Bab 4 Adegan di Ruang CEO
Bab 4 Adegan di Ruang CEO
“Siapa kamu, duhai Si Cleaning Service yang jelita?”
Perempuan yang secara lancang duduk di kursi CEO milik Manihot bertanya dengan nada tenang. Namun, aroma intimidasi terasa kuat di sana.
“Saya Adenium, Mbak,” kata Adenium dengan suara santun.
Mata perempuan ini menatap lembut dan santai pada Adenium. Matanya disipitkan.
Bagaimana mungkin, secantik ini menjadi cleaning service? Memang tidak terlalu tinggi – ya standar perempuan Indonesia seratus enam puluh sentimeter. Tapi, rasanya jika ditempatkan sebagai front office di SKY Company ini, rasanya pas-pas saja.
Atau jangan-jangan ...,
“Kamu bintang iklan untuk salah satu produk di perusahaan kami ya?” selidik perempuan ini.
Mendengar kata perusahaan kami, sadarlah Adenium. Jika perempuan dengan baju berlengan model gipsi, yang dipadankan dengan rok polos abu selutut, agar terkesan masih busana kantoran, bukanlah orang sembarangan.
“Tidak! Saya tukang bersih-bersih, Bu,” kata Adenium. Dia melirik Manihot, seperti meminta pembelaan.
Namun, agaknya lelaki ini hanya senyum-senyum saja. Apa lelaki bongkok tampan ini sedang mengerjaiku? Guman Adenium dalam hati.
Perempuan itu bangkit dari kursi CEO, lalu ketukkan teratur dari higheels bertungkai tingginya terdengar mendekati Adenium. Perempuan ini merasa perlu menilai lebih dekat.
Dan dia semakin terperangah. Setengah iri melihat wajah perempuan ini, yang begitu bening kinclong. Bahkan, mungkin lalat terpeleset, jika menginjaknya.
“Kamu beneran hanya cleaning service saja? Atau ... kamu mantannya Manihot ya, yang menyamar untuk ke sini kan?” ledek perempuan ini. Namun, nadanya serius.
“Cukup, Femila.Kamu boleh keluar dari ruanganku. Kok, tidak sopan ya, masuk ke ruang CEO tanpa izin,” sindir Manihot dingin.
Lelaki bongkok dengan punuk seperti unta ini berjalan menuju kursinya. Dan sadarlah adenium, setelah diperhatikan seksama, yang membuat Manihot tampak bongkok ini adalah bagian belakangnya seperti berpunuk.
Tap! Femila tanpa sungkan mencegah lelaki ini. Dia pegang pergelangan tangan lelaki ini.
Senyumnya mengembang tipis. Dan tampaknya ini seperti sebuah intimidasi.
“Papa mengajak makan malam nanti, Manihot,” kata Femila.
Dan Manihot tersenyum. Jebakan betmen, demikian guman Manihot. Dia sudah pernah mendapati hal serupa.
“Papamu sekarang ada di Surabaya, Femila,” kata Manihot. Dia tahu betul, karena baru saja menghubungi owner SKY Company.
“Kalau begitu, bagaimana jika kita makan bersama, berdua, di rumahku. Aman, kok,” Femila menekankan kata terakhir.
Ada hembusan karbondioksida menyeruak. Sengaja Manihot denguskan pada Femila.
Maksudnya, supaya Femila mundur dan melepaskan tangannya. Namun, sepertinya Femila sudah hilang akal. Selayak orang jatuh cinta, yang taik kucing terasa coklat Belgia premium.
Femila malah menyesapi gas pembuangan itu. Barangkali di indera penciumannya, gas itu berubah menjadi parfum internasional yang wanginya dari mawar langka.
Dan Femila semakin berani. Dia taruh tangan kirinya di bahu Manihot. Plak! Manihot menepisnya.
Mata perempuan dengan hidung mancung itu menoleh pada Adenium. Wajahnya menyinis, melihat Si Cleaning Service ini sudah pucat pasi.
“Kenapa tanganmu gemetar? Belum pernah lihat cowok mesra-mesraan dengan ceweknya?” kata Femila judes.
Adenium menggeleng polos. Mata lugunya berkedip-kedip.
“Oh ya? Lha, jadi selama ini kamu sama cowokmu ngapain aja?” Malah Manihot yang antusias.
Adenium tercekat. Ditanya seorang CEO, yang sudah ia kenal dua minggu. Namun, baru hari itu ia menyapanya dan diawali hal buruk, membuatnya tak bisa berkata apa-apa.
“Ngapain?” ulang Manihot lagi dengan lebih tegas, tapi tetap tekesan santai.
Femila tertawa, kembali kesempatan dalam kesempitan. Kali saja, yang ini berhasil. Namun, lagi-lagi tangannya yang menempel pada bahu Manihot ditepis lelaki ini.
“Kampungan!” desis Femila. Namun, dengan suara lembut teratur. “Kita semua tahu, kadang mainnya orang kampung lebih berani daripada orang-orang seperti kita!”
Adenium mulai terintimidasi. Pernyataan itu sangat menyakitkan.
“Kamu orang kampung, kan?” tanya Femila.
“Iya, Mbak. Saya orang kampung. Jauh, di daerah pegunungan sana. Merantau baru dua tahun, sekeluarga. Mengubah nasib dan ...,”
“Cukup!” teriak Femila. “Mengoceh baunya dicukupkan sampai di sini. Apa bisa kamu berbalik badan. Barangkali, Manihot risih, karena ada kamu. Sebentar saja!” pinta Femila.
Dan dengan polosnya, Adenium berbalik badan. Sekarang dia menghadap ke dinding kaca yang membentang luas, hingga burun-burung yang terbang di luaran bisa terlihat.
“Kamu tidak dalam posisi kendali perintah oleh perempuan berbaju kurang bahan ini, ya, Adenium!” Manihot tak terima. “Balik lagi!”
Dan tanpa menunggu lima detik, Adenium yang ketakutan kembali berbalik.
Dan matanya saling melempar pandang dengan mata Manihot. Dari sini, dia tangkap sedikit sorot melindungi dari mata Manihot.
Femila tertawa. Setengah kesal, dia hentakkan tungkai highheels-nya.
“Kamu nggak tahu ya, kalau aku anaknya owner SKY Company. Are u mad? Berani banget menolak perintah aku! Sana! Balik lagi!”
Adenium pun mengangguk. Dia bersiap berbalik, tapi sebuah tangan memegang pergelangan tangannya. Adenium gagal berbalik.
Malah, jaraknya dan Manihot semakin dekat. Dan dengan segera, aroma lemon, cengkeh, bercampur bunga-bunga hutan itu menyeruak. Ditingkahi sebuah bau maskulin.
Sadarlah Adenium. Jika pria bongkok ini hanya terlihat tak menarik dari kejauhan, karena tubuh belakangnya yang berpunuk.
Dari dekat, lelaki ini terlihat sangat tampan. Dengan sorot mata tajam, dan saat ini membuat jantung Adenium seperti menaiki roller coaster. Ada apa ini? Kenapa aku jadi gugup? Guman Adenium dalam hati.
“Ayolah Adenium! Anak TK kamu ladeni. Aku yang mengajakmu ke sini kan,” Manihot. “tak usah dituruti. Di ruangan ini, dia tidak punya kuasa apapun untuk menyuruhmu.”
“Di ... dia anak pemilik perusahaan ini, Pak. Maafkan saya. Saya takut dipecat!”
“Yang punya wewenang memecat aku ya kamu. Itu juga jika kulaporkan ke humas, lalu ke outsourcing kamu. Dia tak ada hak!” Manihot berkeras.
Femila memandang Manihot tak suka. Apa-apaan pria ini? Kenapa sambai begitunya memperlakukan Adenium. Dia ... CEMBURU.
“Dia hanya CEO, menurutlah pada anak owner. Sana Adenium! Balik badan!” tantang Femila lagi. Adenium mengangguk.
“Jangan putar! Tetap menghadap di sini!” tegas Manihot.
“Putar!” teriak Femila lagi.
Dan ini membuat Adenium kebingungan. Jadi siapa yang harus dia turuti?
“Maaf Pak Manihot, Bu ...,” Adenium tak tahu nama Femila, tapi tak menyurutkan ia untuk bicara. “sebaiknya, Pak Manihot dan Ibu selesaikan dulu masalahnya. Saya akan menunggu di luar. Setelah itu, saya akan bersihkan ruangan Pak Manihot.”
Femila tertawa terkekeh. Bagaimana seorang cleaning service yang mutar-mutar, lalu pusing, akhirnya berani bicara.
Namun, tawanya surut, begitu melihat sinaran mata Manihot. Femila kecewa. Dia menemukan sorot kekagumana Manihot semakin bertambah-tambah pada Adenium.
Siapa sebenarnya perempuan ini? Apakah dia juga dari kalangan rich man, seperti kami, yang sedang blusukan atau sok merasakan jadi pekerja rendahan. Batin Femila tak tenang.
“Baiklah! Kalau begitu. Kamu boleh tunggu di luar. Silahkan! Pintu luar di sana!” kata Femila seraya merentangkan tangan kanannya.
Adenium mengangguk. Perempuan dengan rambut indah itu berjalan ke luar. Langkahnya terburu.
Sesampai di luar, Adenium merasa lega. Dia bisa rasakan, bahwa dia mendapatkan kebebasan kembali, setelah selama tadi menjadi bulan-bulanan dua orang kaya.
AYO LIHAT!
Tiba-tiba suara gaib meracuni pikirannya. Adenium lihat dengan sudut matanya. Ternyata, dia tidak menutup sepenuhnya ruangan Manihot. Pintunya bercelah.
Dan, entah apa yang merasukinya, Adenium berjinjit. Dia penasaran, sedang apa Manihot dan Femila di sana.
“Astaga!” desisnya.
Ternyata, di dalam ruangan itu Femila sedang mendaratkan bibirnya di area bibir Manihot. Srek! Bibir itu dilepas tergopoh.
Sepertinya, Femila mencium keberadaan Adenium yang mengintipnya. Dengan segera, Adenium mundur ke belakang.
Dan tanpa sadar ... BRAK! Tubuh belakang perempuan ini menyenggol sebuah patung keramik, hingga benda itu oleng dan pecah beberapa keping.