Musuh Alexander
Seorang pria sedang duduk di kursi kebesarannya, di jarinya terselip batang di nikotin yang menyebutkan asap tipis. Di sekelilingnya berdiri beberapa anak buah dengan kaos dan celana dengan warna senada, hitam.
"Jangan biarkan manusia arogan itu lolos, Aku tidak akan pernah memaafkannya!" ucap Akeno. Pria yang menaruh dendam mendarah daging pada Alex.
"Baik Tuan, saat ini pasti keadaannya kritis. Sangat sulit bagi orang yang terkena racun itu selamat." Anak buah Akeno memberi kabar baik padanya.
Terdengar tawa kemenangan yang menggema di seluruh ruangan. Akeno dan anak buahnya merasa lega telah mengalahkan seorang yang sulit di kalahkan.
Alexander adalah seorang ketua mafia yang cukup sulit di taklukkan. Beberapa kelompok hitam sampai bertekuk lutut dan lebih memilih jalan damai saat berurusan dengan kelompok Scorpio, yaitu milik Alex.
Alex fokus pada usaha gelapnya. Yaitu prostitusi dan beberapa barang legal. Jadi sudah pasti bagaimana besarnya nama Alexander yang lebih di kenal dengan King Scorpio itu.
Ponsel Akeno berdering kencang, dia segera merogoh ponsel tersebut dan menggeser tombol hijau.
"Tikus kecil sudah masuk ke dalam jebakan kita, tinggal menunggu perintahmu!" ucap seseorang yang berada di ujung sambungan.
"Kerja yang bagus, lakukan seperti yang kita rencanakan," jawab Akeno.
"Baiklah, tapi ingat. Aku tidak mau namaku ikut terseret dalam rencana gilamu ini!" ucap seorang pria paruh baya di ujung sambungan.
"Tenanglah, aku tidak akan pernah melukai wanita itu. Kau tau kan, aku memiliki banyak yang lebih menawan dari dia," Akeno tertawa kecil.
Terdengar hembusan napas kasar dari ujung sambungan. Sesungguhnya dia juga khawatir dengan nyawanya saat ini.
"Aku sudah menjalankan rencanamu, sekarang lepaskan anakku!" Pria di ujung sambungan menekan kalimatnya.
"Jangan terburu-buru Pak Mike, dia belum menandatangani surat itu. Saat surat itu sesuai di tandatangani, aku akan membawa putrimu kembali," jawab Akeno sambil menyesap asap.
Akeno melempar pandangan ke arah anak buahnya. Mengerti dengan kode yang di beri Bosnya, salah satu orang segera pergi keluar ruangan.
"Sebagai imbalannya, aku akan memberi hadiah untukmu." Akeno tertawa penuh arti.
Tak lama kemudian anak buah itu membawa seorang wanita cantik. Tubuhnya saat ini tidak baik-baik saja, banyak luka cambukan bahkan cakaran.
Rambutnya berantakan dan sebagainya bajunya sobek. Beberapa noda merah yang sudah berubah orens dan berbau anyir menghiasi gaun berwarna pink dusty miliknya.
Dengan langkah lemas dia melangkah mendekati Akeno dan berlutut di hadapannya, kakinya sudah lemas dan tak mampu menopang tubuhnya.
Kepalanya begitu pusing dan pandangannya mulai kabur.
"Katakan Halo pada Papamu tercinta ini," ucap Akeno menyodorkan ponselnya ke hadapan wanita itu.
Tak bersuara. Mata wanita itu mulai sembab. Kantung matanya yang berwarna hitam itu mulai menampung air mata yang hampir saja jatuh.
Bibirnya bergetar hebat. Ada banyak kata yang ingin dia sampaikan. Sampai dia bingung harus apa yang di ucapkan terlebih dahulu.
"Jangan lakukan apapun Papa, aku lebih baik mati dari pada kembali dengan tubuh kotor seperti ini." Wanita itu berusaha menguatkan dirinya sendiri.
"Sayang, apa yang kau katakan! Papa akan menolong mu secepatnya," ucap Pak Mike di ujung sambungan.
"Aku sudah menanggung semua rencana jahatmu, sekarang hiduplah dengan baik dan jangan pedulikan aku. Biarkan aku pergi dengan tenang," ucap Wanita itu pasrah.
Tidak mau Pak Mike termakan hasutan putrinya, dia segera menarik kembali ponsel tersebut. Dia sudah berusaha keras agar pria itu masuk kedalam perangkapnya.
Akeno tidak mau usahanya selama ini sia-sia, satu per satu rencana yang sudah dia susun berjalan lancar.
"Oke, jadi bagaimana hadiahku?" Akeno memutus percakapan Papa dan Anak.
"Kau apakan anakku hah!" Pak Mike mulai murka.
"Dia yang menentang ku untuk mencicipinya, jadi salahku di mana?" ucap Akeno santai.
"Bajingan, aku tidak akan melepaskan mu!" Pak Mike tak mampu menahan amarahnya.
Terdengar barang yang di buang secara brutal di ujung sambungan. Beberapa barang pecah belah berjatuhan begitu nyaring.
Akeno hanya tertawa kecil. Wanita yang masih berlutut di hadapannya tertawa kecut. Semua sudah tidak berarti lagi. Di dalam batinnya selalu berdoa agar Papanya bisa hidup lebih baik dan memperbaiki semua kesalahannya.
Apa yang dia tanam pasti dia tuai. Sudah berapa artis yang dia nodai hanya demi nafsu. Dengan pangkatnya itu dia sudah banyak menoreh luka pada wanita di luar sana.
Mungkin ini adalah karma yang harus dia tuai. Meskipun tidak padanya. Namun percayalah ini lebih pedih.
"Pastikan dia tanda tangan, kalau tidak. Putrinya akan menjadi pelayan semua anak buahku di sini!" ancam Akeno kemudian mematikan ponsel.
Di ujung sambungan, seseorang sedang mengetuk pintu ruangan Mike.
"Tuan Nona Debora sudah datang!"