Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab.6. I Know That He Loves Me

James menyalakan radio di mobilnya untuk mengusir kecanggungan yang menggantung di antara mereka saat Laura dan dia terdiam. Dan suara merdu Beyonce mengalun.

"I know that he loves me 'cause he told me so"

"I know that he loves me 'cause his feelings show"

"When he stares at me, you see he cares for me"

"You see how he is so deep in love"

"I know that he loves me 'cause it s obvious"

"I know that he loves me 'cause it's me he trust"

"And he's missing me if he's not kissing me"

"And when he looks at me his brown eyes tell it so"

-Brown Eyes- Destiny's Child

Wajah James dan Laura sontak kompak memerah. Kok lagunya pas betul dengan perasaan mereka. Laura pun dengan cuek ikut menyanyikan lagu itu bersama Beyonce dengan suara yang hampir sama indahnya.

"Wow suaramu indah Laura! Kenapa tidak ikut ajang pencarian bakat menyanyi saja?" ujar James.

"Aku lebih suka menyanyi tentang materi patologi di ruang kuliah di depan mahasiswaku hahaha," canda Laura seraya tertawa lepas. James pun ikut tertawa mengerti maksud Laura, dia lebih suka menjadi dosen.

Mobil James akhirnya memasuki parkiran Hotel Grand Aston. James memarkirnya di basement. Mereka pun turun dari mobil. James meraih tangan Laura dan meletakkannya di lengan James lalu menggandengnya ke arah lift menuju ke restorant hotel. Laura merasakan bisep lengan James yang kokoh di bawah sentuhan tangannya. Sungguh tipe pria idaman batinnya, pria seperti ini pasti mampu melindungi wanitanya dari bahaya.

Suasana restorant itu sungguh romantis dengan pencahayaan temaram dari lilin-lilin yang dinyalakan di atas meja makan. Ada pianis yang sedang memainkan sebuah lagu mengiringi seorang penyanyi pria di pojok restorant.

It's literally a date, candle light dinner! Laura tidak membayangkan ngedate yang James maksud akan sedemikian romantis, dia pun merasa agak salah kostum. Laura menggaruk kepalanya yang terasa tidak gatal sebenarnya ketika melihat pengunjung restoran di meja-meja lain yang tampak formal dengan dress.

'Whatever!' seru Laura dalam hatinya. James pun tampak santai tidak ada tanda memprotes penampilan Laura. Baju James juga sama santainya dengan baju Laura. 

James memundurkan kursi untuk Laura duduk, so gentleman! Dia kemudian duduk di hadapan Laura. Pramusaji membagikan buku menu pada James dan Laura dan menunggu pesanan mereka.

"Pesan apapun yang kamu mau, Laura. Aku yang traktir malam ini," kata James sambil mempelajari buku menu di tangannya.

"Hmmmm ... bagaimana kalau Sirloin Wagyu Meltique with Brown Sauce in Cream Cheese Carbonara?" tanya Laura seraya membacakan salah satu menu.

"Mas, yang itu 1 ya ... sama 1 Giant Iga Wagyu with Apple Tortilla and Mashed Potato. Minta Cockburn's nya sebotol," pesan James pada pramusaji, dia memesan sebotol red wine Portugal dengan sweet dry tekstur yang cocok diminum bersama steak.

"Pesanannya mungkin agak lama, Tuan James. Apa Anda ingin memesan appetizer mungkin sembari menunggu?" kata pramusaji yang sepertinya sudah familiar dengan sosok James.

"Oke, sebentar. Laura mau appetizernya apa?" tanya James masih mempelajari buku menu lagi.

"Rocket salad," jawab Laura singkat.

"Mas, rocket salad 1, nicoise salad 1. Itu aja dulu deh biar gak kelamaan. Makasih Mas," ujar James seraya mengembalikan buku menu ke pramusaji.

Sambil menunggu menu disiapkan oleh chef, mereka pun berbincang-bincang santai sambil menikmati suasana restoran yang romantis.

Laura pun bertanya, "Sering kesini? Kok Mas pramusajinya tahu nama kamu?"

"Kadang sih kalau lagi keluarga dateng dari Jakarta. Lagian disini ada kartu member jadi mereka tau namaku. Masnya tadi pramusaji senior sudah sering ketemu dia kalau pas makan disini," jawab James sambil menatap Laura dengan lembut. Penampilan Laura cantik sekali malam ini membuat James ingin terus melihatnya. 

"Maaf kalau kepo ya James, tapi menu pesanan kita sepertinya mahal. Kamu nggakpapa traktir aku? Aku bisa bayar sendiri kok beneran," ujar Laura serius, pikirnya anak mahasiswa berapa sih uang sakunya sebulan. Kalau lihat price list di menu tadi ditambah red wine impor sepertinya hampir 3 juta.

James tertawa mendengar kekuatiran Laura barusan. "Nggak nggak boleh, aku tadi bilang kalo malam ini aku yang traktir. Kuceritain ya, tapi jangan diketawain lho."

Laura sontak mengangguk anggukkan kepalanya dan mengangkat 2 jarinya. "Janji."

"Jadi setiap bulan aku mendapat jatah uang saku bulanan dari Papaku, eemmm lumayan lah ... 30juta sebulan itu sejak aku SMA. Aku jarang sih hedon belanja-belanja yang nggak perlu jadi otomatis numpuklah di rekening tabunganku. Satu lagi ... aku belum pernah pacaran, jadi gak ada yang bantu habisin tabunganku. Hahahaa ...," cerita James panjang lebar.

Laura cukup terkejut mendengar cerita James. Yakin nih secakep ini belum pernah pacaran? Real or hoax? Dan 30juta sebulan itu melebihi gajinya sebagai profesor, Laura merasa hatinya mencelos. Sepertinya James bukan anak orang sembarangan.

"Boleh tau Papa kamu kerja apa James?"tanya Laura hati hati.

James merasa Laura menjadi segan padanya, dia tidak ingin terjadi seperti itu. Apa dia salah memberitahu soal hal hal pribadinya?

"Papa pengusaha properti di Jakarta sih kantor pusatnya, ada beberapa cabang di kota lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Indrajaya Realty nama perusahaannya. Kedua kakakku meneruskan bisnis properti, tapi aku berbeda minat dengan mereka. Jadilah aku terdampar di FKH," ujar James lagi.

Menu appetizer pesanan mereka datang. Salad di piring mereka tampak lezat. Pramusaji meletakkan piring di hadapan mereka masing masing dan meninggalkan mereka lagi. 

"Yuk makan," ajak James yang dibalas dengan anggukan oleh Laura.

"Kalau Laura berapa bersaudara? Papa kerja apa?" tanya James penasaran.

Sambil memilih milih selada di piringnya Laura pun menjawab, "Aku punya adik perempuan, namanya Deasy. Dia masih sekolah S2 di Ausie, desain grafis. Papa pengusaha tekstil dan batik. Sebenarnya rumahku di Godean, tapi kupikir lebih nyaman tinggal di apartement karena Papa pasti cerewet kalau lihat aku kerja berangkat pagi pulang malam."

James menyimak penuturan Laura dengan penuh perhatian sambil mengunyah saladnya. "Iya kamu benar Laura. Kadang orang tua terlalu kuatir kalo anaknya terlalu sibuk. Ahh iya, aku jadi ingat ... Lab PA open recruitment asisten baru?"

"Iya, pengumumannya sudah ditempel di lobi Lab PA. Kamu minat?" balas Laura.

"Ya, aku berminat sih. Tapi sepertinya harus menunggu nilai ujian akhir Patologi Umum untuk pertimbangan. Aku sudah menjadi asisten Lab Mikrobiologi sebenarnya, apa diperbolehkan mendobel job sebagai asisten Lab PA?" ujar James.

"Astaga James, kamu yakin punya cukup stamina untuk jadi asisten di 2 lab? Jadwalmu akan jauh lebih padat dibanding jadwalku sebagai dosen. Apalagi kamu kan sedang penelitian skripsi. Aku hanya tidak ingin kamu terlalu memforsir tenagamu," ucap Laura perhatian.

Menu steak pesanan mereka pun datang. Pramusaji mengangkat piring salad dan menggantinya dengan piring steak. Seorang pramusaji lainnya membuka botol red wine dan mengisi gelas mereka berdua. Kemudian meninggalkan meja itu setelah mempersilakan tamunya menikmati sajian.

James pun memotong steaknya sambil melanjutkan percakapan mereka tadi. "Aku belum terpikir bahwa menambah job asisten  Lab PA akan menyita banyak waktuku. Tapi memang jadwal praktikum di semester 7 dan 8 yang belum bisa aku bayangkan. By the way, pekerjaan asisten Lab PA apa saja sih?"

Laura pun menjawab, "Sebenarnya hanya menyiapkan slide preparat histopat untuk dilihat di mikroskop. Mirip kerjaan asisten Lab Mikroanatomi. Ringan sih. Jauh lebih ringan kalau kamu bandingkan dengan kerjaan di Lab Mikrobiologi."

"Aku sebenarnya ingin menjadi asisten Lab PA karena 2 alasan," kata James.

"Boleh aku tahu James ... alasannya?" tanya Laura sambil menatap James dengan penasaran.

James tersenyum dan sedikit tersipu malu. "Jangan diketawain lho ya, aku ngambek kalau kamu ketawain."

"Apaan sih?" Laura malah tertawa padahal James melarangnya.

James mencebik menggemaskan. "Nggak jadi bilang ahh, kamu malah ngetawain."

"Oohhh ayolah kok jadi ngambek, nggak seru ahh!" protes Laura.

James pun mengalah dan berkata, "Aku memang ingin belajar membuat histopat itu yang pertama dan yang kedua ... aku ingin sering bersama kamu di kampus."

Laura cukup shock mendengar alasan James yang kedua kenapa ingin menjadi asisten Lab PA. Wajahnya merona sekali lagi diantara cahaya temaram lilin di meja. Dia terdiam dan menundukkan kepalanya.

James meraih jemari tangan kanan Laura dan mengecupnya dengan lembut. "Aku rasa aku suka kamu Laura, boleh ...?"

Laura menatap James dengan bengong. Dia pun mengerjapkan matanya mencerna kata-kata James barusan.

"Ahhh James .... I'm speechless."Laura hanya bisa bilang begitu. Kenyataan ini terlalu cepat diutarakan oleh James. Ini di Indonesia, bukan di luar negeri yang segalanya begitu frontal. Lagipula usia mereka berbeda 11 tahun. Ini sih gila!

Memang Laura sudah beberapa kali berpacaran selama 32 tahun hidupnya. Di SMP sekali lalu di SMA 2 kali dan tak terhitung saat dia kuliah S1 hingga mengambil gelar profesor. Mungkin sudah selusin kali dia berpacaran. Tapi ini rekor dia berkenalan dengan seorang pria dan ditembak dalam waktu kurang dari sebulan berkenalan. Sementara tadi James bercerita bahwa dia belum pernah berpacaran. Ini bisa dibilang first love-nya James! 

James berdehem masih belum mau melepaskan genggaman tangannya di jemari Laura. Kemudian mereka berdua saling menatap dengan sejuta emosi.

 

 

 

 

 

 

 

 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel