Bab 4. Di goda Tante
Lisna bergegas untuk berjalan ke kamarnya, sementara Rendi kembali berpura-pura tidur di sofa itu. Benar saja, ketika Lisna baru beberapa detik menutup pintu kamarnya, terlihat pak Anggara keluar dari kamarnya lalu berjalan kearah dapur. Sementara Rendi yang berpura-pura tidur, ia merasa ketakutan jika sampai kekasihnya mendapatkan teguran dari ayahnya itu. Namun ketika tidak terdengar adanya suara pak Anggara yang menegur Lisna, tentunya membuat Rendi merasa bersyukur.
***
Pukul 07:00 pagi itu setelah ikut sarapan bersama Lisna dan kedua orangtuanya, Rendi kemudian berpamitan untuk pulang dengan alasan mau bekerja, dengan begitu maka kedua orang tua Lisna pun mempersilahkan Rendi dan menyemangatinya. Pak Anggara meminta Rendi untuk siap menikahi putrinya dalam waktu dua bulan lagi, Rendi yang tidak mau terlihat pusing, ia hanya menganggukan kepalanya lalu meyakinkan pak Anggara dan bu Ratna sehingga membuat kedua orangtua Lisna tersenyum menatapnya.
Setelah berpamitan Rendi kemudian berjalan keluar ditemani oleh kekasihnya untuk mengantarkanya kedepan pintu. Rendi tersenyum menatap kekasihnya yang nampak basah rambutnya itu. Sesaat kemudian Rendi berjalan lalu masuk kedalam mobilnya, Lisna tersenyum manis sambil melambaikan tangannya, hal itu pun dibalas oleh Rendi sambil melajukan mobilnya secara perlahan meninggalkan halaman rumah itu.
Mobil itu melaju berbaur dengan kendaraan lain yang melintas di jalur yang sama. Saat itu Rendi memacu kecepatan laju mobilnya karena takut jika mobil yang sebenarnya ia pinjam dari pamannya itu akan di pakai oleh pemiliknya, sehingga Rendi terus memacu kecepatan laju mobilnya.
Setelah melaju kurang lebih tiga puluh menitan mobil itu pun tiba di jalan rumah mewah milik pamannya. Rendi langsung memasukan mobil itu kedalam garasi. Selang beberapa saat ia keluar lalu berjalan untuk masuk kedalam rumah itu. Keadaan rumah itu terlihat sepi, Rendi mengutuk pintu rumah itu.
TOK!
TOK!
TOK!
Tidak lama kemudian pintu itu pun dibuka, terlihat perempuan paruh baya yang memiliki paras cantik dengan tubuh yang sintal menatap kearah Rendi.
"Kamu, Ren? Tante pikir siapa. Kenapa kamu baru pulang jam segini?" tanya tante Dewi merasa heran melihat Rendi.
"Iya, Tante. Semalam aku nginep solanya. Maaf yah, Tan. Aku telat nganterin mobil," jawab Rendi sambil melangkah masuk mengikuti tantenya.
"Iya sudah iya ... Tuh kamu kalau mau sarapan," sahut Tante Dewi menunjuk kearah meja makan.
"Aduh, enggak lah, Tan. Aku masih kenyang, udah sarapan tadi di rumah Lisna," ucap Rendi yang kemudian duduk di sofa.
"Hebat dong. Terus bagaimana, Ren? Apa kedua orangtuanya Lisna masih kekeh minta kamu untuk nikahin anaknya dalam waktu dekat?" tanya tante Dewi kemudian duduk.
"Iya begitu, Tan. Enggak tahu juga, aku bingung banget, Tan. Mana aku baru dikeluarkan dari perusahaan," jawab Rendi menjelaskan, wajahnya terlihat murung.
"Ya kamu cari kerjaan lai lah, Ren. Kalau kamu enggak kerja dari mana nanti biaya buat pernikahan kamu? Orangtua kamu juga kan usahanya lagi sepi," ucap tante Dewi menyarankan.
"Iya makanya aku sekarang lagi nyari-nyari," balas Rendi menyenderkan punggungnya.
"O iya, Tan. Om Bram kemana?" sambungnya bertanya.
"Om kamu itu sudah berangkat tadi pagi, dia kan kalau diruang cuma seminggu aja, pulangnya nanti kau udah tiga bulan," jawab tante Dewi menjelaskan.
"Hebat juga yah. Kalau aku jujur enggak bakalan kuat kerja di kapal pelayaran begitu. Apalagi harus berbulan-bulan di lautan," ucap Rendi seakan mengagumi pekerjaan nelayan.
"Tante juga tahu. Kamu enggak bakalan kuat, Ren. Kamu kan enggak bisa jauh-jauh sama Lisna," ledek tante Dewi sedikit tertawa.
"Hehe ... Tante bisa aja. Tapi kok Tante kuat yah?" celetuk Rendi menatap tantenya, hal itu membuat Tante Dewi menatapnya heran.
"Kuat apa, Ren?" tanya tante Dewi mengerutkan keningnya, matanya menatap penuh kearah Rendi.
"Iya kuat aja, Tan. Secara kan om Bram itu pulang tiga bulan sekali. Apa Tante enggak kangen? Apa tante enggak kesepian?" Rendi sedikit tertawa mengapa tantenya itu, disatu sisi Rendi mengagumi tante Dewi yang saat itu terlihat cantik, yang hanya mengenakan daster tipis sehingga terlihat jelas bagian dadanya yang menonjol, ditambah pahanya yang mulus membuat Rendi tidak bisa fokus.
"Emm. Tentu tahu ... Kamu pasti mikirnya kearah situ kan?" ledek tante Dewi tersenyum genit melihat Rendi yang selalu menatap kearah dadanya.
Saat itu Rendi hanya tertawa malu. Pada saat itu juga Tante Dewi menceritakan semuanya jika suaminya kerja di lautan, termasuk kebutuhan biologisnya ia ceritakan dihadapan Rendi.
"Jadi kau lagi pengen, Tante melakukanya sendiri?" tanya Rendi menatap tantenya itu.
"Iya lah, Ren. Terus sama siapa? Lagian juga Tante bukan perempuan yang gampangan," jawab tante Dewi sambil membenarkan ikat rambutnya. Hal itu membuat kedua ketiaknya yang cukup berbulu dilihatnya langsung oleh Rendi.
"Ihh ... Lebat juga yah," celetuk Rendi, sontak tante Dewi tertawa mendengar itu.
"Emang kenapa, Ren? Baru lihat apa?" tanya Tante Dewi sambil tertawa kecil.
"Ya enggak aneh sih. Cuma katanya kalau perempuan bulu keteknya lebat, itu katanya nafsunya gede, Tan," ucap Rendi kemudian tertawa.
"Ihh ... Kamu sok tahu." Tante Dewi seketika mendekati Rendi dan menjambak rambutnya karena merasa gemas.
Pada saat itu juga Rendi merasakan buah dada tante Dewi menempel di bagian punggungnya. Secara tidak sengaja Rendi yang hendak melepaskan tangan tantenya yang sedang menjambak rambutnya, Rendi tidak sengaja menyentuh buah dada tantenya itu. Seketika Tante Dewi melepaskan tanganya, matanya menatap kearah Rendi.
"Gede banget sih, Tan," ucap Rendi tertawa kecil, matanya fokus menatap buah dada tantenya.
"Ihh, kamu genit sama tante sendiri," bala Tante Dewi sambil merapihkan pakaian sambil senyum-senyum.
Tante Dewi tersenyum ketika melihat celana yang dipakai oleh Rendi terlihat menyembul, Rendi yang mengetahui hal itu, ia langsung menutupnya menggunakan kedua tanganya.
"Kamu ini, Ren. Udah enggak usah ditutup. Tante tahu kok," ledek tante Dewi menatap Rendi sambil tertawa kecil.
Rendi hanya tertawa malu sambil menutup celananya yang menyembul karena batang kejantanannya yang sudah mengeras sejak tadi.
"Sepertinya punya kmu gede yah," ucap tante Dewi sedikit menggoda. Hal itu semakin membuat Rendi merasakan batang kejantanannya semakin mengeras karena pada saat itu tante Dewi dengan sengaja meremas buah dadanya sendiri.
Mendengar ucapan Tante Dewi, Rendi hanya tersenyum malu sambil berusaha mengalihkan pandangannya agar tidak melihat tante Dewi yang tengah sengaja meremas buah dadanya sendiri seolah memancing Rendi.
"Kenapa kamu begitu, Ren? Kamu lihat kesini dong," ucap Tante Dewi menatap Rendi yang takut ketahuan jika batang kejantanannya sudah berdiri tegak.
Saat itu Tante Dewi hanya tertawa kecil melihat ponakannya yang ternyata sedang mengalami ereksi, terlihat dari celananya Jeansnya yang nampak menyembul. Rendi berupaya menutupinya dengan kedua tangannya.
"Tante jangan gitu lah," ucap Rendi yang tidak berani melihat kearah Tante Dewi.
*****