Bab 9 Tinggal Dalam Satu Atap
Bab 9 Tinggal Dalam Satu Atap
Akira menginjakkan kakinya di sebuah mansion yang luar biasa megahnya. Bangunan ini tak kalah megah dari rumah keluarga Lyxn. Namun, ini lebih terlihat modern dan megah. Seumur hidup, Akira tidak pernah melihat yang seperti ini. Di sebelahnya, kini berdiri sosok pria tampan dengan rahang tegasnya yang menatap Akira dengan sorot mata hina.
“Kuperingatkan satu hal padamu.” Pria itu menekan biaranya lapat-lapat di depan wajah Akira. Gadis itu memperhatikan gerak bibir pria itu. Ada peringatan keras di sana.
“Jangan pernah—membuka mulutmu lebar-lebar tentang siapa yang ada di dalam.”
Akira mengernyit sesaat. Ia tidak mengerti siapa yang dimaksud oleh pria itu.
Pria itu, Gio lantas berjalan kembali. Akira mengikutinya hingga di depan pintu yang tinggi. Seorang wanita berpakaian maid berdiri menyambut dirinya dan Gio dengan senyuman penuh dan tundukan hormat.
“Selamat datang, Tuan dan Nona Muda.”
Gio menghela napas sesaat lalu meminta maid itu untuk membuka pintu. Akira membeliak sesaat melihat isi mansion itu. Pandangannya tak henti-hentinya mengerjap dengan takjub. Ia berjalan mengikuti Gio dan memandang ke arah lampu kristal yang besar dengan bentuk rumit nan cantik menggantung di langit-langit. Belum sempat terlalu jauh menganggumi interior di dalamnya, pandangan yang mengedar lantas terhenti pada sesosok wanita berpakaian seksi yang kini menuruni anak tangga dari lantai atas.
Wanita bercelak hitam dengan riasan wajah yang tebal dan bibirnya yang merah merekah tersenyum penuh pada Gio. Wanita itu lantas menghampiri Gio di samping Akira.
“Selamat datang, Sayang!”
Sebuah pelukan mesra juga kecupan mampir dibibir pria itu. Sekejap Akira tahu, ‘siapa’ yang tadi dimaksud oleh Gio.
“Kau tiba lebih cepat?”
Wanita itu mengangguk. “Aku tidak sabar ingin segera bertemu denganmu, Sayang.” Lengannya merangkul leher Gio. “Akhirnya kau mau tinggal denganku, tapi ... kenapa harus begini?” Raut wajah itu berubah agak sedih saat melirik seorang gadis di samping Gio.
“Bukankah sudah kujelaskan ini padamu, Fell?” Wanita itu mengangguk. Ia sudah mengetahui bahwa pria itu akan menempatkan dirinya dan istrinya tinggal satu atap. Hanya ini satu-satunya cara agar Gio tetap bersamanya.
Wanita itu lantas merebahkan kepalanya manja di bahu Gio. Akira hanya terdiam menatapnya. Keduanya bertatapan agak lama.
“Oh, iya, kenalkan ini ... Akira,” ujar Gio, menunjuk Akira yang berdiri di sampingnya.
Wanita itu mengerling sejenak, tak berminat mengenal perebut kekasihnya.
“Akira, dia adalah kekasihku.”
Apa yang tadi baru dikatakan pria itu? Kekasih? Akira hanya mengangguk dan tersenyum tipis sembari memperkenalkan dirinya dengan gerakan bahasa isyarat. Wanita itu sontak mengernyit lalu menatap Gio..
“Dia ... benar-benar tidak bisa mendengar?”
Gio mengangguk. “Begitulah.”
Wanita itu balas tersenyum pada Akira lalu mengulurkan tangannya. Akira menyambut uluran tangan itu. Namun, wanita yang dikatakan Gio adalah kekasihnya itu teramat tidak ingin berjabat tangan. Wanita itu hanya menyentuh ujung jemarinya singkat sembari merapalkan namanya lengkap-lengkap. Akira tak bisa menyimaknya dengan baik. Hel—apa, sih? Heli? Akira mengernyit sebentar. Namanya sangat tidak asing. Seperti nama anjing yang lucu.
Gio lantas menoleh memanggil maid yang tadi membukakan pintu. Maid itu menunduk dan menghampiri Gio.
“Ada yang bisa dibantu, Tuan Muda?”
“Tolong kau antar gadis ini ke kamar tamu,” titah Gio.
“Baik, Tuan Muda.” Maid itu menoleh pada Akira yang memandangnya.
“Mari, ikut saya, Nona.” Akira membaca baik-baik gerak bibir itu. Namun, sekejap maid itu meminta untuk turut mengikutinya dengan gerakan singkat. Sekejap Akira mengerti. Ia menoleh sejenak pada Gio yang menatapnya pergi, tapi wajah itu lekas-lekas dipalingkan oleh tangkupan tangan wanita seksi yang bersamanya.
Akira perlahan menatap ke depan, mengikuti arah sang maid berjalan. Mereka masuk ke sebuah kamar tamu yang besar dan mewah dengan tempat tidur dan perabotan mahal. Ada juga jendela tinggi dan besar dengan tirainya yang cantik. Akira sangat suka pemandangan di balik jendela itu. Ada kolam renang yang besar di sana juga pepohonan dan tanaman hias. Ia lekas-lekas menghampirinya dengan senyum lebar. Sang maid yang berdiri di belakangnya turut tersenyum lalu mengatakan untuk memanggilnya jika perlu sesuatu. Namun, gadis itu tidak menyahut dirinya. Ia lantas pamit menutup pintu tanpa sepengetahuan Akira.
Gadis itu sungguh tidak pernah menyangka akan tinggal di rumah dan kamar sebagus ini. Ia berbalik dan hendak berterima kasih pada maid yang mengantarnya, tapi sudah tidak ada. Akhirnya ia berjalan dengan kakinya yang sudah lebih baik menyusuri apa saja yang ada di kamar tamu ini. Ada kamar mandi dengan bathtub yang lebih mewah dari yang ada hotel. Cermin yang besar dan bersih. Ia keluar dan menatap tempat tidurnya. Ia bisa tidur sangat nyaman sekarang setelah dua malam ini ia tertidur dengan tidak baik di lantai. Tubuhnya sakit dan pegal-pegal. Akira dengan hati-hati menyentuh tempat tidur itu lalu duduk hingga merebahkan tubuhnya perlahan. Rasanya benar-benar nyaman. Senyum Akira terulas tipis-tipis. Pandangannya mengarah pada langit-langit kamar yang juga berhias lampu yang cantik, tapi bentuknya lebih sederhana dan kecil daripada yang ada di ruang depan.
Apakah hidupnya bisa berubah sedikit saja lebih tenang seperti ini?
***
“Sayang, kau yakin menempatkan gadis itu di kamar tamu?” Fellycia berujar tentang gadis yang baru dinikahi kekasihnya itu mendapat perlakuan istimewa.
“Aku tidak mungkin membiarkan dia ada di kamarku,” sahut Gio, tegas.
Fellycia memeluk lengan pria itu. Ia tersenyum lebar.
“Tidak mungkin, hanya aku yang boleh, ‘kan?” Wanita itu kembali bicara dengan nada manja. “Tapi, Sayaaang ... kamar tamu terlalu mewah untuk gadis itu. Lagi pula kau bisa menempatkan dia bersama maid. Kurasa itu lebih baik, Sayang.”
“Tidak, Fell. Ayahku akan murka jika tahu aku menempatkan Akira di kamar maid,” bantah Gio.
“Kau tidak sayang padaku? Kau lebih memikirkan gadis itu dibandingkan aku? Kau bilang akan menuruti apa pun permintaanku. Aku hanya minta gadis tuli itu tidur di kamar maid, Sayang.”
“Fell?” Rahang Gio mengeras, seketika itu Fellycia kembali memasang wajah sedih.
“Atau ... aku tidak seharusnya tinggal dari sini?”
Gio pada akhirnya menghela napas dalam-dalam. “Baiklah. Aku akan minta maid mengantarkan Akira ke kamar maid.” Tak lama maid yang mengantar Akira muncul. Gio langsung memanggilnya.
Maid itu langsung sigap menghadapnya. “Iya, Tuan Muda?”
“Tolong kau pindahkan Akira ke kamar di sampingmu.”
Sang maid terheran. “Bukankah tadi Tuan minta saya mengantar—“
“Lalukan apa yang kuperintahkan.” Gio tidak suka mengulang kembali kalimatnya.
Sang maid pun mengangguk. Ia lantas permisi dan kembali menemui Akira di kamar tamu.
Di sisi lain, Fellycia tersenyum lamat-lamat.
“Terima kasih, Sayang. Ehm, kau mau naik sekarang? Kau pasti lelah. Kita istirahat dulu,” ujar Fellycia kembali menggelendot manja di lengan Gio.
Pria itu hanya mengangguk lalu berjalan diikuti oleh kekasihnya yang tidak ingin jauh-jauh darinya.
Sementara itu, Akira yang tengah hampir terlelap di kamar tamu terbangun oleh kedatangan maid yang menghampirinya. Sang maid tersenyum.
“Maaf, Nona. Tuan Muda meminta saya mengantar Nona ke kamar lain.”
Akira mengernyit, tidak mengerti. Maid itu juga terheran. Kalau tidak salah dengar tadi, kekasih Tuan Gio menyebut gadis itu tuli. Apa benar begitu? Ia lantas menunjuk ke arah pintu.
Akira mengira bahwa ia dipanggil Gio, tapi saat mengikuti sang maid, ternyata ia diminta masuk ke sebuah kamar yang letaknya jauh di belakang dari kamar tamu. Akira langsung mengerti dan masuk ke kamar itu. Kamar yang kecil, tapi perabotan dan tempat tidurnya terlihat nyaman. Ada jendela kecil di dekat tempat tidur. Pemandangan di luarnya tidak kalah menarik. Sebuah halaman dengan taman belakang yang asri. Meskipun bukan kolam renang yang besar yang ia lihat tadi, Akira merasa ini lebih baik untuknya. Kamar tadi terlalu mewah sampai ia hati-hati sekali menyentuh barang-barangnya.
“Nona menyukainya?” Maid itu menggerakkan tangannya dengan sigap dengan senyum ceria di dekatnya.
Akira agak terkejut dengan gerakan tangan maid itu. Pandangan Akira berbinar. “Kau bisa bahasa isyarat?”
Sang maid mengangguk dengan senyum lebar. Akira balas tersenyum lebih merekah lalu menggerakkan tangannya, mengisyaratkan ia suka kamar ini.
“Syukurlah,” ujar maid itu.
Sepertinya, ia akan baik-baik saja.
***