HMT 4 - Perang Di Timur
Beberapa dayang berkumpul di dalam sebuah kamar yang cukup luas. Mereka sedang membantu seorang pria berpakaian.
Manik mata pria itu begitu hitam bak malam di tengah lautan. Sorotnya tegas namun memancarkan kesejukan
Bibirnya kemerahan seperti bunga lotus yang baru mekar. Hidungnya mancung dengan dagu yang lancip dan rahang yang tegas.
Semua kesempurnaan itu dilengkapi dengan postur tubuh yang tinggi kekar dan kulitnya yang putih bak bubuk tepung.
Pangeran Agung Zhang Su Liang, putra mahkota Kerajaan Tongjiang. Dia tak hanya dikenal karena keahliannya bermain pedang saja, tapi juga kesempurnaan paras dan kecerdasan yang dirinya miliki.
Bahkan, kabar ketampanan Pangeran Su Liang tersiar sampai ke negeri-negeri tetangga. Kegemarannya bermain seruling pun konon katanya bisa membuat para gadis hilang kesadaran pabila mendengarnya.
Selain tampan, ahli kungfu dan mahir bermain pedang, Su Liang juga dikenal sebagai sosok yang pendiam dan irit bicara. Baginya kesepian adalah ketenangan dalam hidup.
Ia lebih suka menyendiri memainkan serulingnya bila sedang tak ada kegiatan di istana.
Kesukaannya pada sains telah membuat Su Liang sering melakukan beberapa penelitian. Seperti mencari sebab hujan dan pergantian musim di negeri Barat. Juga meneliti tentang beberapa hewan yang ia temui di hutan pada saat berburu.
Menurutnya dunia ini unik dan menyimpan banyak rahasia. Setiap makhluk yang dirinya temui di hutan adalah bagian dari keunikan dunia itu tersendiri.
"Salam, Putra Mahkota. Yang Mulia Raja sedang menunggu Anda di ruang rapat istana," tukas seorang prajurit yang menemui Su Liang di kamarnya.
Jubah hitam kebesaran Kerajaan Tongjiang dipasangkan dengan hati-hati oleh dua orang dayang pada tubuh tinggi Su Liang. Sementara beberapa dayang lainnya melakukan hal lain seperti menyisir rambut dan memasangkan asesories.
Su Liang hanya mengibaskan tangannya tanpa menoleh pada prajurit di hadapannya.
Tatapan pria itu justru tertuju pada seekor kupu-kupu yang sedang menghisap sari madu pada bunga plum yang baru mekar di balik jendela kamarnya. Bibirnya mengulas senyum melihat hal itu.
Prajurit segera membungkuk hormat sebelum meninggalkan kamar Su Liang.
Rapat penting?
Putra mahkota sudah mendengar rumor itu. Tentang penolakkan putri dari Timur. Tangan Su Liang mengepal kuat, rahangnya mengeras dan tatapan tajam dilontarkan pada kupu-kupu yang sedang dipandanginya.
Putri Fangyu, seberapa cantik gadis itu sampai-sampai menolaknya. Sepasang mata putra mahkota terpejam seraya memalingkan wajah menahan emosi.
Gadis sombong itu harus mendapatkan hukuman darinya. Hukuman yang takkan pernah dirinya lupakan seumur hidupnya. Bibir kemerahan putra mahkota bergetar-getar merutuki Fangyu dalam hatinya.
....................................................
Setelah selesai berpakaian, Su Liang segera meninggalkan kamar. Beberapa dayang mengikuti langkah gagah putra mahkota dari belakang dengan wajah menunduk dan hati yang dipenuhi rasa kagum.
Wangi parfum sang pangeran mengiringi langkahnya menuju ruang rapat. Para gadis segera menundukkan wajah saat berpapasan dengannya.
Namun, mata mereka diam-diam menatap sang pangeran agung dengan hati berbunga-bunga.
Lancang bagi mereka jika sampai berani mencuri pandang terhadap pangeran tampan itu. Namun pesona Pangeran Su Liang benar-benar sayang untuk dilewatkan.
Pria itu berjalan gagah dengan dada membusung dan wajahnya yang terangkat pongah. Begitu berkharisma dan memikat hati para gadis yang melihatnya.
"Kau! Beraninya kau memandangi Putra Mahkota Zhang. Turunkan wajahmu!"
Seorang prajurit menghunus pedangnya pada leher seorang pelayan wanita yang ketahuan sedang mencuri-curi pandang pada Su Liang.
Dayang itu sangat tersentak dan tampak sangat ketakutan. Namun, ia tak diberi kesempatan. Dua penjaga segera menyeretnya menuju arah penjara.
Tak heran hal itu sering terjadi. Raja Tongjiang telah membuat suatu peraturan; barang siapa yang berani menatap dan mencoba menggoda Putra Mahkota Zhang Su Liang maka tiang gantung akan menantinya. Peraturan ini tak hanya berlaku pada para gadis di istana saja, tapi bagi seluruh gadis di negeri Barat.
Peraturan konyol itu dibuat atas perintah mendiang permaisuri. Sejak terlahir ke dunia di negeri Barat 25 tahun yang lalu, Su Liang selalu menjadi pusat perrhatian para wanita di istana.
Sewaktu usia kanak-kanak sang putra mahkota pernah diculik oleh pengasuhnya. Sejak kejadian itu permaisuri tidak menyukai jika ada wanita yang melihat pangeran terlalu berlebihan. Oleh karena itu peraturan ini dibuat.
"Putra Mahkota Zhang telah tiba!" seruan seorang prajurit yang berdiri di samping pintu ruang rapat.
Semua orang yang mendengar segera bangkit dari duduknya, lantas memberi salam pada pangeran agung saat dirinya memasuki ruangan rapat.
"Salam, Putra Mahkota."
Su Liang hanya mengangguk seraya mengangkat satu tangannya perlahan. Kemudian dia segera duduk pada bangku nyaman di samping raja.
Rapat pun dimulai. Sang raja mulai menyampaikan inti dari rapat mereka sore ini. Menyerang negeri Timur akan dilakukan sebelum matahari terbit esok pagi. Para petinggi istana mulai mengajukan pendapat.
Beberapa di antara mereka ingin penyerangan ke istana Dongjin dilakukan malam ini juga. Sementara yang lainnya setuju dengan raja.
Pedebatan antar menteri sering terjadi pada rapat seperti ini. Tak jarang pula para petinggi istana saling menyalahkan dan ingin didengar oleh sang raja.
"Aku ingin malam ini juga kita menyerang Timur," tukas Su Liang di sela ricuh para petinggi istana.
Semua orang terdiam mendengar ucapan putra mahkota. Tak ada yang berani menyela lagi setelah itu. Hanya keputusan raja yang kini mereka nantikan.
"Baiklah, malam ini juga kita akan menyerang ke Timur!" Raja menyetujui keinginan Pangeran Su Liang.
Para petinggi istana saling pandang lalu mengangguk setuju. Sang raja menoleh pada Su Liang. Putra mahkota hanya memberinya senyuman tipis.
Dia akan memimpin pasukkan bersama beberapa jenderal dan membawa kembali kehormatan Kerajaan Tongjiang.
.................…...................................
Malam itu angin cukup kencang menerpa tirai-tirai penutup jendela di istana Dongjin. Angin dan badai sering terjadi di sana karena letak kerajaan Dongjin yang dikelilingi oleh laut dan pantai.
Sejak kepergian Fangyu, Raja Lin dan Permaisuri Wen tak pernah saling sapa. Keduanya sedang tenggelam dalam dilemanya masing-masing.
Tiga hari tiga malam sudah Fangyu menghilang. Bala tentara yang dikerahkan untuk mencarinya pun belum juga kembali.
Pangeran Xue Yin dan Pangeran Xue Jia sedang duduk bersama raja di paviliun istana. Mereka sedang berbincang seraya menikmati secangkir teh hangat.
"Surat yang aku kirimkan pada Raja Zhang sepertinya sudah beliau baca. Aku yakin perang akan terjadi setelah ini. Oleh karena itu aku memanggil kalian," ucap sang raja seraya menatap kedua putranya yang memiliki wajah yang sama persis.
Kembar indentik. Sangat sulit untuk membedakan, bagai pinang dibelah dua.
"Ayah, kurasa Fangyu hilang di laut. Jenderal Hua sudah menyisir seluruh wilayah laut dan pantai Timur, tapi Fangyu tak juga ditemukan." Xue Jia menimpali seraya memegang cangkir teh di tangannya.
"Jadi ke mana sebenarnya Fangyu? Apakah orang-orang dari Selatan telah menculiknya?" Kali ini Xue Yin yang menyela.
Dirinya dan Xue Jia tak pernah mengetahui jika Fangyu bukanlah adik kandung mereka. Keduanya sangat mencemaskan Fangyu.
"Entahlah, itu yang selalu mengganggu pikiranku akhir-akhir ini." Raja Lin menggelengkan kepalanya.
Dia sangat sedih dan bingung ke mana lagi mesti mencari Fangyu. Sejenak menjadi hening. Mereka bertiga terlarut dan kesunyian dan memikirkan Fangyu.
Telah lama terjadi bermusuhan dan perang dingin antara negeri Timur dan negeri Selatan. Bisa saja pangeran dari Selatan yang sudah menculik Fangyu. Mereka sepemikiran.
"Lapor, Yang Mulia! Putra Mahkota Zhang Su Liang dari Barat sedang menuju ke istana untuk menyerang. Dia membawa banyak pasukan. Mohon Yang Mulia Raja agar segera memberi titah," ucap seorang pengawal yang tiba-tiba datang memecah kesunyian di antara mereka.
"Apa?!" Raja dan dua pangeran sangat terkejut mendengar ucapan pengawal itu. Mereka segera bangkit dari bangkunya.
"Ayah, mohon beri hamba titah untuk menghalau mereka." Xue Yin dan Xue Jia segera membungkuk hormat pada Raja Lin.
"Pergilah Pangeran Agung, hadang mereka sebelum tiba di perbatasan." Raja memberi titah.
"Perintah Ayah akan kami laksanakan." Xue Yin dan Xue Jia segera melesat pergi meninggalkan sang raja.
..................………............................
Pangeran Su Liang menaiki kudanya menuju Timur. Perjalanan memakan waktu tiga hari tiga malam untuk segera tiba di wilayah Kerajaan Dongjin.
Pakaian perang melekat gagah di tubuhnya. Pedang di pinggang siap untuk menebas leher musuh. Kudanya terus berlari kencang memecah kesunyian malam di tanah bebatuan.
Setibanya di perbatasan pasukan berhenti karena para musuh sudah menyambut mereka di sudut gelam bumi.
Su Liang menaikan sudut bibirnya melihat dua pangeran agung dari Timur yang sedang menduduki kudanya. Tak gentar dan tak ada rasa takut sedikit pun. Tangannya segera meraih pedang di pinggang.
"Serangg!"
Seruannya menggema seraya mengacungkan pedangnya.
Para tentara berseru menyambut. Kuda segera dipecut dan mereka segera maju menuju para musuh. Perang pun segera dimulai.
Xue Jia mulai menghunus pedangnya dan mencari sasaran untuk mata pedang yang sedang haus darah.
Su Liang memacu kudanya semakin kencang menuju Xue Jia dan Xue Yin yang sudah bersiap menyambutnya. Dia harus kembali ke Barat dengan membawa kepala dua pangeran itu.