Bab 8 : Be Myself
Satu jam kemudian…
Aura menyusuri area taman yang begitu luas, tampak menenangkan. Ini adalah tempat yang tepat bagi Aura untuk melarikan diri meski hanya sejenak. Setelah berjalan cukup jauh, barulah Aura memilih duduk di salah satu kursi yang ada di sisi kolam. Menatap kolam yang terlihat indah di matanya.
Selama itu pula hanya ada hening, tidak ada perbincangan apapun antara Axel dengan Aura, seolah mereka berusaha menutup kejadian yang terjadi dua malam lalu. Axel hanya berdiri di dekat Aura, menjaganya. Sedangkan Aura juga tampak sibuk dengan pikirannya sendiri, mengabaikan keberadaan Axel.
Hingga ponsel Aura berdering memecah keheningan membuatnya terlonjak kaget.
“Halo? Ya, Ma?”
Senyum Aura merekah lebar saat mendengar suara mamanya di seberang sana. Sudah lebih dari tiga bulan Aura tidak sempat bertemu dengan mamanya, hanya berkomunikasi melalui ponsel akibat terlalu sibuk mengurus segala macam persiapan konser. Tidak heran kalau dirinya begitu merindukan sang mama.
Apalagi Aura sangat dekat dengan mamanya. Mama yang selalu ada di saat Aura membutuhkan teman untuk berkeluh kesah baik hal sekecil apapun, tapi sayangnya tidak untuk kali ini. Aura tidak ingin membuat mamanya terkena serangan jantung mendadak jika tau kejadian apa yang telah menimpanya dua malam lalu, terlebih lagi pria yang menjadi tersangka utama sekarang selalu berada di dekat Aura!
Jadi untuk amannya Aura hanya bercerita mengenai hal simple yang berkaitan dengan konser dan juga kesehariannya selama berada di Seoul. Tidak ada hal lain. Lagipula Aura juga tidak ingin mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah memberi kepercayaan penuh pada dirinya selama ini.
Tanpa dapat dicegah senyum Aura membuat Axel terpukau, pria itu menyadari kalau Aura memiliki kecantikan alami, bahkan Axel yakin kalau Aura hari ini hanya tampil seadanya meski tidak mengurangi kecantikan yang dimilikinya. Belum lagi dengan suara merdunya yang terdengar begitu lembut. Begitu feminim.
Hingga satu hal menyadarkan Axel. Aura berbicara dalam bahasa Indonesia, bahasa yang sama dengan negara kelahirannya! Axel menggali ingatannya tapi nihil! Dirinya tidak mengikuti perkembangan mengenai dunia entertainment, jadi Axel tidak memiliki informasi apapun mengenai Aura! Menyebalkan! Setelah ini Axel harus mencari tau segala hal tentang Aura. Axel penasaran!
Sampai akhirnya Aura mengakhiri pembicaraannya dengan sang mama. Suasana hatinya semakin membaik setelah mendengar suara mama Erika.
“Aku ingin ke café,” ucap Aura, hanya agar Axel tau tujuannya. Bukan bermaksud untuk meminta izin karena Aura lah yang memiliki kendali penuh di sini!
“Baik, Nona.”
Aura menyantap cemilan di hadapannya, tampak cuek. Tentu saja cuek karena suasana begitu sepi membuat Aura bisa menjadi dirinya sendiri tanpa khawatir ada fans yang mengikutinya. Beda halnya jika dirinya berada di tengah keramaian dimana Aura selalu menjadi pusat perhatian kemanapun kakinya melangkah!
Jika boleh jujur, Aura benci diperhatikan, tapi bagaimanapun juga Aura sadar kalau itu adalah salah satu resiko yang harus dijalaninya sebagai seorang publik figure, jadi mau tidak mau Aura harus bisa menerimanya kan? Jika tidak mau ya harusnya bekerja di bidang lain, bukan di dunia entertainment seperti ini, dimana semua sorotan publik selalu mengarah kepadanya!
Dan sekarang setelah puas menikmati kesunyian akhirnya Aura memutuskan untuk pulang dan kini dirinya sudah kembali berada di rumahnya. Dirinya baru hendak masuk saat suara Axel menerpa indera pendengarannya.
“Apa saya bisa meminta waktu anda sebentar, Nona?” tanya Axel membuat kening Aura mengernyit heran, merasa ragu sejenak meski akhirnya mengangguk menyetujui.
“Masuklah.”
Axel mengikuti langkah Aura menuju ruang tamu. Duduk dengan sedikit gelisah.
“Apa yang mau kamu bicarakan?” tanya Aura dengan jantung berdebar kencang, berharap Axel tidak mengungkit mengenai kejadian malam itu. Bukankah sedari tadi mereka sudah bersikap biasa seolah tidak ada hal yang terjadi? Itu jauh lebih baik!
Tapi sayang harapan Aura tidak terkabul karena ucapan Axel yang selanjutnya membuat debaran di jantung Aura kian menggila.
“Mengenai kejadian dua malam lalu, Nona. Saya…”
“Tidak terjadi apapun malam itu!” sela Aura tajam, tampak jelas tidak ingin membahas mengenai masalah itu dengan siapapun, terlebih dengan Axel, pria yang sudah menidurinya! Pria yang sudah mengambil kegadisannya tanpa izin! Tapi Aura tidak bisa menyalahkan Axel sepenuhnya karena dirinya juga berada di bawah pengaruh alkohol!
Sesaat setelah hal buruk itu terjadi, banyak kata andai di dalam benak Aura.
Andai saat itu Aura tidak mabuk, musibah itu pasti tidak akan terjadi.
Andai saat itu Aura tidak meremehkan ucapan Max, pasti dirinya tidak akan terjebak.
Andai saat itu Aura dapat mengendalikan diri, pasti kegadisannya tidak akan direnggut begitu saja oleh Axel.
Tapi percuma menyesali apa yang sudah terjadi. Tidak ada gunanya! Bahkan jujur saja sampai sekarang Aura masih tidak paham bagaimana dirinya bisa sampai salah kamar!
Ralat, lebih tepatnya Aura tidak tau bagaimana bisa kunci kamar Axel ada di saku jaketnya! Itu semua masih menjadi misteri baginya. Misteri tanpa jawaban!
“Tapi…”
“Tidak ada yang perlu dibahas lagi. Lupakan saja,” sela Aura untuk yang kedua kalinya dan bangkit berdiri, tidak ingin memperpanjang pembicaraan ini lagi.
Axel yang tidak menyangka dengan respon Aura terdiam sejenak. Aura baru hendak meninggalkan Axel saat suara pria itu kembali terdengar dan pertanyaan yang terlontar membuat bulu kuduk Aura meremang seketika.
“Bagaimana jika anda hamil, Nona? Saya tidak menggunakan pengaman malam itu, bahkan saya mengeluarkannya di dalam rahim anda!” seru Axel cepat, mengatakan kekhawatirannya sejak tadi. Bukan, lebih tepatnya sejak malam itu setelah Axel sadar kalau dirinya sudah melakukan kecerobohan yang bisa merugikan dirinya dan Aura!
Ya, Axel khawatir kalau apa yang mereka lakukan beberapa malam lalu akan membuahkan hasil yang bernama bayi! Bagaimana jika sampai seperti itu? Bukankah akan jadi masalah besar? Terlebih Aura seorang publik figure dimana semua mata menyorot ke arahnya tanpa sensor!
Tubuh Aura mematung, merasa dingin saat mendengar ucapan Axel. Ternyata kekhawatirannya terbukti. Pria itu memang tidak menggunakan pengaman dan mengeluarkannya di dalam rahimnya. Kurang ajar! Untung Aura langsung membeli pil! Jika tidak, benih pria itu pasti sedang berkembang di dalam rahimnya. Mengerikan!
“Nona?” panggil Axel saat tidak mendengar suara apapun dari Aura.
Aura berbalik dan menatap tajam ke arah Axel hingga membuat pria itu bungkam. Tatapan Aura bagai laser yang bisa mematikan siapapun yang menentangnya.
“Jika hamil, maka aku akan langsung menggugurkannya! Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal seperti itu!” balas Aura kejam dan langsung berbalik pergi meninggalkan Axel yang masih terpaku dengan jantung berdebar kencang, tampak shock dengan jawaban Aura yang tidak diduganya!