Bab 4 Kediaman Keluarga Lyxn
Bab 4 Kediaman Keluarga Lyxn
“Akira, gaunmu cantik sekali!” Shella terpukau memandang gaun yang dibawa oleh suaminya dari Tuan Reynold untuk Akira.
Akira menatap ibu angkatnya yang menatapnya semringah. Akhir-akhir ini ia sering kali mendapati ibunya begitu. Apa karena ia akan menikah?
“Tuan Reynold baik sekali mempersiapkan ini untukmu,” ujar ibu angkatnya itu dengan nada iri.
“Kau juga dapat. Periksa kotak yang satunya lagi,” kata Ferdian.
Shella sontak membuka paperbag yang diletakkan suaminya di atas meja.
Akira hanya terdiam memandang mereka yang sibuk mengeluarkan gaun dari bingkisan yang dibawa ayah angkatnya. Ia sempat membaca dari gerak bibir ibu angkatnya menyebutkan nama Tuan Reynold. Jadi, pria tua yang terkenal kejam itu benar-benar berniat akan menikahinya??
Ya, Tuhan .... Akira menekan dadanya.
Ia menatap ibu angkatnya yang tampak senang membuka kotak cantik di sana.
“Semua ini benar-benar dipersiapkan. Sampai gaunku juga,” seru Shella menyampirkan gaun hitam yang elegan ke tubuhnya. Senyumnya merekah berkali-kali.
“Ini lebih bagus dari gaun berlubang itu.”
“Gaun berlubang yang mana?” sahut Ferdian.
Shella tergagap. “Aah! Itu gaunku yang sudah kuno. Kita lupakan saja. Akira tercinta kita sudah menggantinya,” jawab Shella, sambil menatap Akira sinis. Ia masih teringat pada gaunnya yang kemarin Akira setrika sampai terbakar.
“Aku ganti pakaian dulu.” Ialantas permisi untuk ganti pakaian.
“Kau harus dandan yang cantik, Akira,” seru Ferdian melepaskan kancing-kancing lengan kemejanya. Akira yang tampak menyadari ayah angkatnya bicara padanya lantas menoleh.
“Sayang, urus Akira!”
Shella berdecak dari dalam kamar. “Aku urus diriku dulu!”
Ferdian menatap Akira yang masih terdiam. Pria itu lantas menunjuk pada gaun yang tergeletak di sofa bersama kotak dan paperbag-nya.
“Kau cepat ganti pakaianmu dan bersiap-siaplah,” seru Ferdian, dengan isyarat untuk meminta gadis itu lekas-lekas berganti pakaian. Akira mengangguk.
Sepeninggalan ayah angkatnya, Akira mendekat pada gaun merah muda yang tergeletak di sofa. Ia meraih gaun itu dan menyentuhnya hati-hati. Gaun berwarna merah muda yang begitu cantik di matanya. Matanya berbinar-binar terpantul manik-manik kecil dari gaunnya bercampur cahaya lampu ruang tamu.
Senyumnya terulas tipis.
Cantik, batinnya.
Gadis itu lantas membawa gaun dalam genggamannya ke dalam kamar dan lekas-lekas memakainya. Ia mematut dirinya dalam pantulan cermin. Lesung pipinya tampak terlihat samar-samar.Kedua matanya kembali menyipit. Senyum tipisnya terulas perlahan hingga melebar.
Apakah menikah itu tidak seburuk yang ia bayangkan?
Ia mendapatkan gaun cantik untuk pertemuan malam ini. Bukankah itu artinya Tuan Reynold sungguh baik pada dirinya dan kedua orang tua angkatnya?
Semoga saja, Akira membantin.
Seketika itu, pintu kamarnya menjeblak terbuka lebar. Akira menoleh. Ibu angkatnya berkacak pinggang sambil memelotot padanya.
“Hei, kenapa kau masih diam saja? Dandan sini!” Ibu angkatnya itu lantas menarik lengannya hingga terduduk di depan meja rias.
Akira diam saja. Ia tak mengerti apa yang akan dilakukan ibu angkatnya?
“Kau harus berdandan yang cantik agar Tuan Reynold makin terpesona padamu,” kata ibu angkatnya lamat-lamat.
Akira hanya diam dan menurut saja pada apa yang dilakukan oleh ibu angkatnya itu.
Tak lama, suaminya muncul di muka pintu. Ia melihat istrinya tengah sibuk merias putri angkat mereka. Namun, ada yang terlupa ia katakan pada istrinya itu.
“Shella,” bisik Ferdian.
“Ada apa?” seru Shella, menoleh pada suaminya.
“Hei, kenapa kau masih belum berganti pakaian?!” Ia menatap suaminya yang masih mengenakan pakaian kantor.
“Aku perlu bicara padamu ....”
“Aku sibuk. Bukankah kau bilang aku harus mengurus Akira dengan baik? Ia harus terlihat lebih cantik, 'kan, dari istri Tuan Reynold?”
Akira hanya melirik keduanya dalam diam.
Ayah angkatnya lantas berdecak. “Ah, Sayang—“
“—Cepat ganti sana!” sergah Shella. “Lihat ini sudah pukul berapa? Kita tidak boleh membuat Tuan Reynold menunggu, 'kan?”
Ferdian mengangguk. “Iya, iya, kau benar.”
Pria itu kembali berlalu sambil menggaruk keningnya.
Sementara itu, Akira menatap wajah ibu angkatnya yang semringah dan bersemangat sekali merias dirinya. Ini bisa dikatakan pertama kalinya Akira melihat wanita itu begitu telaten mengurusnya. Padahal setiap hari wanita itu selalu bertindak semaunya dan memarahinya terus-menerus. Namun, sekarang hanya karena ia akan menikah sikapnya sedikit lebih baik.
Akira kembali tersenyum tipis.
“Kenapa kau tersenyum?” Shella kembali berseru padanya.
Akira tetap tersenyum.
“Dasar tuli. Aku bertanya padamu malah senyum-senyum,” seru Shella, kembali mengurus riasan gadis itu.
“Ah, tapi memang ... senyummu itu manis. Mungkin Tuan Reynold tertarik padamu karena kau juga murah senyum. Begitu lebih bagus. Kau memang anak yang beruntung.” Shella kembali mengoceh panjang kali lebar sembari membubuhkan bedak ke wajah Akira. Gadis itu tidak mengerti apa yang dikatakan ibu angkatnya karena terlalu cepat bicara dari biasanya saat memarahi dirinya. Namun, ia bisa pastikan ibu angkatnya itu sedang senang.
Setidaknya Akira bisa melihat orang tua angkatnya bisa tersenyum dan senang dengan keputusan dirinya untuk mau menikah.
Namun, apakah ia bisa tersenyum bahagia untuk pernikahannya nanti?
***
Akira keluar kamar dan tersenyum dengan gaun cantik yang diberikan oleh Tuan Reynold. Ferdian sampai berdecak kagum melihatnya.
“Kau meriasnya begitu baik, Sayang ...,” ujar Ferdian.
Shella bangga dengan kemampuannya. “Siapa dulu, istrimu!”
Ferdian terkekeh pelan.
“Kupastikan Tuan Reynold tidak akan berkedip menatapnya,” sambung Shella.
“Ehm .. tapi, Sayang ... ke mana kita akan pergi? Ke rumah kediaman keluarga Lyxn?” Shella menatap suaminya bingung. “Bukankah Akira akan jadi istri simpanan?”
Ferdian lantas menarik lengan Shella dan berbisik di telinganya. “Akira tidak akan menikah dengan Tuan Reynold.”
Kedua mata Shella membeliak. “Eh?! Apa maksudmu?”
Akira mengernyit menatap pada keduanya. Beberapa saat Ferdian kembali berbisik. Seketika itu, kedua mata Shella membulat dan menatap Akira. Gadis itu terheran, ada apa?
“Kau serius?!” pekik Shella, menepuk bahu suaminya. Ferdian mengangguk. Istrinya itu lantas menatap Akira yang terdiam tidak tahu apa-apa.
“Gadis itu benar-benar beruntung,” cetus Shella.
“Ayo, putriku sayang! Kita berangkat!”
Ia membelai wajah Akira lembut dan mengangguk untuk mengikutinya keluar rumah. Akira menurut dan turut berjalan hati-hati dengan sepatu berhak tinggi yang disiapkan juga satu set dengan gaunnya.
Ferdian geleng-geleng kepala sembari membenahi letak jasnya.
Ini akan jadi malam yang sangat istimewa untuk keluarga mereka.
***
Mereka tiba di kediaman keluarga Lyxn. Mobil Ferdian yang biasa saja terparkir khusus di dekat jajaran mobil mewah milik keluarga Lyxn. Membuatnya terlihat sangat mencolok sekali perbedaannya.
Shella berdecak kagum melihat semua yang ada di hadapannya.
“Keluarga Lyxn benar-benar luar biasa, Sayang!” Wanita itu berulang kali menepuk bahu suaminya dengan gemas.
Sementara itu, Akira tampak sangat kikuk berada di sebuah lingkungan yang asing. Rumah yang besar ituberdiri megah di hadapan Akira.
Ferdian lantas meminta mereka mengikutinya. Shella mengangguk dan berjalan lebih dulu dari Akira yang masih termenung memandang apa yang hendak ia temui.
Ia akan bertemu hidup barunya di sini. Tuan Reynold sungguh akan menikahinya. Akira meremas keliman gaun yang dikenakan. Angin malam perlahan meniup rambutnya yang tergerai cantik sebahu. Kakinya kaku untuk melangkah menyusul ibu dan ayah angkatnya yang lebih dulu menaiki anak tangga menuju beranda rumah.
Akira sungguh bimbang. Namun, ia harus menjalani semua ini. Ia sudah berjanji akan balas budi. Akhirnya, gadis itu memutuskan untuk melangkah satu demi satu anak tangga di hadapannya. Akira sungguh kesulitan, hingga pada pijakan kedua, kakinya tergelincir, Tubuhnya limbung ke belakang. Akira membulatkan matanya. Sekejap, seseorang menangkap tubuhnya dari belakang. Seketika itu, Akira menoleh. Pandangannya terpaku pada seorang pria berwajah tampan dengan sorot mata tajam menatap dirinya teramat dekat.
Perlahan bibir pria itu bergerak, tapi Akira tidak bisa mencernanya dengan baik. Sampai pada akhirnya pria itu membantunya berdiri dengan kasar.
Akira menunduk sejenak lalu menggerakkan telapak tangan kanannya ke bibir dan digerakkan ke depan. “Terima kasih”
Pria di dekatnya itu mengernyit lalu meninggalkan Akira begitu saja.
Akira terdiam di tempatnya berdiri.
Tak lama ibu angkatnya muncul menuruni anak tangga, berpapasan dengan pria itu. Akira menatap punggungnya yang bergerak menjauh dan menjauh hingga ibu angkatnya yang muncul semakin dekat padanya.
“Akira! Kau lamban sekali.” Shella berseru dengan sebal. Akira menatap ibu angkatnya. Lengannya lantas tergamit paksa. Ia melangkah dibantu ibu angkatnya menaiki satu demi satu anak tangga dengan hati-hati.
Di beranda, Akira melihat ayahnya tampak menunduk takzim pada pria yang tadi menolong dirinya. Namun, pria itu hanya melewati ayahnya begitu saja.
Akira bertanya-tanya dalam hati, siapa pria tampan itu?
***