Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Saingan yang Diperhitungkan

Bab 3 Saingan yang Diperhitungkan

Dasar lelaki perhitungan! Guman Adenium.

Dalam hati. Ya, karena di sanalah, dia berani memaki Manihot.

Sekali lagi, dalam hati saja, karena tidak mungkin ia utarakan di hadapan Manihot. Lelaki bongkok, yang tadi sempat terlihat sebagai lelaki baik-baik.

Namun, nyatanya culas, seperti yang dipergunjingkan lelaki bernama Edo barusan. Lelaki berbaju biriu ini tidak peduli, jika orang mengejek bongkoknya, hanya karena membentak orang tersebut.

Apa salahku? Kenapa aku dihukum, karena menguping? Siapa suruh bicara di area publik? Jadi, aku bisa mendengar obrolan CEO ini. Adenium masih tak terima

Adenium penuh sesak. Dan ia ingin mengadu pada Asmoro. Lelaki ndeso, yang menjadi kekasihnya sekarang.

Namanya sebenarnya keren. Voltase Asmoro. Sudah seperti tegangan listrik saja.

Mungkin, kedua orang tua Asmoro sedang lagi kuat-kuatnya tegangan cinta mereka. Jadilah, mereka menyematkan nama tersebut pada anak dengan rambut ikal hitam legam, dan wajah begitu tampan ini.

Jangan bayangkan Asmoro adalah lelaki dengan sendok perak, yang menyuapi mulutnya sewaktu bocah. Asmoro kecil makan pakai tangan.

Demikian pula Asmoro besar, yang hanya punya dua sendok di kos-kosannya. Sendok sambal dan sendok sayur. Ketika makan, pada akhirnya juga pakai tangan.

Asmoro sama sepertinya. Orang missqueen, demikian olok-olok orang kaya untuk orang seperti mereka.

“Hei! Bengong aja!” Gelegar suara Manihot membangunkannya dari lamunan.

Suara Manihot tidak seram. Malah, sekarang terasa hangat.

Tapi, Adenium keburu buruk sangka pada lelaki, yang sudah mengancamnya untuk dipecat oleh perusaha outsourcing, yang menaunginya.

“Ma ... maaf, Pak,” kata Adenium.

“Kamu belum menyanggupi permintaan aku. Atau kamu tidak takut dipecat?”

Adenium memberanikan diri menatap mata lelaki ini. Dan keduanya mau tak mau akhirnya saling bertatapan.

Cakep! Jika dia tidak bongkok, pasti akan terasa sempurna sekali. Guman Adenium dalam hati.

Bergegas perempuan ini menggelengkan kepala. Pikiran seperti apa ini? Asmoro juga cakep.

Banyak teman-teman pabriknya mengejarnya, dan dia setia denganku. Kurang apalagi?

“Apa aku tampan, bagimu?” tanya Manihot tiba-tiba. Dia geram, melihat Adenium yang hanya membisu sedari tadi.

Itu membuatnya semakin penasaran. Dan jantungnya berdebar-debar.

“Apa ini? Apa aku cinta pada pandangan pertama? Ini gila!” batin Manihot.

“A ... apa hukumannya, Pak?” tanya Adenium.

Manihot lega. Akhirnya perempuan ini bicara juga.

“Membersihkan ruang kerjaku. Mulai hari ini dan seterusnya.”

Adenium terhenyak. Dan Manihot memandangi lagi perempuan ini, dengan wajahnya menyamping.

Aduh! Gila! Bahkan perempuan ini masih cantik, ketika terkejut. Benarkah ia cleaning service semata? Atau agen Pak Toro, owner perusahaan ini, untuk mengawasi kinerjaku sebagai CEO?

“Kamu keheranan? Seperti sedang mendapat musibah atau berkah?” tanya Manihot.

Dapat MUSIBAH, Pak. Soalnya, saya akan berlama-lama di ruangan Anda, guman Adenium dalam hatinya.

“Ma ... maaf, Pak Manihot. Saya ditugaskannya membersihkan lantai tiga dan empat saja. Jadi ...,”

“Stop! Saya tidak mau mendengarkan kamu ngoceh bau ya! Jika demikian, kenapa kamu sok pahlawan bersih-bersih di sini. Padahal, ini bukan tugas kamu. Baik, saya akan telepon atasan kamu,”

“JANGAN!” teriak Adenium refleks. “saya mau, Pak.”

Manihot tersenyum. Lebar sekali.

Dalam hati, ia merasa lega, karena cinta pandangan pertamanya menyetujui. Soalnya, tidak mungkin dia menelepon atasan Adenium, hanya untuk memecat perempuan ini.

“Baik, saya tunggu sekarang di ruang saya. Kebetulan, kemarin saya meeting internal dengan beberapa direksi. Pastinya ruang itu kotor.”

Adenium terbeliak. Lagi-lagi, dia buat lelaki di hadapannya ini kaget.

“Se ... sekarang, Pak?”

“Nggak, tahun depan! Ya iyalah, sekarang!” kata Manihot. Dia hendak terpingkal, tapi tentu saja harus ia tahan. Demi sebuah wibawa.

Padahal, Manihot salah. Adenium malah merasa illfeel pada Manihot. Andai bukan CEO, sudah ia sedot wajah lelaki ini dengan vacum cleaner.

Dan lelaki itu melenggang ke hadapan lift dan menekan tombol kode up. Adenium mengikutinya dari belakang.

Adenium yang mengekor, dapat melihat jelas bahwa bongkok itu cukup besar. Namun Manihot seperti tak terganggu.

“Kamu tidak memakiku dengan Singkong Busuk, karena sudah mengerjaimu?”

Adenium terdiam. Hendak ia membantah, “Oh, jadi ini mengerjai saya, ya?”

Tapi, perempuan dengan rambut lurus melewati bahu in memilih diam. Dia ingat pasal horang kaya.

Pasal satu : orang kaya selalu benar. Dan pasal dua : jika mereka salah, maka kembali ke pasal satu.

“Tidak, Pak. Kalau boleh tahu, sampai kapan saya diperbantukan menjadi tukang bersih-bersih di ruang bapak?”

Manihot tak merespon. Dia benarkan lengan kemejanya.

“Aish! Lepas lagi kancingnya,” sungut Manihot.

Pernyataan Manihot ini membuat Adenium melirik lelaki ini. Dan dia tersenyum simpul.

Kemeja biru Manihot ternyata sama seperti kemeja Asmoro, yang suka terlepas kancingnya, karena terlalu sering bergerak dan tergesek benda-benda, seperti meja. Adenium yakin itu.

Ternyata, dia tidak hanya galak, tapi juga pelit. Pakaiannya sangat sederhana. Murahan.

“Apa kamu berpikir, seorang CEO harus berpakaian mahal selalu? Kaget ya, lihat kemejaku ternyata standar saja.”

Adenium terkaget. Apa Manihot cenayang? Kenapa dia bisa tahu pikirannya?

Adenium hanya mengangguk, lalu menyampingkan pandangan, sehingga dia tidak melihat sosok Manihot Utillissima ini.

“Anggukan ini tandanya apa?” tanya Manihot hendak menarik perhatian.

Tiba-tiba saja dia merasa ingin diperhatikan. Ingin Adenium menganggumi ketampanannya, seperti banyak yang diperbincangkan para wanita, bahwa dia bongkok, tapi sangat tampan, gagah, dan berotot seperti bintang L-Men.

Ini aneh. Selama waktu berputar, dia paling tidak suka demikian.

“Tandanya saya setuju, jika bapak harusnya berpakaian lebih bagus, daripada kemeja pekerja rendahan, seperti kami!”

“Omong kosong!” Manihot menikam dengan lisannya.

“Apa salahnya, jika kita mampu dan memang diperlukan? Pakaian bapak ... sama seperti kekasih saya, yang hanya pekerja pabrik!”

Jger! Seperti disambar tujuh halilintar. Betapa terkejutnya Manihot.

Hatinya tak rela. Jadi ... Si Cleaning Service ini punya kekasih?

“Oh, baiklah! Saya akan menuruti saran kamu!” kata Manihot santai.

Adenium tergagap. Apa tadi dia memberi saran? Dia merasa hanya memberi pendapat saja.

Lalu mereka sampai di lantai delapan. Dan disambut dengan lorong bernuansa seperti lorong hotel-hotel bintang lima.

Adenium terpukau. Ada banyak lukisan dan frame kata motivasi di sana.

“Biasa aja, sih. Nggak usah ndeso begitu,” kata Manihot sinis, begitu melihat mata perempuan ini tampak berbinar-binar kagum dengan desain lorong lantai ini, yang berisi ruang-ruang direktur.

“Mari masuk!” sambut Manihot.

Dengan sengaja, ia bukakan pintu untuk Adenium. Dan perempuan ini mengangguk rikuh.

“Terima kasih, Pak Manihot!”

“Jangan sungkan! Silahkan! Kamu bisa memulai dari mana saja untuk membereskannya,” tawar Manihot.

Srek! Srek! Tiba-tiba terdengar suara janggal.

Sumbernya ada di hadapan mereka. Di kursi CEO, yang bagian belakangnya justru menghadap ke belakang.

“Hei! Siapa kamu?” Manihot mengambil posisi waspada.

Refleks, dia gamit tangan Adenium. Meskipun kaget, Adenium hanya menuruti, ketika lelaki ini menuntunnya pelan untuk keluar dari ruangan ini.

Jangan-jangan, ada teroris ataupun pembunuh bayaran, yang sedang mengintai Manihot. Pikiran Adenium sudah macam-macam.

“Kamu boleh bersih-bersih apapun di sini. Tapi, tolong jangan bersihkan cintaku dan cinta CEO ganteng ini,” kata sosok yang duduk di kursi CEO.

Perempuan? Ya, suara itu adalah suara perempuan. Terasa renyah dan begitu memikat.

“Surprise! Jangan kaget ini aku. Kamu sampai bawa-bawa cleaning service. Padahal ...,” Perempuan itu memutar kursinya.

Dan wajahnya memerah. Mendapati perempuan cleaning service yang dibawa Manihot ternyata begitu cantik mempesona.

“Anjaay! Apa ini sainganku?” pikir perempuan ini kesal.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel