Bab 4: Serpihan Kejatuhan
Di kediaman keluarga Zhang, suasana berubah menjadi tegang. Setelah penangkapan Zhang Zhi dan beberapa pengikutnya, keluarga Zhang merasakan dampak yang cukup besar. Bahkan Tetua Zhang, yang selama ini selalu berwibawa, kini mulai merasakan ketegangan yang datang dari setiap sudut klannya. Semakin banyak orang yang mempertanyakan keputusannya, sementara Zhang Rui, anak kesayangannya, tidak bisa menutupi rasa marah yang semakin memuncak.
“Bodoh! Semua ini karena kebodohanmu!” Zhang Rui berteriak dengan penuh kemarahan saat ia menatap ayahnya, Zhang Tao, yang duduk tenang di kursi tua di ruang keluarga.
Zhang Tao mengangkat tangannya dengan pelan, memberi isyarat untuk tenang. “Rui, jangan biarkan amarah menguasaimu. Kita tahu siapa yang ada di belakang semua ini. Luo Feng tidak akan membiarkan kita begitu saja. Tetapi jika kita gegabah, kita akan semakin memperburuk keadaan.”
Zhang Rui menatap ayahnya dengan sinis. “Apa yang harus kita lakukan, Ayah? Diam saja dan membiarkan Luo Feng mempermainkan kita?”
Zhang Tao memejamkan matanya sejenak, lalu membuka mata dengan tatapan tajam. “Tidak. Kita akan menghadapi Luo Feng, tapi dengan cara kita sendiri. Aku sudah lama mendengar tentang kemampuannya. Namun, kita harus lebih berhati-hati.”
Zhang Rui memutar bola matanya, tak sabar. “Lalu, apa yang kita tunggu? Biarkan aku pergi untuk menghancurkannya, sekali dan untuk selamanya.”
“Tidak.” Zhang Tao mengangkat tangannya dengan tegas. “Aku sudah memikirkan sebuah cara yang lebih efektif untuk menghadapinya. Aku akan menggunakan cara yang lebih halus. Jangan khawatir, Rui, kita akan dapatkan Luo Feng.”
Zhang Rui menghela napas, merasa kesal, namun ia tahu bahwa ayahnya tidak akan berubah dengan mudah. Satu-satunya cara baginya untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya adalah dengan berdiam diri.
Sementara itu, di kediaman Luo Feng, dia duduk di ruang pribadinya, kembali merenungkan rencana-rencana berikutnya. Dia tahu bahwa saat ini keluarga Zhang sedang mencari cara untuk membalas dendam. Namun, Luo Feng juga mengetahui bahwa Zhang Tao bukanlah orang yang terburu-buru. Dia pasti sedang merencanakan sesuatu yang lebih besar.
Paman Cheng yang tengah sibuk membersihkan halaman, melihat Luo Feng duduk termenung. Ia berhenti sejenak dan menghampiri pemuda itu. "Luo Feng, apa yang sedang kau pikirkan?"
Luo Feng tersenyum tipis, meski matanya penuh perhitungan. "Zhang Tao pasti sedang merencanakan sesuatu. Dia bukan orang bodoh yang hanya akan membalas dengan kekuatan brute. Dia akan mencoba mengelabui kita dengan cara yang lebih halus."
Paman Cheng mengangguk perlahan, paham dengan maksud Luo Feng. “Jadi, apa yang akan kita lakukan?”
Luo Feng berdiri dan berjalan menuju meja, membuka gulungan peta yang lebih besar. Peta itu menggambarkan seluruh wilayah Tiancheng, lengkap dengan garis-garis yang menunjukkan jalur perdagangan dan titik-titik lemah yang mungkin belum dimanfaatkan oleh musuh-musuhnya. Dia menunjuk pada sebuah titik di ujung utara kota.
“Kita perlu mengambil langkah lebih cepat. Zhang Tao akan mengirim orang-orangnya untuk mencari celah kita. Tetapi jika kita memanfaatkan titik ini, kita bisa mencuri informasi penting yang akan membuat mereka kewalahan.”
Paman Cheng menatap tempat yang ditunjukkan oleh Luo Feng. "Kau yakin itu akan berhasil?"
Luo Feng menatap peta itu lebih lama, matanya tajam. “Zhang Tao tidak akan mengira kita akan melakukan ini. Aku akan mengirim beberapa orang untuk menyusup ke markas mereka. Jika kita bisa menguasai informasi penting, kita akan memiliki keunggulan.”
Paman Cheng mengangguk pelan. “Aku akan mempersiapkannya.”
Di markas keluarga Zhang, Zhang Rui, yang tidak bisa menahan diri lagi, mendatangi ayahnya dengan amarah yang membara. “Kau tidak akan terus berdiam diri, kan, Ayah? Aku ingin Luo Feng dihancurkan, bukan diberi kesempatan untuk terus berkembang!”
Zhang Tao menatap anaknya dengan tatapan yang dalam. “Rui, ingatlah satu hal: setiap tindakan memiliki konsekuensinya. Jangan biarkan emosimu mengendalikanmu. Kamu harus lebih cerdas dari itu.”
Zhang Rui memandang ayahnya dengan sinis. “Cerdas? Kita sudah cukup cerdas dengan menggunakan semua cara untuk menundukkan musuh. Kenapa kita harus khawatir dengan konsekuensinya? Luo Feng tidak bisa begitu saja melawan kita!”
Zhang Tao terdiam sejenak, kemudian berdiri dan berjalan menuju jendela yang menghadap ke luar. “Jika kita menyerangnya langsung, kita akan menyinggung lebih banyak pihak yang lebih kuat. Kita tidak bisa hanya berpikir tentang balas dendam, kita harus berpikir lebih jauh.”
“Lalu apa yang harus kita lakukan?” Zhang Rui bertanya, semakin frustasi.
Zhang Tao menatapnya dengan dingin. “Aku akan memberi Luo Feng satu kesempatan untuk menyerah. Jika dia tidak melakukannya, maka kita akan hancurkan dia dengan cara yang lebih halus. Aku punya beberapa orang di luar Tiancheng yang akan membantu kita.”
Senyum licik muncul di wajah Zhang Rui. “Maka aku akan menunggu saat yang tepat.”
Malam itu, Luo Feng merasa ada yang tidak beres. Meskipun ia sudah mempersiapkan diri dengan baik, perasaannya mengatakan bahwa sesuatu akan terjadi yang jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Tidak lama setelah itu, sebuah pesan datang melalui seorang pembawa surat.
Luo Feng membuka gulungan itu, membacanya dengan cepat. Matanya sempat terhenti sejenak, memikirkan apa yang baru saja ia baca.
"Kami mengundangmu untuk datang ke pertemuan keluarga Zhang. Jika kau bisa datang dengan damai, maka kita akan berdiskusi. Jika tidak, maka kau tahu apa yang akan terjadi."
Pesan itu sederhana, tetapi di balik kata-kata itu ada ancaman yang jelas. Luo Feng tahu bahwa ini bukan hanya tentang Zhang Rui lagi. Zhang Tao telah menyiapkan langkah yang lebih besar.
Namun, di dalam dirinya, ia merasa siap. Jika mereka ingin bermain, dia akan menunjukkan kepada mereka apa artinya menjadi mangsa dalam permainan ular.
Luo Feng hanya tersenyum tipis. "Langkah berikutnya dimulai."
Luo Feng duduk di kursinya dengan wajah yang tetap tenang meskipun pesan dari keluarga Zhang masih tergenggam erat di tangannya. Paman Cheng, yang baru saja kembali ke ruangan, melihat pemuda itu seolah sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertemuan biasa.
“Apa yang akan kita lakukan, Luo Feng?” tanya Paman Cheng dengan suara rendah, merasakan ketegangan di udara.
Luo Feng meletakkan gulungan itu di meja, kemudian menatap peta yang ada di depannya, memikirkan langkah-langkah berikutnya. “Zhang Tao ingin bertemu denganku secara langsung. Tapi ini bukan hanya tentang pertemuan biasa. Mereka pasti sudah menyiapkan sesuatu, dan aku harus siap.”
Paman Cheng mengangguk, memperhatikan dengan seksama. “Jadi, kita harus pergi ke sana?”
Luo Feng tersenyum tipis. "Aku tidak akan pergi begitu saja, Paman. Sebelum kita mengambil langkah apapun, aku harus memastikan kita memegang kendali penuh."
Dia kemudian berdiri dan mulai menyusun beberapa benda di atas meja—beberapa segel besi, tali, dan gulungan tinta berisi pesan yang akan dikirimkan ke beberapa sekutu yang telah ia persiapkan. Semuanya dirancang untuk memastikan agar jika ada sesuatu yang tidak berjalan sesuai rencana, mereka memiliki jalur keluar yang aman.
Di tengah persiapannya, Paman Cheng memperhatikan perubahan sikap Luo Feng yang terlihat semakin cermat dan terkontrol. “Apakah ini bagian dari rencana yang sudah kau pikirkan sebelumnya?”
Luo Feng menatap Paman Cheng, wajahnya serius. “Zhang Tao dan Zhang Rui berpikir bahwa mereka bisa memanfaatkan aku, namun mereka tidak tahu bahwa mereka sedang bermain dengan api. Aku tidak akan membuat kesalahan yang sama dengan yang mereka buat. Mereka akan datang dengan harapan untuk mempermalukan aku, tapi justru aku yang akan mempermalukan mereka.”
Paman Cheng mengerutkan kening, sedikit khawatir. “Jangan terlalu percaya diri, Luo Feng. Mereka tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja jika mereka merasa terancam.”
Luo Feng mengangkat alisnya, sedikit tersenyum. “Aku tahu itu. Itulah mengapa kita akan mengatur semuanya dengan sempurna. Biarkan mereka berpikir mereka memegang kendali.”
Sementara itu, di kediaman keluarga Zhang, Zhang Tao dan Zhang Rui mempersiapkan segala sesuatunya untuk pertemuan tersebut. Mereka telah menyiapkan pengawalan ketat dan peralatan untuk memastikan bahwa jika pertemuan itu tidak berjalan sesuai harapan, mereka bisa bertindak cepat. Zhang Rui tidak sabar untuk menghadapi Luo Feng, merasa bahwa pertemuan ini adalah kesempatan sempurna untuk menghancurkan musuh yang selama ini mengganggu mereka.
Zhang Tao menatap anaknya dengan pandangan penuh perhitungan. “Rui, jangan tergesa-gesa. Ini bukan waktu untuk menunjukkan amarahmu. Luo Feng lebih berbahaya daripada yang kau kira. Kita harus berhati-hati dalam menghadapi dia.”
Zhang Rui melipat tangan di dadanya, geram. “Tapi Ayah, aku sudah cukup sabar. Ini adalah kesempatan kita untuk mengakhiri semua ini!”
Zhang Tao menarik napas panjang. “Luo Feng tidak seperti yang kau pikirkan. Dia tahu bagaimana memainkan permainan ini dengan sangat baik. Kita harus bertindak hati-hati. Jika dia merasa terpojok, dia akan melawan dengan cara yang tak terduga.”
Zhang Rui tidak bisa menahan diri lagi. “Lalu, apa yang harus kita lakukan? Menunggu sampai dia menghancurkan kita satu per satu?”
Zhang Tao menatapnya dengan tajam, memberi isyarat agar anaknya lebih tenang. “Kita akan membuatnya berpikir bahwa dia bisa menang, namun pada saat yang tepat, kita akan menggiringnya ke dalam perangkap yang lebih besar.”