Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Berdandanlah yang Cantik!

Jovie buru-buru melepas tangan Jace yang mengganggam erat tangannya. Kecanggungan menyelimuti wanita berparas cantik itu. Napasnya sedikit tercekat. Lidahnya seolah kehilangan kata untuk berucap, tapi sebisa mungkin Jovie berusaha tenang.

“Ada hal lain lagi yang ingin kau sampaikan, Corey?” tanya Jovie sambil mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dengan Jace.

Corey menggelengkan kepalanya. “Kurasa sudah cukup, yang terpenting mulai saat ini tolong layani Jace dengan baik. Dia investor dari hotel kita, dan Jace juga teman dekatku.”

Jovie tanpa sadar menghela napas dan berhasil mencuri perhatian dari Jace. “Kalau begitu aku akan kembali ke ruanganku. Permisi.”

Wanita cantik itu buru-buru keluar dari ruangan kerja Corey. Bahunya turun sambil menghentakkan kakinya setelah memastikan bahwa pintu telah tertutup rapat dari luar. Sekujur tubuhnya terasa merinding saat mengingat kejadian malam itu. Kejadian di mana dia memergoki Jace melakukan pergulatan panas dengan wanita lain. Entah apa hubungan di antara mereka. Yang pasti Jovie benar-benar merasa canggung dan malu mengingat yang kemarin.

“Ck! Apa yang kau pikirkan, Jovie!” gerutu Jovie pada diri sendiri.

“Jovie…”

Wanita itu tidak mendengar ada seruan di belakangnya. Langkahnya masih tetap mengarah cepat menuju ke ruangannya yang berada tepat di satu lantai di bawah lantai ruangan Corey.

“Jovie…”

“Bisa-bisanya Corey berteman dengan orang aneh dan memutuskan untuk menjalin kerjasama dengan pria aneh seperti itu, astaga!” gerutu Jovie kesal.

“Jovie!”

Jovie tersentak. Badannya berbalik cepat, dan sebelah tangannya ditarik oleh Jace. “Apa yang kau lakukan?!” pekiknya terkejut.

Jace membiarkan Jovie menepis tangannya. Kedua tangannya terangkat ke atas, persis seperti penjahat yang sedang berhadapan dengan detektif. “Aku sudah memanggilmu berkali-kali, tapi kau tidak menoleh.”

Jovie membelalakkan kedua matanya lebar-lebar. “Tetap saja kau tidak bisa menarik tanganku! Itu namanya kau tidak sopan! Kau tahu itu juga sebuah bentuk pelanggaran hukum!”

“Pelanggaran hukum?” Kali ini Jace benar-benar tidak mengerti.

Jovie menaikkan dagunya dengan tetap menyorot tajam pada Jace. “Pelecehan dan kekerasan. Aku bisa melaporkan dirimu atas dua tindakan itu. Pertama pelecehan karena kau sudah mengedipkan matamu dan mengeratkan genggaman tanganmu padaku di ruangan Corey tadi. Kedua, kau baru saja menarik lenganku paksa sampai aku hampir celaka. Aku bisa melampirkan laporan rekaman CCTV untuk menguatkan laporanku itu pada kepolisian!”

Jace tertawa mendengar tuduhan yang terlontar dari mulut Jovie. “Really? Kau benar-benar berpikir bisa menuntutku dengan alasan tidak masuk akal seperti katamu itu? Bukankah seharusnya aku juga bisa menuntutmu untuk kejadian semalam?”

Mulut Jovie langsung terkatup rapat. Dia tidak menduga Jace akan terang-terangan membahas masalah semalam padanya. Debar jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Kakinya seperti jelly yang tidak bisa berkutik sama sekali.

“Sepertinya kau berhutang maaf padaku, Nona Montgomery.” Jace menyeringai, wajahnya terlihat tenang meskipun Jovie terlihat sangat marah bercampur panik padanya.

“Apa yang kau maksud?” Jovie berusaha mempertahankan harga dirinya dengan terus bernada ketus.

“Semalam kau masuk begitu saja saat aku sedang bersenang-senang. Jujur saja, tindakanmu yang dengan tiba-tiba masuk ke kamarku itu membuat ritme permainanku kacau. Bukankah aku juga bisa menuntutmu atas dakwaaan sebagai penguntit dan pelanggaran privasi?” balas Jace telak—dan sukses membuat Jovie bungkam sejenak.

Wajah Jovie berubah menjadi merah padam. Meskipun dia tidak suka dengan sikap Jace, tapi perbuatannya semalam memang salah. Satu-satunya kesalahan yang pernah dia lakukan selama menjabat sebagai manajer di hotel ini, dan sialnya kesalahan itu harus berhadapan langsung dengan seorang seperti Jace.

Tunggu, bukankah dirinya sudah meminta maaf?

Benar, Jovie tidak salah ingat. “Aku semalam sudah minta maaf padamu sebelum keluar kamar!”

Jace menyipitkan mata dengan alis bertaut sambil tetap mempertahankan kedua tangan terbenam di saku celananya. “Kau tidak bisa mengatakan itu sebagai permintaan maaf. Kau pasti tahu tenang etika dalam meminta maaf, kan? Aku tidak menerima permintaa maaf seperti itu,” ucapnya, sambil sedikit membungkuk tepat di depan wajah Jovie sebelum kembali tegak dan menyeringai tipis.

Jovie menghela napasnya dalam-dalam sambil berusaha untuk mengatur emosinya agar tidak meledak dan membuatnya terkena masalah. Cukup kejadian semalam yang hampir membuat karirnya terancam hancur. Oh tidak! Jovie tak membiarkan karir yang dia bangun susah payah menjadi hancur berantakan.

Jovie menatap kedua mata Jace lekat-lekat dan terlihat sangat bertekad. Meskipun dia benar-benar malas berinteraksi dengan Jace, tapi dia mulai menetralkan ego dalam dirinya dan menganggap bahwa ini adalah bagian dari pekerjaanya. Tidak semua relasi memiliki attitude yang baik. Setidaknya mindset itu yang saat ini coba Jovie tanamkan dalam pikirannya.

“Semalam adalah sebuah kesalahan. Aku yang ceroboh karena salah masuk kamar saat menanggapi keluhan tentang tamu hotel yang menginap tepat di sebelah kamarmu. Sekali lagi, maafkan aku.” Jovie kembali meminta maaf pada Jace. Dia sebenarnya enggan untuk mengungkit-ungkit kejadian bodoh tadi malam.

Jace menyeringai puas mendengar permintaan maaf dari wanita yang ada di hadapannya. Menurutnya sangat menyenangkan ketika berhasil mempermainkan seorang wanita yang terlihat menarik di matanya.

“Well, permintaan maafmu akan aku terima, jika nanti malam kita makan malam bersama,” jawab Jace dengan senyuman penuh kemenangan.

Mata Jovie melebar terkejut. “Hey! Jaga sopan santunmu!”

Napas Jovie sedikit memburu. Tangannya mengepal begitu kuat. Dia tidak sengaja mendengar syarat gila dari Jace. “Kau bebas menggoda wanita lain, tapi tidak denganku, Tuan Sherwood! Aku bukan tipe wanita yang bisa kau permainkan!”

Jace tersenyum tipis mendapatkan penolakan dari Jovie. Sorot matanya terlihat mengilat, sangat kontras dengan senyumnya yang sedang berusaha memikat. “Kau mau melanggar perjanjianmu dengan Corey?”

“Apa maksudmu?” Kening Jovie mengerut dalam, menatap bingung Jace.

“Kau tidak lupa Corey sudah memberiku wewenang untuk menghubungimu kapan pun, dan kau wajib membantuku tentang semua hal yang berhubungan dengan pelayanan hotel, bukan? Malam ini aku ingin mencoba untuk makan malam di Resto Lounge Hotel untuk keperluan bisnis bersamamu,” jawab Jace santai.

“Oh, God! Kenapa aku terkenal sial seperti ini?” gerutu Jovie pelan, dan tak terdengar di telinga Jace.

“Kau tadi bilang apa?” tanya Jace lagi.

Jovie menatap Jace dengan sorot lelah, lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak, bukan apa-apa.”

“Jadi, bagaimana makan malam untuk permintaan maafmu? Cepatlah, aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu jawaban darimu, Jovie.” Jace mengatakannya dengan seringai tipis di wajahnya.

Tidak ada pilihan lain. Jovie tidak bisa membantahnya. Tugasnya sebagai manajer hotel memang harus menjamu klien dan relasi dengan baik. “Baik, sesuai dengan apa yang kau inginkan. Nanti malam di Resto Lounge.”

Jace kembali menyeringai puas. Saat ini, dia sudah mengantongi senjata untuk membuat Jovie tidak bisa menolak ajakannya. Jace merapikan jasnya, kemudian berlalu dari Jovie sambil berbisik tepat di telinga wanita itu.

“See you tonight, Jovie. Berdandanlah yang cantik.”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel