Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

HMT 3 - Kemarahan Raja Barat

Seekor burung elang terbang melintasi luasnya wilayah Kerajaan Tongjiang di Barat. Dengan mengepakkan sayapnya terbang rendah lalu menukit menuju teras istana Tongjiang.

Raja Tongjiang, Zhang Hao Ming menanggah melihat burung elang itu menuju padanya yang sedang berdiri di teras balkon istana saat ini. Dua orang menteri yang berdiri di belakang sang raja ikut menanggah memperhatikan burung elang itu.

Penasehat Yung menoleh pada Raja Zhang. Sepertinya ada pesan yang akan tidak mengenakan untuk sang raja, pikirnya mulai terlihat cemas saat burung itu hinggap di pagar balkon.

Penasehat Yung segera maju dan menangkap burung itu. Bak melihat Tuannya, burung elang hitam itu hanya terdiam saat Penasehat Yung meraih gulungan kertas yang terselip pada kaki kirinya. Kemudian burung elang itu kembali terbang setelah ia melemparnya kembali ke atas langit.

"Pesan dari Raja Timur?" Sepasang mata Penasehat Yung membulat penuh setelah membuka dan membaca kertas yang diambilnya dari burung elang tadi. Dia lantas menoleh pada Raja Zhang yang masih berdiri di sampingnya.

"Mungkin Raja Lin ingin meminta sesuatu padaku sebelum iring-iringan pengantin tiba di istananya lusa nanti. Bacakan pesan itu untukku, Penasehat Yung."

Raja Zhang tersenyum tipis lalu menoleh pada pria jubah hitam di sampingnya. Tak ada pirasat buruk apa pun di hati. Dia bahkan sudah tak sabar ingin berbesan dengan Raja Lin.

"Baik, Yang Mulia." Penasehat Yung segera membuka gulungan kertas yang dipegangnya di hadapan raja dan dua menteri lainnya.

Semua orang menyimak dengan telinga terbuka.

"Yang terhormat Raja Barat, Zhang Hao Ming. Aku Raja Lin Jiang Fu dari Timur memohon maaf padamu. Surat ini aku tulis karena sudah putus asa dan tak tahu harus bagaimana. Putri Agung Lin Fangyu telah meninggalkan istana Dongjin. Aku dan segenap para petinggi istana tak juga menemukannya. Tak ada pernikahan lusa nanti. Kumohon kau bisa mengerti."

"Apa?! Putri Fangyu telah meninggalkan istana?"

"Aneh sekali. Apakah dia tidak memiliki rasa malu?"

"Benar-benar memalukan!"

Para menteri mulai ricuh dan berkoar sesuka hatinya setelah mendengar bunyi surat dari Raja Lin yang dibacakan oleh Penasehat Yung.

Mereka sangat murka. Ini penghinaan besar bagi Kerajaan Tongjiang.

Raja Zhang pasti akan sangat murka setelah ini, pikir mereka yang langsung mengatupkan bibirnya setelah raja menolehkan kepala pada para menteri.

Kemarahan dan kemurkaan para menteri itu tak ada apa-apanya dibandingkan rasa kecewa yang dirasakan oleh Raja Zhang saat ini.

Benar, ini sangat memalukan dan merupakan penghinaan besar bagi kerajaan. Raja Zhang mengepalkan buku-buku tangannya dengan rahangnya yang menggeletuk.

Andaikan Raja Lin datang sendiri ke hadapannya saat ini, mungkin pria itu hanya akan pulang tanpa kepala.

"Perdana Menteri, perintahkan pada para jenderal untuk mempersiapkan bala pasukannya. Malam ini juga kita harus menyerang ke Timur." Setelah hening cukup lama akhirnya Raja Zhang memberi titah.

"Baik, Yang Mulia." Perdana Menteri Ming segera melesat meninggalkan teras balkon.

"Yang Mulia, apakah ini tidak terburu-buru? Apa tidak sebaiknya kita menemui Raja Lin lebih dulu untuk memastikan semuanya," tukas Penasehat Yung.

Dia sedikit cemas dengan perang besar yang akan terjadi antara dua kerajaan. Dan bisa saja surat itu hanya akal-akalan para musuh untuk mengadu domba mereka.

"Apa yang harus dibicarakan?

Raja Lin sudah melempar kotoran ke wajahku ini. Apakah aku harus menggaggap semua itu hanya lelucon saja? Perang akan tetap terjadi," pungkas Raja Zhang. Dia lantas memutar tubuhnya membelakangi Penasehat Yung.

Dari wajahnya sang penasehat bisa melihat seberapa besar kemarahan raja saat ini.

Tak ingin membuatnya semakin murka, Penasehat Yung segera memberi hormat dan bergegas pergi. Meski tak berhasil menghalangi perang, namun Penasehat Yung yakin jika Raja Zhang sudah salah mengambil keputusan ini.

Melihat punggung Penasehat Yung sudah menghilang, Menteri Chen segera maju pada sang raja.

Pria dengan jubah hijau tua itu berdiri tepat di belakang punggung Raja Zhang. Dia tersenyum penuh misteri sebelum bicara.

"Maafkan kelancangan hamba, Yang Mulia. Tapi hamba harus mengatakan hal ini pada Anda," tukas Menteri Chen.

Tubuhnya sedikit dibungkukkan dengan sepasang mata yang terangkat pada punggung raja. Dia berharap Raja Zhang mau mendengarkan dirinya.

"Katakan saja apa yang ingin kau katakan, Menteri. Aku sedang tidak baik saat ini, kau boleh pergi setelah selesai bicara," balas Raja Zhang tanpa memutar tubuhnya pada Menteri Chen.

Sepasang matanya fokus memandangi langit senja sore itu. Cuaca yang bagus untuk memulai penyerangan, pikirnya.

"Ah, begini Yang Mulia." Menteri Chen menoleh ke kanan dan ke kiri lebih dulu sebelum memajukan satu langkah lagi tungkainya.

Kini jaraknya dan raja sangatlah dekat. Bahkan jika sang raja memutar tubuhnya otomatis wajahnya yang langsung dilihat oleh sang raja.

"Yang Mulia, sebenarnya sudah lama hamba ingin mengatakan rahasia ini pada Anda. Namun hamba sangat bingung dan takut Anda takkan percaya pada hamba." Menteri Chen masih bertele-tele.

"Katakan sekarang dan jangan membuatku kesal, Menteri!"

Suara bariton Raja Zhang pada pria di belakangnya. Di kepalanya sedang merangkai strategi untuk menyerang kerajaan Dongjin, tapi menteri bodoh ini mengganggunya saja.

"Ah, begini Yang Mulia. Hamba dengar dari beberapa pedagang di pasar Dongjin, jika Putri Agung Fangyu telah menjalin hubungan asmara dengan pangeran dari Selatan. Hamba mendengar pula jika Putri Fangyu tengah mengandung bayi haramnya," jawab Menteri Chen penuh penghayatan.

Dia segera mundur saat sang raja memutar tubuh menghadap padanya.

"Apa yang kau katakan ini berasal dari sumber yang bisa dipercaya, hah?! Jika benar seperti itu, berarti Raja Lin memang sedang menyalakan api pada tumpukkan jerami. Malam ini juga kita serang kerajaan Timur!"

"Baik, Yang Mulia!"

Menteri Chen tersenyum penuh misteri sebelum melenggang pergi meninggalkan raja seorang diri di teras balkon istana.

Dasar bodoh!

Raja Zhang percaya saja pada ucapannya. Padahal semua itu hanya rekayasa yang dirinya buat untuk memantik kemarahan sang raja agar lebih besar lagi pada Raja Lin. Dengan begitu perang besar benar-benar akan terjadi.

Raja Zhang tak mengetahui jika Menteri Chen adalah seorang mata-mata yang diutus oleh Raja Zhong Lin dari Selatan.

Butuh waktu bertahun-tahun bagi Menteri Chen bisa memasuki Kerajaan Tongjiang dan menjabat sebagai menteri pertahanan.

Dia datang untuk membuat permusuhan antara Tongjiang dan Dongjin. Semua itu atas perintah Raja dari Selatan.

Tadinya Menteri Chen ingin menculik Fangyu di hari pernikahannya dengan Pangeran Su Liang. Namun ternyata dewa keberuntungan sedang berpihak padanya.

Dia tak perlu bersusah payah menculik Fangyu, karena kini gadis itu sudah hilang dengan sendirinya.

Omong kosong tentang hubungan gelap Fangyu dan pangeran dari Selatan. Semua itu hanya cerita yang dirinya buat sendiri.

Setelah Tongjiang dan Dongjin berperang maka hanya ada satu kerajaan yang tersisa. Entah itu Dongjin atau Tongjiang, yang pasti dia akan lebih mudah menaklukan satu kerajaan yang tersisa daripada menggempur dua kerajaan besar itu satu per satu.

.......................................................

"Lapor, Putra Mahkota. Hamba sudah melakukan tugas yang telah Anda berikan," ucap Menteri Chen saat menemui seorang pria berjubah hitam di dalam hutan di malam harinya.

"Bagus, kapan mereka akan berperang? Dan cari tahu juga kemana sebenarnya Putri Fangyu pergi," ucap pemuda itu yang tak lain adalah pangeran dari Selatan, Li Cangyi.

"Titah Anda akan segera hamba laksanakan," sahut Menteri Chen seraya membungkuk hormat pada pria muda berjubah hitam di hadapannya.

Bibir kemerahan Pangeran Cangyi tersenyum puas. Akhirnya kerajaan Dongjin dan Tongjiang akan segera berperang.

Dengan begitu ia dan ayahnya tak perlu bersusah payah menghabiskan tenaga untuk berperang. Sementara Fangyu, gadis sombong itu harus ia dapatkan segera.

Rasa sakit hatinya pada Fangyu takkan hilang begitu saja jika belum membuat gadis itu menderita dan memohon pembebasan darinya.

"Fangyu, di mana pun kau saat ini, aku pasti akan menemukanmu. Kau harus merangkak di bawah kaki ini untuk memohon ampun dariku," desis Cangyi. Tatapan matanya penuh kebencian pada gadis yang tak berada di hadapannya saat ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel