Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

9. Malam Pertama

Perhatian!!Part ini khusus dewasa ya(21 )). Anak kecik dan jomblo akut, silahkan pindah lapak.

*

*

*

*

*

*

Selamat membaca.

Fani sudah menggelung handuk di kepalanya, wajahnya kelihatan segar dan bersih, Fani memang tidak cantik, namun wajahnya sangat manis dengan kulit sawo matangnya, dan itu salah satu yang membuat Tiyan tergila-gila pada Fani istrinya.

Sebelum keluar kamar mandi, Fani sudah terlebih dahulu menggunakan pakaiannya di dalam kamar mandi. Selalu seperti itu setiap hari, jika suaminya masih berada di rumah. Fani tidak ingin menyiksa suaminya dengan tampilan tubuhnya yang menggoda. Tiyan yang sedang merapikan ranjangnya, tersenyum memperhatikan istrinya yang sangat indah di pandang matanya. Tiyan mendekati Fani yang sedang mengoleskan lotion dan minyak kayu putih di seluruh tubuhnya. Tiyan sangat hapal kebiasaan istrinya yang selalu mengoles minyak kayu putih di seluruh tubuhnya sehabis mandi. Wangi yang sangat disukai Tiyan.

"Cantik banget sih istri, Mas," puji Tiyan sambil memeluk pinggang Fani dari belakang.

"Makasih sayang," ucap Fani malu-malu.

"Emang mau ke mana sayang, udah cakep gini?"goda Tiyan sambil menyimpan dagunya di pundak istrinya.

"Ga ke mana-mana, hari ini kursus libur Mas, jadi paling ya masak, beres-beres, nonton tv, tidur ya gitu aja Mas," jelas Fani sambil melepas handuk di kepalanya.

"Mas ga berangkat?" tanya Fani lagi.

"Mas pengennya sih ga berangkat, mau pelukin istri aja, tapi hari ini harus ketemu sama bos yang mau bangun tiga puluh pintu kos-kosan tipe mewah, yah mirip apartemen mini gitu, De," jawab Tiyan menjelaskan sambil mengeringkan rambut istrinya.

"Haahh? Tiga puluh pintu?" Fani tercengang.

"Pasti orang kaya banget itu, Mas," komentar Fani.

"Iya pasti sayang, doakan sukses ya sayang, biar nambah tabungan dan kita bisa umroh bareng Mbok, Mas pengen banget."

"Aamiin ya Allah, semoga Allah mudahkan segala urusan suamiku dalam mencari rezeki," doa Fani lalu mengecup pipi bulat suaminya.

"Mas tambah gemuk, ih." Fani memperhatikan suaminya dari atas sampai bawah.

"Kan sekarang ada yang urus De, jadi tambah bulet deh," sahut Tiyan sambil mencolek pipi istrinya.

"Apalagi kalau susunya cocok, Mas yakin tambah melebar Mas mu ini," goda Tiyan membuat wajah Fani merah merona menahan malu.

"Semoga aja cocok,"lanjutnya lagi sambil berbisik.

"Ihh...Mas mesum ih," celetuk Fani sambil membuang pandangannya ke atah lain. Jangan ditanyakan bagaimana debaran jantungnya saat ini, seperti terjun bebas dari roller coaster di Dufan.

"Kita sarapan yuk, tadi Mas beliin bubur ayam di depan." Tiyan melepas pelukannya lalu mengajak istrinya ruang makan untuk menikmati sarapan.

****

"Perkenalkan Mas Tiyan, ini tuan muda Karim, pemilik kos-kosan yang akan kita bangun." Pade Warmo memperkenalkan.

"Saya Septiyan, Tuan, panggil saja Tiyan," ucap Tiyan sambil mengulurkan tangan hendak berjabat tangan, memperkenalkan diri. Munos menyambutnya dan tersenyum.

"Jadi Mas Tiyan yang akan menjadi mandor pengerjaan kos-kosan itu?" tanya Munos sambil memperhatikan Tiyan dengan seksama.

"Nggih Mas," jawab Tiyan sambil menunduk hormat.

Mereka berbicara cukup serius, sampai pada pukul dua belas siang, ponsel Tiyan berbunyi.

Beep..beepp..

"Permisi, Tuan, saya angkat telpon sebentar," pamit Tiyan aga menjauh dari meja diskusi tadi.

[Hallo Assalamualaikum De, ada apa sayang?]

[Mas udah makan siang belum?]

[Belum De, sebentar lagi Mas makan, masih rapat dulu.]

[Oh,Ade kirain sudah selesai Mas, maaf Ade ganggu ya Mas.]

[Ga papa sayang, sudah hampir selesai juga.]

[Ya udah kalau gitu, Ade tutup aja telponnya Mas, Assalamualaikum.]

[Ehh..ehh..kok mau dimatikan, Masnya belum di sun]

[Hehehe..iya Mas, lupa..mmuuaahh]

[Mmuuaahh...]

[Hati-hati di rumah ya sayang, Mas kerja lagi.]

Tiyan senyum-senyum sendiri menatap ponselnya, lalu berjalan kembali ke meja dimana Munos dan pada Warmo duduk.

"Istrimu ya?" tanya pade Warmo.

"Iya, Pade," jawab Tiyan sambil tersenyum malu.

"Pengantin baru, auranya memang beda ya, setiap hari di teleponin istri, mesra banget, jadi inget waktu saya dulu," goda Pade Warmo.

"Oh, Mas Tiyan, baru saja menikah ya?" tanya Munos berbasa-basi.

"Iya, Tuan, baru dua bulan."

"Pantesan masih bau ranjang," goda Munos, sontak mereka bertiga tertawa.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Fani baru saja menerima telpon dari Ami yang menanyakan kabarnya, sekaligus menginterogasi perihal kewajiban yang harus dia tunaikan sebagai istri.

Fani berdebar bila membayangkannya, benarkah dia sudah siap dengan urusan satu itu. Apakah sudah saatnya, bagaimana jika sakit, bagaimana jika tubuhnya tak merespon, apakah Tiyan akan marah?

Tidak! Fani tak ingin Tiyan marah dan meninggalkannya. Maka setelah sholat isya, dan berdoa meminta kekuatan pada Allah, Fani membulatkan tekadnya untuk menunaikan kewajibannya malam ini sebagai istri.

Suara vespa Tiyan memasuki pekarangan rumah. Fani berusaha menahan degub dadanya, berusaha biasa saja, dia akan memberikan kejutan untuk suaminya.

"Assalamualaikum," salam Tiyan yang disambut Fani dengan senyuman manis.

"Wa'alaykumussalam suamiku," jawab Fani sembari mencium punggung tangan suaminya.

"Mas sudah makan?" tanya Fani lembut.

"Mmm..belum De, tadi baru ngemil aja sore, Mas mandi dulu ya," pamit Tiyan lalu mengecup kening Fani. Fani mengangguk dan cepat menyiapkan makanan untuk suaminya.

Hari ini Fani memasak sambal goreng udang dan sayur bening bayam, tak lupa bakwan goreng serta krupuk yang wajib berada di meja makan minimalisnya. Tiyan keluar kamar dengan menggunakan kaos oblong bewarna hijau dengan boxer sebetis. Rambutnya basah, wajahnya segar, Fani memandang takjub lelaki yang dia cintai ini. Wangi sampo khas lelaki menyeruak indera penciuman Fani.

"Sayaang, kok bengong?" tanya Tiyan memperhatikan Fani yang terpaku.

"Ehh, ngga kok Mas, ayo makan dulu Mas." Fani tersadar dari lamunannya, lalu dengan sigap menyendokkan nasi dan lauk pauk yang ada di meja makan. Fani dan Tiyan makan dengan lahap.

Selesai makan mereka nonton televisi bersama, namun pikiran Fani melanglang buana, bingung bagaimana cara memulainya.

"Mas, Ade tidur duluan ya?" izin Fani sambil menatap wajah suaminya yang teduh.

"Ya udah, kamu masuk gih, Mas sebentar lagi nyusul," jawab Tiyan yang masih asik menonton acara audisi dangdut di sebuah siaran televisi swasta.

Fani berjalan memasuki kamar, lalu ke kamar mandi untuk bersih-bersih, membuka daster polkadotnya di ganti dengan lingerie pemberian Tiyan waktu itu, lalu mengolesi lotion ke seluruh tubuhnya. Fani memandang tubuhnya yang memakai lingerie itu di cermin.

"Ya ampun serem gini liatnya, malu," bisiknya dalam hati. Namun Fani mengenyahkan rasa gundah dan ketakutannya. Fani mematikan lampu kamar, lalu masuk ke dalam selimut bulu bermotif angsa, menutup seluruh tubuhnya hingga hanya kepalanya saja yang terlihat. Tak lama suara pintu dibuka tanda Tiyan masuk ke dalam kamar. Tiyan naik ke atas ranjang. Masuk ke dalam selimut, lalu menyusupkan tangannya ke pinggang istrinya. Tiyan merasa aneh saat menyadari kain yang disentuhnya licin, Tiyan juga dapat merasakan kulit lengan dan pundak Fani yang polos.

"De," bisik dengan suara Tiyan bergetar.

"I-iya, Mas," jawab Fani gugup

"Ini baju tidurnya kok beda?" bisik Tiyan lagi.

"I-ini, mmm... gimana ya, Mas." Fani bingung sendiri dengan kata-katanya, lalu Tiyan beranjak dari ranjang dan menyalakan lampu kamar. Bergegas ia naik kembali ke ranjang.

"De, sini lihat Mas!" Tiyan menggeser pundak polos istrinya. Fani terlentang, dengan lembut Tiyan menarik selimut istrinya. Matanya membulat sempurna, Tiyan menelan salivanya dengan susah payah saat melihat pemandangan menakjubkan tubuh istrinya yang terbungkus lingerie seksi bewarna marun pemberiannya.

"Mass, jangan gitu lihatnya malu."Fani menutup wajahnya yang memerah menahan malu.

"A-apa s-sudah boleh De?" tanya Tiyan gemetar dengan tatapan penuh cinta dan gairah. Fani tak bisa bersuara, hanya anggukan lemah yang mampu dia lakukan tanpa berani menatap wajah suaminya. "Kok tutup mata, sini lihat Mas, De!" titah Tiyan, Fani mendongak melihat kabut di mata suaminya.

"Cantiknya istriku," pujinya sambil berbisik, tangannya sudah berada di kedua pipi Fani menyentuhnya hangat. "Mas akan berusaha lembut dan pelan De, percaya sama Mas ya?" Tiyan meyakinkan. Fani tersenyum penuh arti.

Tiyan mendekatkan bibirnya dengan bibir Fani, ini juga yang pertama bagi Tiyan wajar bila sedikit kaku. Tiyan mencium lembut bibir istrinya, memagutnya penuh cinta, Fani membalas ciuman Tiyan dengan membuka bibirnya, cukup lama Tiyan bermain-main dengan bibir dan lidah istrinya. Tangannya menyentuh halus pundak telanjang Fani, menurunkan tali pundak lingerie. Mengecup pundak Fani dan menikmati aroma tubuh istrinya.

Fani ikut menikmati hembusan nafas suaminya di pundak dan punggungnya. Kini leher Fani menjadi sasaran Tiyan, mengecup dan memainkan lidahnya di sana, meninggalkan tanda kemerahan.

"Aahh, geelii, Mas," cicitnya dengan suara bergetar.

"Nikmati sayang, Mas pelan kok," bisik Tiyan lagi lalu mengangkat kepalanya dan menurunkan tali lingerie yang satunya lagi. Kini dada Fani terekspose.

"Masyallah, indah sekali," puji Tiyan dengan mata berkabut hasrat penuh.

"Maass." Mata Fani terpejam, tangannya meremas rambut Tiyan, lelaki itu begitu menikmati bermain di dada istrinya, Tiyan mengecup perut hingga kaki Fani, tak ada satupun yang luput dari ciuman Tiyan. Fani hanya mampu mendesah nikmat.

"Geli," cicit Fani lagi.

Tiyan tersenyum melihat ekspresi istrinya yang sudah berpeluh nikmat. Kini Tiyan membaringkan Fani di ranjang, menatap tubuh polos istrinya

"Udah boleh masuk ya, De," suara Tiyan bergetar. Fani mengangguk lemah.

Allahumma jannib nas syaithaana wa jannibis syaithaana ma razaqtana," bisik Tiyan di kedua telinga Fani.

Sedikit ada penolakan dari tubuh Fani, mundur tak terasa tak nyaman. Tiyan tidak memaksa, ia membiarkan sang istri menenangkan rasa khawatirnya. Setelah Fani tenang, Tiyan memulainya.

Sangat pelan dan penuh kelembutan, Tiyan juga melantunkan kalimat cinta di telinga Fani, guna mengalihkan ketakutan Fani.

Nafas mereka saling beradu, kening dan hidung mereka saling menempel.

"Terimakasih sayangku," bisik Tiyan mengecup bibir Fani.

"Mas sangat mencintaimu, De," bisik Tiyan.

"Aku lebih mencintaimu, Mas," jawab Fani lalu mengecup bibir suaminya.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel