Alexander terluka
Seorang pria duduk di sebuah kursi besarnya. Di hadapannya berdiri empat orang bertubuh besar atletis. Mereka sedang menunggu perintah sang majikan.
Tak lama kemudian empat orang datang. Mereka membawa sebuah kotak dengan ukuran besar dan kelihatannya cukup berat.
Alexander tetap duduk tenang. Mata elangnya terus mengawasi setiap pergerakan orang yang sedang mengawalnya. Lebih tepatnya mengepung dirinya.
Bahkan tidak ada satupun anak buah di sini. Rekan bisnisnya memilih untuk menahan mereka di depan pintu dan menunggu semua urusan selesai.
"Apa barang ini asli?" tanya seorang dengan kalung salip yang menggantung di lehernya.
Alexander tersenyum kecut. Dia tidak pernah menipu setiap pelanggannya. Mengapa mereka ragu akan barangnya?
"Kau bisa mencobanya," jawab Alexander acuh.
Empat orang itu membuka kotak kayu yang tertutup rapat. Terlihat beberapa senapan keluaran terbaru dan masih jarang orang memilikinya.
Ini termasuk barang ilegal. Namun siapa yang dapat menghentikan Alexander? Dia dengan mudah bisa memiliki barang tersebut.
Dirinya sudah lama menjalankan bisnis ini. Tak ada satupun pelanggan yang kecewa. Hanya dia sedikit tidak beruntung karena harus berurusan dengan orang cukup rumit ini, Akeno.
Dia adalah seorang mafia di negara sebrang. Karena anak buahnya tertangkap basah di kawasannya dirinya harus ganti rugi dengan senapan ini.
Meskipun dirinya juga seorang mafia yang tak terkalahkan, tetap saja dia harus mematuhi aturan bukan?
Namanya sudah melambung. Siapa yang tidak kenal dengan Mr. Scorpio, nama samaran Alexander. Dia dan anak buahnya dapat menyapu bersih semua musuh di hadapan mereka.
Mungkin karena itu juga saat ini Alexander di kepung dengan anak buah Akeno. Karena mereka tidak mau mengambil resiko nyawa yang akan bertebaran di markasnya.
Salah satu anak buah Akeno mengambil senapan dan mengarahkan ke kepala Alexander. Tetap tenang, hanya itu yang dia dapat lakukan.
Bahkan dia tidak gentar sedikitpun saat anak buah Akeno mulai membidik kepala Alexander.
"Bahkan senapan itu takut kepadaku," kekeh Alexander.
Rasanya saat ini dia sedang di hadapkan dengan balita yang sibuk dengan mainan barunya. Sungguh menggelikan.
"Urusanku masih banyak, aku tidak bisa bermain-main dengan kalian di sini," lanjut Alexander melempar tatapan tajam.
Anak buah Akeno berdecih. Benar yang di katakan banyak orang Mr. Scorpio adalah orang yang angkuh dan arogan. Di dalam keadaan seperti ini, dia masih saja sombong.
"Kami harus mengecek barang ini dan perlu barang percobaan," jawab anak buah Akeno kemudian tertawa terbahak.
Tawa mereka mulai bersahutan. Tanpa mereka sadar, mereka telah membangunkan srigala jinak yang sedari tadi sudah menahan aungannya.
Alexander sudah tidak tahan. Dia segera bangun dan melangkah. Anak buah Akeno berkalung salip segera menembakkannya. Dengan mudah Alexander menghindari peluru tersebut.
Peluru tersebut melesat ke arah tembok dan membuat tembok tersebut hancur. Suara tembakan tersebut membuat anak buah Alexander mulai khawatir.
Alexander memang penembak handal dengan mata elang yang tajam. Namun tetap saja dia tidak akan bisa melawan banyak musuh yang bersenjata seperti itu.
Anak buah Alexander sudah bersiap menyusun strategi untuk masuk. Mereka memang tidak bersenjata. Namun otak mereka cukup cerdik untuk mengalahkan 10 orang yang sedang menghadang mereka saat ini.
Sedangkan di dalam ruangan. Dengan jarak kurang lebih 200 meter dari anak buahnya. Alexander mulai melawan delapan orang yang saat ini mengincarnya.
Dia tidak tau berapa banyak lagi orang yang akan melawannya, yang jelas saat ini dirinya harus dapat keluar dengan keadaan jantung berdetak.
Alexander segera mengambil pistol yang tersimpan di balik jas dan mengarahkan ke arah musuhnya. Hanya sekali tembak, bidikannya mengenai sasaran. Pelurunya melesat tepat di jantung musuh.
Cairan merah segar mulai mengalir di dada anak buah Akeno. Melihat satu temannya gugur, mereka segera menembak brutal ke arah Alexander.
Ini pasti sudah di rencanakan dengan matang. Tidak ada barang apapun selain kursi tempatnya duduk tadi. Alexander segera bersembunyi di balik kursi dan berusaha memutar otak.
"Kau tidak akan lolos dengan mudah, kenapa kau bersembunyi? Bukankah semua senapan ini takut padamu?" kekeh musuhnya.
"Shiitt, dasar bajingan! Berani-beraninya mereka menipuku." Berulang kali Alexander mengumpat.
Tak ada pilihan lain, Alexander segera membidik beberapa kaki untuk melumpuhkan musuhnya sesaat. Dengan itu dia dapat mengecoh konsentrasi mereka.
Suara tembakan terdengar. Peluru melesat dan tepat mengenai sasaran kembali. Mata elangnya selalu bisa di andalkan. Alexander segera bangun dan melepaskan peluru kembali.
Dia menembakkan peluru secara brutal dan di balas dengan anak buah Akeno. Untuk beberapa menit Alexander masih bertahan dan musuh mulai tumbang.
Hingga akhirnya satu peluru mengenai pundak dan perut Alexander. Kemeja putihnya mulai berubah warna menjadi merah.
Biasanya dia tidak pernah melupakan rompi anti pelurunya. Namun karena godaan wanita semalam membuatnya melepas semua perisainya itu.
"Sial, di saat seperti ini kenapa aku memikirkannya?" Alexander meringis kesakitan.
Dia berjongkok di belakang kursi dan membuka bajunya. Dengan kuat dia merobek kemeja menjadi beberapa bagian. Melilitkan robekan kemeja itu pada lukanya agar darah tidak mengalir deras.
Hanya tersisa sedikit peluru dan dia masih berada di ruangan kecil ini. Semua senapan sudah di bawa anak buah Akeno pergi.
Untungnya Tuhan masih memberi kesempatan hidup padanya. Peluru musuh juga habis dan ini adalah kesempatan emas baginya.
Alexander tersenyum penuh dengan kemenangan. Dia keluar dari persembunyiannya dan mulai melangkah mendekati musuh.
Masih tertinggal tiga orang saja. Dan ini akan sangat memudahkannya untuk keluar dari sini.
"Hanya ini kemampuan kalian? Mari kita coba tanpa senjata kelihatannya seru," ucap Alexander mulai melakukan perenggangan otot.
Sang musuh mulai ketar-ketir. Ada dua peluru yang masih bersemayam di tubuhnya. Akan tetapi dia masih bisa bergerak lincah. Ini tidak mungkin.
Melihat luka Alexander, sepertinya pasti mudah mengelakkannya. Mereka segera mengeroyok pria yang terluka itu.
Kepalan tangan Alexander melayang dan dengan mudah mengalahkan ketiga orang tersebut. Mereka berusaha menyerang luka pelurunya, tapi Alexander selalu bisa menepisnya.
Hingga berapa menit berlalu dan pemenangnya sudah pasti adalah Alexander. Meskipun wajahnya babak belur dan badannya mulai mengeluarkan banyak cairan merah.
Pandangannya mulai kabur. Kepalanya terasa berat. Bahkan kakinya sudah tak mampu menopang berat badannya.
Hingga terdengar sayup-sayup suara anak buahnya yang memanggil namanya. Tubuhnya terasa begitu lemah sehingga tak dapat menjawab panggilan tersebut.
Tubuhnya terjatuh tersungkur di lantai yang di penuhi noda merah.
"Alex, aku mencintaimu sampai kapanpun," suara wanita terdengar begitu lembut.
Alexander membuka mata. Ada seorang wanita cantik yang tersenyum teduh di hadapannya. Matanya begitu indah dan menawan.
Mata birunya begitu sejuk. Alexander berusaha meraih wajah cantik itu. Namun tangannya masih terasa sakit.
"Kau sudah sadar? Apa yang kau rasakan sekarang?" Tanya Debora yang meraih tangan Alexander.