Bab 5 Perjodohan
Bab 5 Perjodohan
Akira memandang isi rumah itu. Matanya lantas mengedar mencari-cari sosok pria yang menolongnya tadi. Ia masih belum berterima kasih dengan benar. Namun, ia tidak menemukannya di dalam.
Ia kembali berjalan dengan langkahnya yang agak lamban akibat sepatu hak tingginya. Namun, ia memaksakan diri untuk berjalan dibantu Shella yang selalu saja mengeratkan lengan di sisinya. Seakan-akan memberikan peringatan padanya untuk tetap bersikap anggun. Mereka lantas disambut beberapa pelayan rumah berpakaian ala 'maid' yang rapi sekali.
Dari dalam, Tuan Reynold muncul dengan setelan jas yang mahal dan selaras dengan warna gaun wanita yang menggamit mesra lengannya.
Akira memandangnya hati-hati. Di samping Tuan Reynold itu pasti istrinya, batin Akira.
Dalam keheningan, Akira lantas memandang ayah angkatnya disambut begitu hangat dengan jabat tangan dan tepukan ringan di bahu oleh Tuan Reynold. Begitu juga dengan ibu angkatnya. Saat tiba pada dirinya, Tuan Reynold tersenyum tipis padanya. Akira turut balas tersenyum.
“Selamat datang, Akira!” Akira menunduk lalu mengangguk sejenak.
Pandangannya lantas mengarah pada istri Tuan Reynold yang begitu menawan di matanya. Ah, sungguhkah ini? Ia akan bersanding menyaingi wanita anggun itu?
Tak disangka, wanita itu mengulurkan tangan, meraih lengan Akira lalu menjabat tangannya.
“Lucia,” rapal wanita itu.
Akira bisa membaca nama itu dari gerak bibir merahnya. Bibir Akira tersenyum. Seketika itu, Tuan Reynold berbisik pada istrinya. Mata istrinya membulat sejenak lantas kembali memandangnya dengan senyum lebar.
“Namamu Akira, ‘kan?” ucap wanita itu penuh penekanan. Akira mengangguk.
“Namanya yang cantik.” Wanita itu menepikan riap-riap rambutnya sejenak.
Diperlakukan begitu, Akira balas tersenyum lebih lebar. Sepertinya, istri Tuan Reynold adalah wanita yang baik dan ramah. Namun, batinnya masih bertanya-tanya.
Mereka lantas diminta untuk duduk di sofa ruang tamu yang begitu megah. Akira sampai khawatir mengotori sofa itu. Namun, Shella lagi-lagi mengeratkan lengannya untuk mengikutinya duduk.
Tak beberapa lama, para pelayan muncul menyuguhkan teh poci dan aneka macam kudapan. Tuan Reynold kemudian meminta mereka untuk menikmati teh dan kudapan yang disajikan. Kedua orang tua angkatnya dengan senang hati menikmati teh dalam cangkir berlukiskan daun cemara. Sementara Akira hanya menatap rupa-rupa kudapan yang begitu cantik di hadapannya, begitu menggugah, tapi Akira tidak tertarik seperti ibu angkatnya yang langsung melahap satu – dua dari berbagai jenis yang disajikan. Akira sungguh tidak bisa berpikir dengan baik sekarang. Semua yang ada di sini begitu berbeda dengan dirinya. Terutama istri Tuan Reynold yang terlihat seperti dewi.
Akira menatap istri Tuan Reynold yang tersenyum menanggapi obrolan yang tidak bisa ia simak.
Dia begitu cantik dan menawan. Kenapa aku harus menjadi istrinya juga? Lalu ... apa maksudnya ini? Mereka semua berkumpul membahas pernikahanku dan Tuan Reynold?
Akira sungguh khawatir dengan hidupnya yang kini setahap demi setahap akan berubah, entah ke arah yang seperti apa.
Pandangan Akira lantas menekuri tehnya hingga tidak sadar seseorang berdiri dan muncul di sampingnya.
“Oh, Gio!” seru Tuan Reynold. “Semuanya sudah menunggumu.”
“Perkenalkan, ini putraku ... Giovanno Valery Lyxn,” ujar Tuan Reynold menunjuk pada putra satu-satunya yang ia banggakan.
Giovanno Valery Lyxn menatap Ferdian. Auranya tak jauh berbeda dengan Tuan Reynold yang membuat Shella dan Ferdian menunduk takzim padanya.
“Kau tentu sudah mengenal Giovanno, Ferdian.” Tuan Reynold kembali mengingatkan.
“Iya, Tuan.” Ferdian mengangguk. Tentu saja, sehari-hari pria itu bekerja di perusahaan Tuan Reynold dan sempat menjadi orang kepercayaannya. Ia sudah mengenal baik karakter dan anggota keluarga Lyxn. Maka, saat ia mendengar Akira akan dinikahkan dengan putra atasannya itu, ia sungguh-sungguh terkejut. Apa mungkin, Giovanno Valery Lyxn yang tak kalah dingin dan kejam seperti ayahnya itu mau menikah dengan putrinya yang tuli?
“Jadi, putraku yang akan menikah dengan putrimu,” jelas Tuan Reynold memperjelas kalimat itu. Pria itu jelas masih agak tersinggung tentang Ferdian yang salah bicara kemarin.
Shella ternganga seketika mendengar pernyataan itu dengan jelasnya. Suaminya tidak berbohong. Ia lekas-lekas mengatupkan bibirnya dan menengok pada putri angkatnya. Sungguh, anak itu beruntung sekali! Batinnya.
Ferdian lantas berdiri diikuti oleh istrinya yang buru-buru menyeka mulutnya.
“Selamat malam, Tuan Muda,” sapa Ferdian disertai istrinya yang menunduk. “Senang sekali bisa bertemu dengan Tuan Muda malam ini. Perkenalkan ini istri saya, Shella Arfandi.”
Shella lekas-lekas menyeka tangannya dan mengulurkannya pada Gio. “Selamat malam, Tuan Muda. Saya Shella.”
Giovanno hanya mengangguk sambil bergumam. Diperlakukan begitu, Shella ingin sekali berdecih menyadari tangannya tidak tersambut.
Ferdian lantas menunjuk pada Akira. Gadis itu masih saja tertunduk diam dengan cangkir teh di pangkuan. Lekas-lekas, Shella menunduk dan meletakkan cangkir teh di meja lalu meminta Akira berdiri. Gadis itu bingung hingga akhirnya terkejut melihat pria yang tadi menolongnya berdiri di sampingnya.
Giovanno Valery Lyxn menenggelamkan kedua tangannya di saku pantalon lalu menatap wajah gadisasing yang baru saja ia temui beberapa saat lalu. Keningnya mengernyit.
“Ini ... putri kami, namanya Akira. Akira Shimazaki Haruno,” ujar Ferdian, memecah keheningan di antara Akira dan Gio.
Namun, keduanya tetap saja saling terdiam.
Akira terlalu terkejut dengan pria itu yang tiba-tiba muncul. Siapa dia? Kenapa ada di sini? Apakah dia anaknya Tuan Reynold? Apakah dia baru saja tidak setuju dengan pernikahan ayahnya dengan dirinya? Pikiran Akira terus berlanjut bertanya-tanya sendiri.
Shella lantas menyenggol pinggang Akira. Meminta gadis itu memperkenalkan dirinya sendiri.
“Nama saya ....” Gadis itu menggerakkan tangannya seperti menulis dan menunjuk dirinya di depan dada lalu menyatukan kedua jemarinya di masing-masing satu tangan membentuk huruf 'A' lalu menyentuh matanya dengan ekspresi wajah yang ceria.
“A—kira.”
Gio mengernyit dalam-dalam. “Apakah dia bisu?”
“Gio, jaga bicaramu!” seru Tuan Reynold. Lucia tersenyum tipis mengelus bahu suaminya.
Sementara itu, Akira menunduk. Ia tahu, pasti mereka tengah membicarakan dirinya yang cacat ini.
Namun, ia tersenyum seperti biasa. Seketika itu, Giovanno berdecih. Gadis cacat, tentu saja menikah dengannya akan jadi sesuatu yang membuatnya tersenyum. Apa-apaan ini? Giovanno merasa dirinya terhina.
“Lihat, Ayah! Apa Ayah yakin akan menikahkan aku dengan gadis cacat seperti dia? Bicaranya saja tidak jelas,” ujar Gio.
Shella dan Ferdian saling melirik satu sama lain. Sementara itu, Akira menatap pria itu lekat-lekat. Pandangan pria itu begitu meremehkan dirinya. Ada apa? Apa semua ini tidak berjalan lancar?
“Putri kami terlahir dengan gangguan pendengaran pada telinganya hingga mengakibatkan ia tidak bisa mendengar selamanya. Ia tuli,” jelas Ferdian.
Giovanno mengangguk dengan senyum yang mengejek.
“Oh, begitu rupanya,” kekehnya. Ia lantas menggeleng lalu memandang ayahnya.
Gio menggeleng perlahan dan berdecih meremehkan Akira.
“Ayah, ini tidak seharusnya. Bagaimana mungkin—aku menikah dengannya?” tunjuk Gio pada Akira sembari menekan ucapannya.
Akira menggeleng. Apa katanya tadi? Ia tidak salah membaca gerak bibir pria itu, bukan? Menikah dengannya? Aku menikah dengan pria ini?
Bahu Gio mengedik, langkahnya mundur seakan-akan jijik pada Akira yang menatapnya. Pandangan Akira sontak terarah pada pria di hadapannya itu. Amarah masih terasa sekali meluap-luap di raut wajah tampannya.
“Fellycia jauh lebih baik segala-galanya daripada gadis tuli ini, Ayah!” Telunjuk pria itu dan tatapan tajamnya kembali mengarah pada Akira. Kedua mata gadis itu bergetar. Ia baru saja membaca gerak bibir pria itu yang menyebutnya 'tuli'.
Akira memang tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia hanya bisa menuruti semua permintaan orang tua angkatnya. Ia tidak akan dibiarkan untuk membantah. Namun, pria di hadapannya ini baru saja mengejutkan dirinya. Ia mengira akan dinikahkan dengan Tuan Reynold yang tua, dingin dan kejam itu, tapi ternyata tidak ....
“Aku tetap tidak setuju dengan pernikahan ini, Ayah!” putus Gio.
Tuan Reynold menatap putranya dengan tenang.
“Baiklah. Kalau kau tidak setuju, kau bukan putraku lagi, Giovanno!”
Sontak, Gio membelalakkan matanya. Begitu juga dengan Lucia, Ferdian dan Shella yang sejak tadi terdiam.
“Aku akan cabut seluruh fasilitasmu, jabatanmu di kantor dan juga tentu saja namamu di kartu keluarga kita,” tambah Tuan Reynold.
Lucia membuka mulutnya. “Sayang ....”
Tuan Reynold tidak menggubris istrinya.
“Jangan bawa apa pun! Pergi pada pacarmu dan lihat, apakah dia akan menerima dirimu yang hanya seorang tidak memiliki apa-apa?!”pekiknya.
Gio mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rahangnya mengeras. Kenapa ayahnya masih bersikap begini?
“Ayah—“
“—Gio, dengarkan ayahmu ...,” sergah Lucia gemas. Wanita itu kembali menengahi mereka berdua. “Turuti saja. Ini semua demi dirimu juga.”
Gio mendesis kecil hingga akhirnya menghela napas.
Di sisi lain, Ferdian dan Shella saling tatap. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Ini pembicaraan sensitif keluarga Lyxn. Sementara itu, Akira memandang mereka dengan tatapan khawatir. Sepertinya kemarahan di depannya belum juga reda.
“Gio!” Tuan Reynold kembali menyerukan namanya. “Ini yang terakhir. Jika kau tidak menikah dengan Akira, jangan harap kau masih anakku!”
Peringatan itu sungguh keras. Ayahnya tidak pernah main-main dengan kata-katanya.
Gio menoleh pada gadis bergaun merah muda yang menatap dirinya. Akira balas menatapnya dengan takut-takut.
“Baiklah!” seru Gio.
Pria itu menatap Akira lekat-lekat. Urat-urat matanya terlihat memerah dan itu membuat Akira khawatir.
“A-ku. A-kan. Me-ni-kah dengan-mu.”
Akira membeliakkan matanya lebar-lebar. Senyum pria di hadapannya itu terulas tipis. Ia berharap salah membaca gerak bibir pria itu. Namun, keheningan dalam kepalanya bertolak belakang dengan penglihatan di depan mata. Apalagi ibu angkatnya terlihat begitu paling bahagia.
Sungguh, ia benar-benar khawatir sekarang!
***