Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14 Kondisi yang Berbeda

Bab 14 Kondisi yang Berbeda

Gio pergi bekerja. Di rumah, tersisa Fellycia, Akira, dan juga para maid yang tengah bertugas. Fellycia menyantap sarapannya dengan lahap di kamar Gio. Ia mengangguk dan mengakui masakan Akira enak. Namun, ia merasakan sesuatu yang aneh di mulutnya. Jemarinya lantas mendapati sehelai rambut panjang keluar dari sela-sela mulut. Sontak, Fellycia tak jadi melanjutkan sarapannya. Ia jijik hingga akhirnya berteriak memanggil maid yang ada di luar kamar.

Seorang maid yang kebetulan tengah membereskan lantai dua, menunduk dan menghampirinya di depan pintu.

“Ada yang bisa saya bantu, Nona?”

“Panggilkan Akira kemari! Sekarang!” seru Fellycia.

“Baik, Nona.” Sang maid langsung pergi dan mencari Akira.

Fellycia tersenyum licik lalu kembali menutup pintu kamar Gio. Sejak datang ke rumah ini, Fellycia belum membereskan isi kamarnya yang ada tepat di samping kamar Gio. Ia sebenarnya ingin tinggal saja di kamar yang sama dengan Gio, tapi pria itu melarangnya karena suatu saat mungkin ayah pria itu akan datang. Jika ayah pria itu menemukan dirinya, itu bisa gawat.

Fellycia pun akhirnya menurut. Selama fasilitas dan apa yang dirinya mau ia dapatkan dengan mudah, Fellycia tidak masalah. Namun, pernikahan kekasihnya dengan gadis tuli bernama Akira itu benar-benar membuatnya risih. Bagaimana bisa ia kalah dari gadis cacat? Ia jauh lebih cantik, tubuhnya lebih seksi dan tentu Gio lebih mencintainya. Fellycia tidak tahu sampai kapan Gio akan mempertahankan kehidupan pernikahannya dengan Akira. Mereka sempat membahas ini berulang kali. Fellycia hanya diminta untuk bersabar, Gio pun tidak menginginkan pernikahan ini berjalan terlalu lama. Dan lagi-lagi kendalanya adalah ayahnya. Gio tidak bisa serta-merta memutuskan ikatan pernikahan ini begitu saja.

Tak lama Akira muncul dan mengetuk pintu kamar Gio di mana Felly mendekam. Wanita itu tersenyum lebar lalu membuka pintu. Akira balas tersenyum polos padanya.

“Masuk,” kata Fellycia, mengisyaratkan pada Akira untuk masuk dan mengikutinya.

“Ada apa?” Akira bertanya menggunakan bahasa isyarat dengan mulutnya yang terbuka lebar-lebar merangkai kata dengan sengau.

Fellycia ingin sekali tertawa saat melihatnya. Ia pun akhirnya harus mengisyaratkan dengan bahasa tubuh.

“Aku minta kau buatkan satu saja untukku, kenapa dua?” Wanita itu membuka mulut sama lebarnya per kata lalu menunjuk pada sarapan yang masih ada di meja.

“Gio harus makan,” sahut Akira, berusaha membalas kalimat itu dengan suaranya yang rendah.

Fellycia geleng-geleng kepala. “Oh, kau perhatian juga padanya? Atau mau coba cari perhatian kekasihku, hah?”

Akira terdiam.

“Kau lihat!” Fellycia menunjuk piringnya, ada sehelai rambut yang ia pisahkan tadi dari mulutnya. “Aku hampir tersedak saat mendapatkan ini di makananku.”

Akira membulatkan matanya dan meraih sehelai rambut coklat itu. Ia lekas geleng-geleng kepala. Ini bukan rambut. Ia yakin sekali. “Bukan.”

“Apa? Kau mau menunduhku melakukan itu?”

“Bukan.” Akira kembali menggeleng.

Fellycia muak dan berkacak pinggang. “Aku sudah tidak berselera. Lebih baik kau bereskan ini.” Wanita itu menunjuk sisa sarapannya lalu pada tempat tidur Gio yang berantakan juga. “Bereskan juga semua itu.”

“Dan—kamarku juga,” lanjut Fellycia. “Di sana.” Wanita itu lalu menunjuk ke arah kamarnya dengan kata per kata ditekan di mulutnya agar Akira mengerti.

Gadis itu mengangguk. Fellycia tersenyum lebar dan turut mengangguk.

“Aku tunggu di sana,” ujar Fellycia. Wanita itu lantas berlalu dari Akira dan menutup pintu.

Sepeninggalan wanita itu, Akira menatap tempat tidur Gio yang sempat ingin ia bereskan saat pria itu masih ada di sini. Ia menguatkan hatinya untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Akira yang sudah terbiasa beres-beres rumah di keluarga angkatnya, menyelesaikan tugas seperti ini bukanlah masalah baginya. Ia dengan sigap menyelesaikan semua itu dalam waktu singkat. Usai membawa turun sisa sarapan kekasih suaminya itu, ia kembali naik ke lantai dua dan menghampiri pintu kamar wanita itu.

Akira menarik napas sebelum akhirnya mengetuk pintu kamar di depannya. Tak beberapa lama, wanita itu membuka pintu dan memintanya masuk.

Kamarnya tidak terlalu berantakan. Hanya saja kopernya masih ada di dekat tempat tidur. Wanita itu lantas meminta Akira untuk membereskan isi kopernya ke dalam lemari. Akira mengangguk. Sementara Akira membereskan semua barang-barangnya, wanita itu menyisih ke balkon sambil memainkan ponselnya. Akira hanya curi-curi pandang sesekali sambil mempertanyakan mengapa hidupnya dan wanita itu amat sangat berbeda. Jemari Akira menelusuri setiap pakain milik wanita itu. Semuanya berbahan bagus dan pastinya mahal. Akira tidak tahu-menahu merek terkenal, tapi ia bisa menebak sepertinya ini sangat mahal. Terlihat dari bagusnya desain pakaian-pakaian itu. Ia pinya beberapa dari Tuan Reynold di lemarinya. Merek yang sama. Namun, ia hanya memakai yang modelnya paling sederhana di matanya. Ia menilik tubuhnya. Pakaian santai dari Tuan Reynold ini juga tidak kalah bagusnya.

Ia tersenyum kecil dan kembali membereskan pakaian wanita itu. Akira juga membenahi tempat tidur dan barang-barang lainnya yang sekiranya tampak berantakan di matanya. Setelah menurutnya semua ini sudah selesai, ia menemui wanita itu si balkon.

Fellycia yang mengobrol dengan seseorang di ponsel lantas menoleh dengan pandangan tajam. Akira menunduk dan menunggu sampai wanita itu selesai.

“Kau sudah bereskan?” Wanita itu mematikan ponsel dan masuk diikuti Akira di belakangnya. Ia memandang kamarnya yang sudah rapi dan bersih.

“Bagus. Kamar Gio juga sudah kau bereskan, 'kan?” tanya Fellycia.

Akira menaikan kedua alisnya, bertanya.

Wanita itu berdecak lalu mengumpat, “Dasar tuli!” Telunjuknya mengarah pada kamar sebelah. “Kamar Gio—sudah kau bereskan?”

Mengetahui nama Gio disebut, Akira mengangguk.

Wanita itu lantas balas mengangguk dan bersedekap. “Baguslah. Kau boleh keluar.”

Akira keluar dan mencari-cari Ami. Namun, tidak ketemu. Beberapa maid juga sedang sibuk dan tidak tahu di mana Ami. Sampai akhirnya, Akira memilih untuk membantu salah satu maid yang sedang mengurus taman.

“Jangan, Nona. Lebih baik Nona Akira di dalam saja.”

Akira menggeleng lalu mengisyaratkan bahwa ia ingin membantunya. Sang maid pun pasrah saat Akira meraih peralatan untuk memotong daun-daun kering. Gadis itu mengerti betul setiap pekerjaan rumah. Sang maid sampai heran kenapa Akira mau melakukan tugasnya tidak seperti wanita yang selalu bermanja-manja pada Tuan Giovanno. Nona Akira yang merupakan istri sahnya bahkan diperlakukan berbeda. Hidup ini memang tidak adil.

“Oh, Nona Fellycia!” Sang maid menunduk dalam-dalam pada seseorang di belakangnya. Akira turut menoleh dan menemukan kekasih suaminya itu berdiri dengan pakaian seksi sambil bersedekap.

“Aku mau pergi. Panggilkan sopir untukku,” ujar Fellycia.

“Baik, Nona.” Sang maid langsung pergi meninggalkan Akira sendirian bersama Fellycia. Keduanya berpandangan sejenak.

“Mau ikut?” ledek Fellycia.

Akira mengernyit.

Wanita itu lantas menggerakkan tangannya seperti mengusir. “Ah, sudahlah. Kapan-kapan saja kau kuajak keluar, ya. Selesaikan saja itu—“ Tangannya menunjuk pada tanaman-tanaman di taman. “Urus semuanya, ya.”

Akira tidak bisa melakukan hal lain selain mengangguk. Wanita tersenyum miring dengan sinis.

“Nona Felly, mobilnya sudah siap. Sopirnya sudah menunggu Nona.” Sang maid yang tadi mendatanginya dan menunjuk ke arah halaman rumah. Sebuah mobil mewah dengan seorang sopir sudah menunggunya di sana.

“Baiklah.” Senyum wanita itu berubah lebih semringah. “Aku pergi dulu, ya.”

“Hati-hati, Nona Felly.” Sang maid kembali menunduk.

Sebelum beranjak, Fellycia melambaikan tangan pada Akira, berharap bisa membuat pikiran gadis itu panas. Namun, Akira malah tersenyum padanya dan balas melambaikan tangan.

Apa-apaan itu? Dia balas meledekku?

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel