Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Si tukang jahil

"Kenapa gak Lu bantuin? Biasanya kan, lu baik banget!" tanya Sinta lagi saat keduanya sudah cukup lama terdiam setelah pembahasan itu.

Mika yang tidak terlalu mendengar pertanyaan Sinta, berbalik dari kaca untuk menghadap temanya itu.

"Hah?" tanyanya, meminta Sinta mengulang kembali pertanyaannya.

Sinta membuang nafas dengan lelah dan menurunkan handphone miliknya.

"Kenapa lu gak bantuin Alvaro? Biasanya lu kan baik banget!" Sinta kembali mengucapkan pertanyaannya, dan kali ini lebih jelas.

Hingga Mika berkata oh dan membenarkan posisi duduknya.

"Habis tadi dia pake acara sita-sita handphone sih! Jadi biarin aja… Biar tahu rasa!" Mendengar jawaban Mika, Sinta hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Taksi yang mereka naiki sudah sampai didepan rumah Mika. Sinta pun segera turun dan membantu Mika setelah dia membayar taxi.

Dan saat Mika sedang membuka gembok rumahnya, Sinta melihat tidak ada satupun mobil milik kedua orang tua Mika disana.

Biasanya, kalau Ayah atau Ibu Mika ada, setidaknya ada satu mobil yang terparkir digarasi atau depan rumahnya.

Tapi melihat tidak ada satu pun mobil disana, akhirnya Sinta bertanya pada Mika.

"Ortu lo kemana, Mik?" tanya Sinta.

Mika berhasil membuka gerbang, dan berjalan untuk membuka pintu rumah yang terbilang cukup besar.

Mika hanya melirik kearah garasi tempat penyimpanan mobil yang kini kosong.

"Pergi keluar Kota, Ta. Mama ada jadwal sama temen-temen arisannya, liburan tiga hari dan katanya besok pulang."

"Kalau Papa ada urusan kantor, jadi ga bisa pulang lima hari kedepan." Saat Mika menjelaskan hal itu, ada raut sedih yang bisa Sinta tangkap meski dia tidak yakin apa Mika benar-benar bersedih karena hal itu.

"Masuk, Ta!" Mika membuka pintu rumahnya, dan mempersilahkan Sinta untuk masuk kedalam rumah.

Mika menaruh tas nya dengan sembarang ke atas sofa, kemudian dia berjalan kearah dapur kecil yang ada didekat dengan ruang tamu.

Sinta yang masuk kedalam rumah Mika terlihat sangat santai seperti sudah terbiasa, dan memilih mengikuti langkah Mika kearah dapur.

"Lo udah bener baik-baik aja kan, Mik?" tanya Sinta memastikan sahabatnya itu tidak perlu ke dokter atau klinik terdekat.

Karena Mika sempat menolak ajakannya untuk mengunjungi salah satu klinik yang mereka lewati tadi.

Mika yang kini sedang membuka kulkas, dan melihat-lihat isinyapun menganggukkan kepalanya dengan yakin.

Dia mengeluarkan sebuah jus yang ada didalam kulkas, dan mengangkat botol itu untuk memperlihatkannya pada Sinta.

"Mau jus? Atau air dingin?" tawarnya pada Sinta.

Perempuan itu berjalan dan ikut melihat isi kulkas, kemudian dia berjalan mengambil gelas dan menyodorkannya pada Mika yang hanya terdiam melihat gerak-geriknya.

"Jus aja deh! Hehehe…" Jawab Sinta pada akhirnya, setelah dia melihat isi kulkas milik Mika.

Mika tersenyum dan menuangkan jus itu kedalam gelas yang disodorkan oleh Sinta.

Keduanya kembali berjalan keruang tamu, dan duduk disofa.

"Thank you Ta! Maaf ngerepotin." ucap Mika dengan tiba-tiba, membuat Sinta yang sedang meminum jus nya sempat tersedak.

Sinta menaruh gelasnya ke atas meja, dan mendekatkan duduknya pada Mika yang duduk disampingnya itu.

"Nggak apa-apa kok, Mik! Lagian Gue yang mau nganter lo pulang. Jadi ga usah sungkan ya…" ungkap Sinta pada perempuan kurus itu.

Mika mengangguk, tapi tanpa dia sadari saat ini Sinta tengah menyembunyikan sebuah senyuman tipis.

Didalam kepalanya saat ini terisi oleh beberapa ide untuk menjahili Mika, karena memang pada dasarnya Sinta adalah anak yang jahil.

Jadi seserius apapun yang dia lakukan, dia pasti mempunyai niatan untuk menjahili teman-temannya.

"Eh Mik… Lo dirumah sendirian kan hari ini?" Sinta menanyakan suatu hal yang sudah jelas yang sebenarnya tidak perlu dipertanyakan lagi.

Mika hanya mengangguk keheranan, karena seharusnya Sinta bisa mengambil kesimpulan dari penjelasan mengenai kepergian kedua orang tua yang tadi Mika jelaskan.

"Kenapa Ta?" tanya Mika, saat dia melihat raut wajah Sinta yang berubah drastis dihadapannya.

Sinta menggelengkan kepalanya, seolah enggan mengatakan apa yang sebenarnya mau dia katakan, dan membuat Mika semakin penasaran.

"Apa sih Ta! Cepet kasih tau Gue… Kalau nggak, Gue bakalan teriak didepan kelas kalau lo tuh sebenernya anak dari seorang Intelegen Negara!" Ancam Mika pada Sinta.

Kedua mata Sinta membulat saat mendengar ancaman itu.

"Jangan! Jangan! Jangan kaya gitu lah Mik, nanti gue kena tegur Papa." Mohon Sinta, Mika pun melipat kedua tangannya kedepan dada, dan menunggu ucapan yang sedari tadi Sinta urungkan.

"Oke, oke… Gue tadi Cuma mau bilang hati-hati ke lu. Lu sendirian dirumah kan?" Akhirnya Sinta mengungkapkan apa yang akan dia katakana sebelumnya.

Kening Mika mengerut, mendengar pertannyaan terakhir yang Sinta ucapkan dalam penjelasannya.

"Emang kenapa kalo dirumah sendirian, Ta?" Mika yang masih penasaran dengan maksud dari kata 'Hati-hati' yang diucapkan Sinta itupun akhirnya kembali menanyakan alasanya.

Sinta mendekatkan dirinya untuk membisikkan sesuatu pada Mika, sehingga dengan refleks perempuan itu ikut mendekatkan kupingnya pada bibir Sinta.

Jantung Mika mulai berdebar karena takut, dia adalah tripikal orang yang penakut dan panikan sehingga sebelum dia mendengar alasan dari Sintapun dia sudah merasa cukup was-was.

"Banyak orang bilang… Kalau lo lagi sendirian dirumah, pasti ada tamu yang nggak diundang dateng." Bisik Sinta, Mika memajukan kedua bibirnya kedepan, dan menyipitkan matanya seraya menjauh dari Sinta saat sinta selesai dengan ucapannya.

"Tamu yang tiba-tiba dateng pasti banyak sih, Ta. Apa yang harus dihati-hatiin sih?" tanya Mika dengan santai, dia tidak terlihat takut saat mendengarnya.

Lagian dia sudah terbiasa kedatangan tamu dari orang tuanya, yang tiba-tiba datang menanyakan keduanya saat mereka sedang pergi.

"Ihh… Bukan tamu itu, Mik!" Sanggah Sinta, "Tapi tamu tak kasat mata!" Sambung Sinta lagi.

Mika menahan nafasnya saat mendengar penjelasan Sinta, dan dengan cepat dia memukul lengan perempuan berpita pink yang ada disampingnya itu.

"Jangan gitu dong, Ta!" Protes Mika, Sinta pun hanya bisa tertawa kencang dan mengaduh kesakitan karena pukulan yang diberikan oleh Mika padanya.

"Hahaha… Lo nggak takut kan, Mik?" tanya Sinta yang sekarang mengusap-usap lengan kanannya.

"Ta… Nggak! Gue gak takut!" jawab Mika yang sempat meralat jawabannya.

Dia terlihat ragu, tapi itulah tujuan Sinta mengatakan semua hal menyeramkan itu.

Dia memang berniat menakut-nakuti sahabatnya.

"Oh, syukur deh!" Sahut Sinta, dia kembali meminum jus miliknya dan tersenyum dari balik gelas yang sekarang menutupi mulutnya.

Sinta dengan terburu-buru menghabiskan jusnya, dan menaruh kembali gelas itu setelah kosong.

"Dah ah… Mik, gue pulang ya!" Pamit Sinta. Mika yang mendengar ucapan pamit itu segera mendongak, menatap Sinta yang sudah berdiri dari duduknya.

Perempuan itu segera mengambil tasnya yang sedaritadi terbaring diatas sofa.

Mika terlihat panik saat tahu Sinta akan pulang, sedangkan dirinya masih merasa parno dan ketakutan karena ucapan Sinta sebelumnya.

"Ta, nggak mau makan dulu?" tanya Mika, setidaknya dia mencoba membuat Sinta lebih lama berada didalam rumahnya.

Tapi jawaban yang diberikan Sinta sungguh berada diluar ekspektasinya.

"Nggak ah, gue udah kenyang." Tolak Sinta, Mika terdiam mematung saat mengetahui usahanya sia-sia.

Sinta segera mengeluarkan jaket miliknya, dan menggunakannya sebelum dia pulang.

Mika menggunakan kesempatan itu untuk memikirkan sebuah rencana yang bisa menghambat kepulangan Sinta.

"Mik, gue pulang dulu ya. Bye!" Sinta berjalan kedepan pintu keluar, dan Mika yang sudah merasa terpojokkan itu akhirnya menggunakan sebuah jurus yang menurutnya paling jitu.

Dia memegang kepalanya dan mengaduh.

"Aduh… Ta! Pusing, Ta!" ucapnya seraya memejamkan matanya dan terduduk dengan lemas keatas sofa.

Sinta yang tahu itu hanyalah sebuah akting yang Mika lakukan untuk menahan kepulangannya, hanya bisa berusaha menahan tawanya sekuat yang dia bisa.

Sedetik kemudian, Sinta berpura-pura panik dan menghampiri Mika yang masih berakting sakit.

"Eh, Mik! Lo gak apa-apa kan?" tanyanya, dia kini masuk kedalam permainan yang dimainkan oleh sahabatnya itu.

"Kepala Gue sakit banget, Ta!" jawab Mika melebih-lebihkan apa yang tidak sebenarnya dia rasakan.

Tapi, lagi-lagi semuanya berada diluar ekspektasi Mika.

Sinta mengambil duduk disampingnya dan mengocok isi tas nya, Mencari sesuatu yang tidak Mika tahu.

"Untung gue punya obat pusing yang dokter kasih bulan lalu!" Terangnya.

Mika mengintip dari balik matanya yang tidak tertutup sempurna, dan mendapati Sinta sedang mengeluarkan sebuah bungkusan obat.

"Nih, Diminum ya! Gue harus cepet-cepet pulang, Mik!" Sinta kembali berdiri dari duduknya dan kini menatap Mika, menunggu perempuan itu berhenti dengan semua aktingnya.

Mika pun dengan berat hati membuka matanya untuk menatap Sinta dan mengangguk.

"Hati-hati ya, Ta!" ucap Mika pada sahabatnya. Sinta mengangguk dan sesegera mungkin keluar dari rumah Mika.

Meninggalkan Mika yang terduduk lesu, karena ditinggalkan olehnya.

Sinta berjalan menuju jalan raya yang cukup jauh dari rumah Mika.

Selama perjalanan menuju jalan raya, Sinta tidak henti-hentinya tertawa, mengingat apa yang dilakukan oleh Mika tadi.

"Mika… Mika… Dasar lo tuh emang freak!" Gumam Sinta disela tawanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel