Bab 3 . Terlilit Hutang
TOK TOK TOK!
Madeline terkejut, saat pintu depan rumah mungil ini diketuk dengan begitu kasar. Buru-buru, Madeline berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Bruk!
Mantan suaminya, ya Madeline begitu yakin pria itu sudah menjadi mantannya, tersungkur di depan kakinya dengan wajah babak belur. Di belakangnya ada beberapa pria berbadan kekar dengan pakaian serba hitam.
"I-ini istriku! D-dia mencuri semua uangku dan melarikan diri! Uangku ada padanya!" ujar David Kang terbata-bata dan menunjuk ke arahnya.
"Serahkan uang itu!" perintah satu pria bertubuh kekar yang melangkah masuk ke dalam rumah mungil ini.
Madeline mundur teratur dan otaknya berusaha mencerna apa yang sedang terjadi.
"K-kita sudah bercerai!" seru Madeline.
"Serahkan uangnya!" perintah pria itu sekali lagi.
"A-ku tidak mengerti apa maksud Anda!" ujar Madeline.
"BRENGSEK! KELUARKAN UANG YANG KAMU BAWA LARI!" teriak David Kang menatap Madeline dengan gusar.
"KAU GILA!" teriak Madeline.
"Geledah!" perintah pria bertubuh kekar itu dan segera, empat orang pria lainnya berlari masuk ke dalam rumah.
Menggeledah rumah mungil ini, tepatnya menghancurkan. Karena, semua barang dibanting sampai hancur.
Madeline hanya dapat menatap dengan ngeri dan tidak mampu berkata apa-apa.
Tidak sampai 5 menit, rumah mungil ini sudah selesai digeledah dan semua barang hancur serta berantakan.
BUK!
Satu tinju melayang tepat di wajah David Kang dan membuatnya terpental ke belakang menghantam dinding, lalu pingsan.
"Bawa wanita itu!" perintah pria berbadan tegap, yang terlihat seperti atasan mereka.
Lalu, dua pria masing-masing mencengkeram lengannya dan menarik Madeline keluar, mengabaikan dirinya yang berteriak meronta-ronta. Dengan kasar, dirinya didorong masuk ke dalam mobil van hitam dan pintu dibanting kasar tepat di depan wajahnya.
Dua orang pria berbadan kekar duduk di kursi penumpang dan pengemudi pada bagian depan.
"Jangan mempersulit pekerjaan kami!" ujar pria yang mengendarai mobil van ini, sebelum menginjak pedal gas dalam dan mobil melaju kencang.
"Ini penculikan! S-setidaknya katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi!" ujar Madeline yang berusaha terdengar berani.
"Suamimu berhutang di kasino milik Bos kami!" jelas salah satu pria berbadan kekar.
"Lalu, minta pada orang tuanya! Mereka sangat kaya dan pasti akan melunasi hutang anak kesayangan mereka!" ujar Madeline langsung.
"Tidak bisa!" jawab pria itu datar.
"MENGAPA?" tanya Madeline frustasi.
"Karena usaha mereka bangkrut dan semua aset sudah di sita pihak Bank! Jadi, kami hanya bisa menagih dari uang tunai yang kamu bawa lari!" jawab pria itu.
"Uang? Uang apa? Kami hendak bercerai, bahkan aku tidak menuntut sepeser pun dari perceraian itu!" jelas Madeline.
"Uang yang dikatakan suamimu kamu curi darinya!" jawab pria itu kembali.
Ha ha ha!
Madeline tertawa getir dan berkata, "Kalian ditipu!"
"Kami tidak peduli! Kami hanya butuh membawa seseorang yang bertanggung jawab ke hadapan Bos!" jawab pria itu kembali.
Madeline tidak lagi membalas perkataan pria itu. Dirinya mulai mencoba membuka pintu mobil dan sia-sia, karena itu terkunci. Lalu, Madeline melepaskan sepatunya berpikir untuk memecahkan kaca jendela.
"Kaca mobil adalah kaca tahan peluru! Jadi, lebih baik simpan tenaga Anda!" ujar pria di depan.
Madeline menatapnya tajam dan mengenakan sepatunya kembali. Lagipula pada zaman sekarang, mereka tentu tidak akan membunuh orang dengan mudah bukan? Dirinya cukup membuktikan tidak memiliki uang dan masalah selesai, batinnya.
Jadi, Madeline mengikuti saran pria itu dan duduk bersandar berusaha mengatur napasnya.
Mobil masuk ke dalam halaman gedung Kasino ternama di kota ini, negara ini tepatnya. Gedung Kasino yang megah, dibangun menyatu dengan gedung hotel bintang lima. Apakah suaminya berjudi di sini? Dasar pria brengsek. Kedua tangan Madeline terkepal erat, menahan amarah yang mulai menguasai dirinya.
Mobil berhenti di pintu samping Kasino. Tentu saja, mereka tidak mau mengambil resiko dirinya berteriak-teriak di tengah lobi yang ramai pengunjung.
Negara S, terkenal dengan bisnis perjudian. Semua orang tahu bisnis perjudian ini adalah milik Keluarga Qin. Di samping memiliki bisnis kelam, mereka juga menguasai beberapa bidang bisnis lainnya, seperti perhotelan dan pusat perbelanjaan. Bahkan beberapa anggota kelurga Qin terlibat dalam dunia politik. Konon, Madeline pernah mendengar bahwa pewaris bisnis ini adalah seorang pria muda yang begitu tampan. Tidak mudah bertemu dengan pewaris Qin itu, yang memang tidak suka tampil di publik.
Madeline menggelengkan kepalanya, membuang jauh-jauh akan pikirannya mengenai sejarah Keluarga Qin. Saat ini, dirinya seharusnya merasa khawatir.
Pengawal itu membuka pintu mobil untuknya dan hendak mencengkeram lengannya kembali. Namun, Madeline berkata dengan dingin, "Aku bisa sendiri!"
Pria itu mengangguk dan mempersilahkan dirinya masuk terlebih dahulu. Madeline melangkah dengan pasti dan mengikuti kedua pria itu menuju lift yang ada di bagian belakang.
Masuk di dalam lift dan salah satu pria menekan tombol lantai 30. Yang membuat Madeline terpukau adalah tombol itu sekalian membaca sidik jari pria itu. Itu artinya lantai 30 adalah lantai yang dibatasi dan sepertinya mereka menuju bagian gedung hotel.
Lift melaju naik tanpa henti ke lantai 30. Lift berdenting dan pintu terbuka saat mereka tiba.
Mereka melangkah keluar dari lift dan Madeline melihat begitu banyak pengawal yang berjaga di satu-satunya pintu di lantai ini. Pintu kaca ganda berwarna hitam yang terlihat kokoh.
Mereka saling menganggukkan kepala dan pengawal segera membukakan pintu. Hanya satu pria yang melangkah masuk dan diikuti oleh Madeline. Ruangan begitu luas dengan cahaya lampu kuning yang menenangkan. Interior ruangan bergaya klasik dengan lantai dilapisi karpet tebal berwarna merah keemasan.
Bukan saatnya mengagumi keindahan ruangan ini. Saat ini, Madeline mulai merasa takut, karena tidak akan berguna dirinya berteriak di tempat ini.
Alunan musik lembut mulai terdengar, saat pria itu membuka pintu ganda kayu besar dengan ukiran rumit.
Madeline mengikuti pria itu terus melangkah masuk. Madeline dapat melihat di tengah ruangan ada satu set sofa kulit yang begitu mewah berwarna hitam. Seorang pria duduk di tengah-tengah, sedang menatap ke arah tiga orang wanita yang menari erotis di hadapannya.
Madeline menelan ludah, karena wanita-wanita itu hanya mengenakan celana dalam mini dan bra. Tentu saja, tubuh mereka begitu indah dan seksi.
"Tuan!" sapa pria yang diikuti Madeline.
Maximillian Qin meniup asap cerutunya keluar dari mulutnya dan menatap ke arah bawahannya.
Madeline mengintip dari belakang dan untuk sesaat dirinya terkesima. Pria yang duduk di tengah sofa masih begitu muda. Namun, tatapannya begitu dingin dan gayanya menunjukkan kesombongan yang hakiki. Wajahnya begitu tampan. Alis mata tebal membingkai mata monolid yang runcing, hidung mancung lurus dan bibir tipis sedikit kemerahan. Semua itu disempurnakan dengan rambut tebal berwarna hitam yang tertata rapi dan setelan yang terlihat memang khusus dijahit untuk tubuh sempurna itu. Kaki yang panjang dan dada yang bidang. Satu kata untuk penampilan pria itu, yaitu muda dan sempurna.
"Maaf, Tuan! David Kang tidak mampu membayar hutang, bahkan bisnisnya bangkrut. Namun, kami mendapatkan informasi, bahwa wanita ini membawa lari uangnya!" jelas pria itu dan bergeser ke samping, agar Tuannya dapat melihat Madeline.
Max yang duduk bersandar, melirik ke arahnya seakan menilai penampilan Madeline.
"Kamu membawanya ke sini! Itu artinya, kamu tidak mendapatkan uang?" tanya Max sambil menghisap cerutunya.