa yang dibutuhkannya.
Setelah selesai, Madeline menyerahkan catatan itu kepada salah satu pengawal di depan pintu. Dirinya yakin mereka akan berjaga 24 jam non stop.
Madeline mulai mengantuk dan tidak berencana tidur di ranjang maupun sofa, karena itu sangat menjijikkan.
Madeline mengambil selimut bersih dari lemari dan membentangkannya, di depan kaca jendela besar yang ada di ruang tamu. Ya, dirinya akan tidur di sini ditemani lembutnya cahaya rembulan. Berharap, sinar rembulan dalam menghangatkan hatinya yang terasa begitu dingin.