Pustaka
Bahasa Indonesia

The Bad Guy

63.0K · Tamat
Abigail Kusuma
54
Bab
527
View
9.0
Rating

Ringkasan

Trauma membuat Jovie Montgomery untuk tidak ingin menikah. Ayahnya pergi meninggalkan ibunya begitu saja, menyisakan luka yang amat dalam untuk Jovie. Baginya semua pria sama. Pria akan pergi di kala rasa cinta sudah hilang dan kejenuhan melanda. Hal tersebut membuat Jovie memagari dirinya agar tak jatuh cinta pada pria mana pun di dunia ini. Sampai suatu ketika takdir mempertemukan Jovie dengan Jace Sherwood—Casanova tampan—yang banyak digilai wanita. Jace merasa tertantang dengan segala penolakan Jovie. Hingga pada suatu saat, Jace bertaruh dengan teman-temannya mendapatkan Jovie. Namun, sayangnya pertaruhan itu terbongkar. Jovie yang tadinya mulai jatuh hati pada Jace, menjadi menjauh pergi. Ini adalah kisah rumit antara Jovie dan Jace. Jovie yang tak percaya pada pria manapun, malah terjebak jatuh cinta pada sosok Casanova yang meninggalkan luka padanya. Lantas bagaimana kelanjutan kisah Jovie dan Jace? Mampukah Jace mendapatkan Jovie kembali? *** Follow me on IG: abigail_kusuma95

RomansaBillionaireCinta Pada Pandangan PertamaWanita Cantikplayboy

Bab 1. Kesalahan Pertama

“Ada masalah apa?” Jovie, manajer operasional Luxio Hotel yang sudah bersiap untuk pulang bertanya pada resepsionis yang baru saja meminta waktunya untuk melaporkan sebuah masalah.

“Baru saja housekeeping melaporkan tentang salah satu tamu hotel di Deluxe Room yang sudah beberapa hari ini tidak menyahuti panggilan dari luar. Bahkan piring kotor dari pesanan service room juga tidak dikeluarkan. Sementara waktu check-in, dia sudah berpesan untuk tidak ada satu orang pun yang masuk ke kamar termasuk housekeeping,” jawab resepsionis dengan wajah khawatir.

Jovie melihat jam tangan di pergelangan kirinya—sudah masuk jam tidur, bisa saja akan menjadi tidak sopan jika dia mengetuk pintu kamarnya sekarang, tapi dia juga khawatir jika sampai terjadi apa-apa dengan tamu hotel.

“Kapan waktu tamu itu check-out?” tanya Jovie lagi.

“Besok siang,” jawab resepsionis sopan.

“Berapa kali housekeeping mencoba untuk memanggil tamu?”

“Setiap waktu housekeeping harus mengangkut piring kotor dari setiap kamar, terhitung dari satu hari yang lalu.”

Jovie menggigit bibir bawahnya. Jelas ada hal yang tidak beres jika sampai berkali-kali tamu tidak menyahuti panggilan housekeeping. “Nomor berapa kamarnya?”

Resepsionis tadi menunjukkan detail pemesanan kamar di layar monitornya. Jovie melihatnya sekilas, kemudian segera membuka tempat master key dan menyambar salah satu sebelum bergegas menuju ke lantai tempat kamar itu berada.

Jovie berdiri di depan kamar yang dimaksud. Beberapa kali ketukan tidak mendapat sahutan. Sebab dia sudah melakukan SOP hotel untuk mengetuk lima kali dan tidak ada sahutan dari dalam, Jovie langsung membuka pintu kamar dengan master key yang dia bawa.

“Selamat malam, layanan manajemen hotel.”

Tidak ada jawaban. Anehnya, Jovie mendengar suara desahan dari arah dalam. Ranjang yang berada di balik sekat membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas. Kening Jovie mengerut bingung dan tak mengerti.

“Maaf, saya mendengar keluhan dari staff kami, saya terpaksa untuk melakukan pemeriksaan. Apakah Anda baik-baik saja?” Jovie kembali bersuara.

Desahan kembali terdengar. Kali ini bersamaan dengan suara hentakan yang membuat jantung Jovie berdetak kencang. Kakinya bergerak pelan ke arah ranjang, sementara kedua tangannya mendekap erat master key yang dari tadi terus dia pegang.

“Ah! Faster, baby!”

Desahan itu kembali terdengar, bersamaan dengan kedua mata Jovie yang menangkap pemandangan tabu. Seorang pria yang sedang bersetubuh dengan wanita muda terlihat membara di hadapannya.

“Come on, baby! Ah!”

Wanita itu tidak memperhatikan kedatangan Jovie. Dia terlalu menikmati hunjaman dari pria tampan itu dari dalam selimut tebal. Otot tubuh yang terbentuk sempurna, terlihat mengilat dibasahi keringat.

Jovie terkejut. Tubuhnya tiba-tiba mematung, tidak menyangka dia akan melihat hal seperti ini. Sialnya, pria itu terlanjur melihatnya. Masih dengan posisi yang terjepit di antara paha mulus si wanita muda, pria tampan itu menoleh dengan seringai tajam.

“Astaga!” pekik Jovie akhirnya.

Badannya berbalik cepat, memunggungi kedua orang yang masih saling bergelut dalam permainan panas di antara desahan yang semakin cepat. Tanpa disuruh, Jovie segera bergerak cepat meninggalkan ruangan itu, tapi saat itu juga dia menyadari bahwa tindakannya adalah salah besar. Dia tidak bisa berlalu begitu saja.

Dalam keadaan mata yang terpejam erat, Jovie kembali membalikkan badannya. “Maafkan saya! Maaf saya salah kamar.”

Pria itu kembali menoleh tak merespon ucapan Jovie. Sorot matanya tak terbaca, sedangkan seringai tipis kembali terukir di wajahnya sebelum dia kembali memuaskan wanitanya yang semakin menggeliat.

Di luar kamar, Jovie terdiam sejenak setelah menutup pintu kamar dengan perlahan. Berkali-kali dia mengusap matanya kasar, tak peduli maskara yang berantakan dan membekas di jari-jarinya.

“Miss, Anda salah kamar! Seharusnya tamu yang bermasalah itu di kamar sebelahnya!” Housekeeping yang tadi melaporkan keluhannya itu sedang tergopoh-gopoh menghampiri Jovie setelah dia menyadari bahwa atasannya itu telah salah mengambil master key.

Jovie menatap housekeeping itu dengan wajah datar. Badannya terasa lemas, tindakan cerobohnya telah membuat tamu hotelnya tidak nyaman. Meskipun perbuatan yang dilakukan tamunya itu juga membuatnya tidak nyaman.

Jovie mengangguk, sambil melenggang lemas melewati housekeeping yang menatapnya cemas. Mati-matian Jovie menahan malu saat dia masuk ke dalam lift yang sepi. Saat pintu lift tertutup, tubuhnya secara refleks merosot ke lantai. Sebelah tangannya memukul-mukul kepalanya sendri.

“Bodoh sekali kau, Jovie!”

***

Pagi hari saat Jovie kembali ke Hotel untuk bekerja, pikirannya masih diliputi dengan rasa bersalah dan kecemasan, jika tamu semalam melaporkan keluhannya. Namun sampai dia duduk di ruangannya sekitar dua jam kemudian setelah jam operasional staff manajemen berlangsung, tidak ada laporan satu pun yang masuk mengenai kejadian semalam.

Interkom dari ruangan CEO menyala, Jovie segera menyambar gagang interkom dengan fokus matanya yang masih tertuju untuk meniliti pada email keluhan, mencari-cari keluhan yang dilayangkan padanya.

“Jovie, ke ruanganku sekarang.”

“Baik, aku akan segara ke sana.”

Jovie kembali meletakkan gagang interkom pada tempatnya. Benar tidak ada laporan keluhan di email, tapi mungkinkah tamu tadi langsung melaporkan keluhannya pada CEO Luxio Hotel? Shit! Jovie mengumpati kebodohannya.

Detak jantung Jovie kembali berantakan saat tiba di depan ruangan Corey, CEO dari Luxio Hotel. Setelah tiga ketukan lembut, dia masuk ke ruangan dan segera menutupnya kembali setelah berada di dalam.

“Akhirnya, Jovie sudah datang. Masuklah,” pinta Corey pada Jovie.

Jovie melangkah masuk ke dalam, dan seketika tubuhnya membeku melihat sosok pria tak asing sedang duduk di depan kursi CEO-nya. Beberapa kali Jovie memejamkan mata, memastikan bahwa apa yang dia lihat ini salah. Namun, tidak! Apa yang dia lihat sekarang ini benar-benar nyata. Tidak salah sama sekali.

“Jace, perkenalkan wanita cantik di depanmu adalah Jovie Montgomery, dia manajer operasional Luxio Hotel. Kau bisa bicara dan meminta bantuan padanya terkait apa pun mengenai layanan hotel. Dia adalah orang kepercayaanku di sini.” Corey mengenalkan Jovie pada Jace.

“Jovie, pria tampan di depanmu adalah Jace Sherwood, salah satu investor VIP hotel yang baru memulai kerja sama bersama dengan kita terhitung hari ini. Dia adalah pemilik perusahaan Food and Beverage—Wood Foods Company, yang akan memasok seluruh kebutuhan hotel kita kedepannya. Tolong kau layani dia dengan sangat baik.” Penjelasan Corey terdengar seperti dengungan di telinga Jovie.

Jace terkekeh melihat reaksi Jovie yang terlihat lucu baginya. Meskipun dia terlihat enggan untuk mengalihkan pandangannya, pria itu tetap menoleh pada Corey. “Terima kasih, Corey. Firasatku bagus mengenai kerjasama ini. Jadi, mulai saat ini aku mendapat wewenang khusus untuk berkomunikasi dengan wanita cantik di depanku ini, bukan?”

Corey mengangguk sambil terkekeh. “Tentu saja. Kau bisa meminta bantuan apa pun padanya,” ucapnya, kemudian menatap tajam pada Jace. “Asalkan masih dalam konteks pekerjaan.”

Jace menyandarkan punggungnya ke tempat duduknya. “Semua pasti karena tentang pekerjaan,” jawabnya sambil berdiri, mendekat pada Jovie yang masih terdiam, tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

“Kedepannya, kita akan terus bekerja sama dengan baik.” Jace mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Jovie.

Jovie menatap ngeri pada Jace. Jelas terlihat dia enggan membalas jabat tangan itu. Pikirannya sekarang benar-benar berkecamuk. Kepingan memorinya teringat akan di mana dirinya memergoki Jace berhubungan badan dengan wanita lain. Pemandangan yang sangat tabu di matanya.

Jovie menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Dia berusaha untuk setenang mungkin. Dia tak ingin Corey mencurigai dirinya. Detik itu juga, dia menyambut jabatan tangan Jace.

“Tentu saja, Tuan Sherwood. Kita akan bekerja sama dengan baik,” ucap Jovie hangat dan tulus.

Jace menyeringai senang saat Jovie menjabat tangannya. Gengamannya menjadi semakin erat, membuat Jovie terkejut dan refleks menatap kedua mata Jace. Jovie bermaksud ingin menarik tangannya, tapi sangat sulit untuk melepaskan tangannya yang telah digenggam erat oleh Jace.

“Senang bertemu denganmu lagi, Jovie.” Jace tersenyum jahil, sambil mengedipkan sebelah matanya.

***