Teror Tengah Malam
Malam datang dengan begitu cepat, padahal Mika berharap malam tidak akan pernah datang.
Terutama saat dia sendirian, berada didalam rumah yang terbilang cukup luas.
Maka kini, Mika memilih untuk memainkan laptopnya didalam kamar, dengan semua lampu yang dia nyalakan membuat dirinya kini lebih nyaman.
Mika menelusuri laman facebook miliknya dan melihat-lihat status yang diposting oleh semua temannya.
Dia melihat bagaimana Cindy mengunggah foto dirinya dengan seorang aktor iklan sebuah produk minuman.
"Beruntung banget dia!" Gumam Mika. Kemudian dia men-scroll kebawah untuk melihat status lainnya, dan disaat itulah tiba-tiba lampu kamar Mika mati.
Yang membuat Mika cukup terkejut karena hal itu, tapi cahaya dari layar laptopnya yang masih menyala itu, bisa menyelamatkannya dari bayangan yang luar biasa.
Mika segera mengambil handphonenya, dan menyalakan fitur senter yang ada didalam handphonenya.
Dia berjalan mendekati jendela dan melihat ke arah luar untuk memastikan apakah semua listrik padam, atau hanya listrik rumahnya saja.
"Gimana sih ini? Padahal udah dibayar, tapi masih aja dimatiin!" Mika menggerutu kesal saat dia melihat semua lampu punya tetangganya juga padam.
Sehingga dia bisa menyimpulkan, bahwa saat ini wilayahnya sedang terjadi pemadaman listrik.
Mika akhirnya berjalan menuju laci lemari kaca yang ada disamping kasurnya, dan mengeluarkan sebuah lilin pengharum ruangan dari dalam sana.
Dia menyalakan lilin itu dan mengambil laptop miliknya, kemudian naik ke atas kasur.
Duduk bersandar dan kembali memainkan laptopnya dengan posisi yang nyaman.
'Krieeett!' Mika terdiam saat dia mendengar suara pintu yang terbuka, dari arah luar kamarnya.
Dia segera menengok ke arah pintu kamarnya yang masih tertutup, karena takut pintu kamarnya yang terbuka.
'Ah, mungkin tetangga.' Pikir Mika, menangkis semua pikiran buruknya, sekaligus menenangkan dirinya sendiri.
Karena, kalau dia berpikir yang tidak-tidak, mungkin dia tidak akan bisa tidur dengan nyenyak malam ini.
Mika kembali memainkan laptopnya dan melihat-lihat apa yang ada di google,
'Krieeett!' Tapi lagi-lagi, suara pintu yang terbuka terdengar ditelinganya, membuat Mika kembali menghentikan kegiatan melihat-lihat Facebook.
Mika menengok lagi ke arah pintu yang masih tertutup itu, lalu dia memutuskan untuk menutup laptopnya dan mengerumuni dirinya sendiri dengan selimut tebal.
Memaksakan dirinya untuk tertidur lebih awal, dan melupakan semua kegiatan yang seharusnya dia lakukan sebelum tidur, termasuk menyikat giginya.
Jam menunjukkan pukul 02:00 malam, dan entah kenapa, Mika tiba-tiba terbangun dari mimpi indahnya.
Dia membuka mata dan menyadari bahwa lampu kamarnya sudah menyala.
Mika pun bangkit dari posisi tidurnya, untuk meniup lilin pengharum ruangan yang masih menyala.
"Akhirnya nyala juga!" tuturnya.
Tok… Tok… Tok… Suara ketukan pintu yang Mika yakini berasal dari pintu rumahnya membuat Mika terkejut.
Pasalnya dia merasa bahwa dirinya sudah mengunci pintu pagar rumahnya.
Dan kalau ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya, berarti orang itu berhasil melewati pagar rumahnya.
"Siapa malem-malem gini yang dateng?" tanya Mika kepada dirinya sendiri.
Saat dia sudah menurunkan kedua kakinya ke atas lantai, Mika terdiam… dia teringat kata-kata yang Sinta ucapkan padanya.
"Hati-hati, Mik!" Mika membayangkan bagaimana cara penyampaian Sinta padanya tadi sore.
Kemudian, Mika dengan cepat mengambil Handpone miliknya, untuk segera menghubungi pihak berwajib, kalau-kalau orang yang ada didepan rumahnya adalah pencuri atau maling.
Tapi pencuri tidak akan mengetuk pintu bukan?
Karena banyaknya pertanyaan tentang siapa yang mengetuk pintu rumahnya malam-malam begini, akhirnya Mika memberanikan diri untuk berjalan keluar kamar.
Dia melangkah perlahan ke arah pintu masuk rumah yang tertutup itu.
Mika sempat melirik ke arah kanan dan kiri, untuk memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa didalam rumahnya selain dirinya.
Sesampainya dia didepan pintu masuk, Mika tidak langsung membuka pintu itu.
Dia mau memastikan dulu, siapa orang itu dengan mengintip melalui jendela rumahnya yang besar.
Dia megintip dengan menyibakkan sedikit gorden putih itu, dan melihat seorang perempuan yang berdiri membelakangi pintu rumah Mika.
Perempuan itu menggunakan baju berwarna merah, dengan rambut panjang yang basah terurai.
Deg… Deg… Deg… Jantung Mika berdetak kencang, Dia segera menghapus nomor pihak berwajib yang sebelumnya ingin dia hubungi dan menggantinya dengan nomor 6.
Nomor panggilan cepat yang selalu dia pasang di handphone-nya. Dan ketika Nada menekan tombol hijau, kontak nama bertuliskan GLEN pun muncul.
Ada alasan khusus, kenapa GLEN bisa dimasukan kedalam kontak panggilan cepat milik Mika.
Selain rumah laki-laki itu dekat dengan rumah Mika, Glen juga adalah seorang yang paling bisa diandalkan dari pada teman-temannya yang lain.
"Halo…" Mika bernafas lega saat dia mendengar suara Glen yang mengangkat teleponnya.
Diapun segera berbicara pada laki-laki itu dengan suara yang bergetar ketakutan.
"Glen… Tolong!" Saat ini, Mika sedang panik. Dia hanya bisa mengatakan tolong seraya bersandar kepintu rumahnya, agar siapapun yang diluar sana tidak bisa mendobrak masuk kedalam rumahnya.
"Mik? Ada apa?" Glen kini terdengar panik saat Mika mengucapkan kata tolong dalam ucapannya.
Glen yang ada didalam kamarnyapun segera bangkit dari tidur, dan berdiri untuk mengambil jaket miliknya.
"Glen! Ada perempuan didepan rumah Gue, dan Gue ga kenal siapa dia… Tolong Glen! Gue takut!" ucap Mika.
Dia semakin takut saat suara ketukan kembali terdengar ditelinganya.
Dia menutup telinga kirinya dengan siku, sementara telinga kanannya tetap menempel pada handpone.
"Bentar Mik! Gue kesana sekarang!" Mika menganggukkan kepalanya secara percuma saat mendengar Glen yang mengatakan bahwa dia akan segera datang.
Mika juga bisa mendengar suara langkah kaki yang berlari, dan nafas Glen yang terengah dari sambungan telepon yang tidak keduanya matikan.
Mika terlalu takut untuk mematikan sambungan telpon itu, dan Glen pun tidak mempunyai niat untuk mematikannya.
Karena khawatir kalau hal buruk terjadi saat dia mematikan sambungan telepon itu.
"Mik, Lo baik-baik aja kan?" Glen memastikan keadaan Mika saat keduanya terdiam dan hanya ada helaan nafas saja yang terdengar.
Mika lagi-lagi mengangguk secara percuma, menjawab pertanyaan yang Glen ucapkan.
Lalu dia menjawab, saat dia tahu bahwa Glen tidak bisa melihat kepalanya.
"Iya, Gendut! Cepetan dong Gendut!" Desak Mika saat dia merasa bahwa dia semakin takut.
'Mika…Mika…!' Kedua mata Mika terbelalak saat mendengar perempuan itu memanggil namanya, dengan suara yang menyeramkan.
"Aaaaaaaaa!!" Mika berteriak dan semakin mengeratkan tangannya untuk menutup telinga kirinya.
Dia berjongkok dan meringkuk memeluk dirinya sendiri sambil menangis ketakutan.
"Mik! Tunggu, Mik! Gue sebentar lagi nyampe!" ucap Glen dengan panik.
Mika yang sangat takut, akhirnya berlari menuju kamarnya dan mengerumuni dirinya sendiri dengan selimut.
Tangannya yang bergetar dengan kuat, menggenggam selimut dan Handphone-nya.
"Glen… Cepet ya! Perempuan itu manggil-manggil nama Gue!" ucap Mika disela tangisannya.
Kemudian, dia tidak dapat mendengar suara apapun dari sambungan teleponnya dengan Glen, membuatnya semakin panik dan takut.
"Mik!" Mika tersentak kaget saat Glen secara tiba-tiba memanggilnya.
Lalu dia segera menjawab, 'Iya.' Pada Glen yang sekarang entah ada dimana.
"Mik, gue udah ada didepan rumah elo! Bukain pintunya ya…" Pinta Glen.
Mika terkejut karena seingatnya dia menggembok pagar depan.
Apa mungkin Glen melompat untuk masuk kehalaman rumahnya?
"T-tapi Len, didepan sana ada perempuan rambut panjang. Gak mau ah Glen! Gue takut!" jawab Mika yang masih menangis.
Dia meragukan bahwa yang kini sedang berbicara dengannya adalah Glen, atau jelmaan yang lain?
Mika semakin enggan untuk membuka selimut tebalnya itu.
"Mik… Dengerin Gue, Sekarang gue udah ada didepan pintu rumah elo, dan ga ada perempuan atau siapapun disini!" Penjelasan yang diucapkan oleh Glen itu berhasil membuat Mika percaya.
Dengan perlahan, dia turun dari atas kasurnya masih dengan selimut yang membungkus tubuhnya.
Mika berlari dengan cepat ke arah pintu untuk membukanya, karena dia takut kalau perempuan itu justru berhasil masuk kedalam rumahnya.