BAB 3
BAB 3
HAPPY READING
***
Rutinitas pagi sebagai karyawan Poppy seperti biasa, bangun tidur di waktu yang sama. Ia mengambil ponselnya di meja, menunjukan pukul 05.55, ia melihat ke arah jendela, cahaya matahi mulai menyinari dengan malu-malu. Ia tahu bahwa setiap orang memiliki sirkadian, alias jam tubuh yang berbeda. Waktu sirkadian ini terbentuk dengan sendirianya sesuai kondisi tubuh. Dengan otomatis jam tubuh bangun di waktu yang hampir sama setiap harinya.
Ia membuka bed covernya, lalu melangkah menuju jendela membukanya, agar udara dari luar masuk ke dalam kamar. Ia mengambil air mineral yang ada di meja, ia mengganti outfit lari yang sudah ia siapkan tadi malam. Begitu bangun jadi ia langsung ganti baju untuk jogging di komplek.
Jujur kalaupun ia kesiangan bangun, maka ia akan sempatkan untuk olah raga, karena itu berpengaruh sekali dengan mood, yang penting ia menjalani ini dengan sangat konsisten lari adalah olah raga paling berhasil melawan rasa malas nya.
Poppy turun ke bawah ia menatap bibi sedang mengepel lantai. Wanita itu tersenyum kepadanya dan ia tersenyum balik.
“Pagi non Poppy.”
“Pagi juga bi,” ucap Poppy.
“Mau olah raga non?” Tanya bibi.
“Iya, biasa.”
Poppy melangkah menuju pintu samping, ia mengambil sepatu olah raganya di rak sepatu. Setelah itu ia jogging keliling komplek. Ia memandang langit menjelang pagi, udara pagi memang terlihat masih segar, jalanan juga sudah mulai ramai. Ia biasa start jam segini, karena takut juga jika jogging dalam waktu masih gelap.
Ia memandang aktivitas di jalan, awalnya memang rasanya aneh lari sendirian, namun lama-kelamaan akhirnya mulai nyaman dengan aktivitasnya jogging setiap hari. Ia melihat ibu-ibu komplek yang sedang sibuk memilih sayur. Ia hanya tersenyum dan mereka juga ikut tersenyum kepadanya, karena pada dasarnya ia sudah rutin melakukan jogging seperti ini dan warga di sini mengetahuinya.
Ia terus berlari mengitari jalanan komplek, ia tersenyum kepada security yang setia berjaga di pos keamanan.
“Pagi neng Poppy,” ucap security itu.
“Pagi juga pak.”
“Semangat neng.”
“Pasti pak,” ucap Poppy, ia terus berlari.
Seketika ia teringat tentang Harvey, kata-kata Harvey tadi malam, masih teringang-ngiang dalam ingatannya, “Bagaimana jika pacar kamu tahu kalau kita pernah lebih dari itu?”. Kata-kata itu membuatnya tidak nyaman, ia akui pernah berberapa kali berciuman panas dengan Harvey, rasanya sangat luar biasa. Bahkan sangat membekas dalam ingatannya.
Ia selalu terlena dengan ciuman Harvey, ia suka jika pria menciumnya mengebu-ngebu karena itu membuat libidonya naik. Padahal Nathan kekasihnya sama sekali tidak pernah melakukan itu kepadanya. Namun Harvey sudah berani melakukannya.
Poppy mencoba kembali fokus, berlari, tanpa memikirkan Harvey. Setelah berlari setengah jam mengitari komplek perumahan, Poppy memutuskan untuk pulang. Ia masuk ke dalam, lalu melihat jam menggantung di dinding menunjukan pukul 06.30 menit. Ia melihat bibi masih sibuk di dapur .
Ia lalu naik ke atas masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil ponselnya, ia melihat sebuah pesan singkat dari Nathan kekasihnya.
Nathan : “Pagi sayang, kamu jogging hari ini?”
Poppy tersenyum dan tangannya lalu mengetik pesan singkat itu.
Poppy : “Pagi juga, iya ini baru selesai jogging, prepare mau ke kantor.”
Tidak butuh waktu lama pesanpun di balas oleh Nathan.
Nathan : “Nanti aku jemput.”
Poppy : “Ok.”
Sebenarnya hubungannya dengan Nathan berjalan dengan baik. Nathan itu tipe pria yang perhatian, dia good boy, taat ibadah, dan sangat santun kepada orang tua. Sebagai wanita dewasa seperti dirinya, ia lebih tertarik kepada seorang good boy seperti Nathan. Selama beberapa tahun ini hubungannya dengaan Nathan berjalan dengan baik, bahkan ia nyaman bersama dengan kekasihnya itu.
Nathan selalu memberinya siraman rohani kepadanya, dan dia ingin menjalin hubungan yang kudus, tidak akan menyentuhnya, sebelum pernikahan mereka tiba, dia benar-benar menjaganya dengan baik. Namun apa yang ia lakukan dengan Harvey kemarin seolah ia sudah menghianati Nathan. Ok, ia tahu ia salah, karena sudah terlena ciuman Harvey. Bagaimanapun bahwa Nathan merupakan pria idaman untuk di jadikan suami. Keluarganya hanya tahu kalau dirinya dan Nathan itu berteman dengan baik, bukan sebagai pacar. Ia hanya mengenakan Nathan ke keluarga hanya sekali, itupun ketika natalan.
Ia kembali mengingat Harvey. Oh Tuhan, ia bisa gila jika terus-terusan memikirkan Harvey. Ia memfokuskan diri, agar otaknya tidak gila. Ia mandi air hangat agar tubuhnya segar. Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar mandi.
Poppy membuka lemari pakaiannya, ia mengambil rok pensil berwarna hijau emerald, dan kemeja berbahan sutra berwarna senada, karena outfitnya ini trinspirasi dengan Megan Markle. Nuansa deep emerald terlihat lebih ramping dan anggun. Ia sempurnakan dengan high heels berwarna nude. Jujur ia sebagai wanita gaya busana Megan Markle selalu ia tiru, karena menurutnya sangat classy. Rambut panjangnya ia ikat ke belakang.
***
Setelah rapi, Poppy turun ke bawah, ia memandang mama dan papa di sana. Kedua orang tuanya tersenyum kepadanya.
“Pagi, ma, pa,” ucap Poppy.
“Pagi juga Pop,” ucap mama.
Poppy mendekati mama, ia memandang mama memakan nasi goreng buatan bibi, memang terlihat sangat menggugah selera dengan adanya udang goreng tepung di sana. Ia melihat papa sedang menikmati nasi goreng yang sama. Tumben bibi hari ini buat nasi goreng, biasa yang tersaji salad dan sandwich, mungkin sudah bosa makan itu-itu terus.
“Sudah mau pergi?” Tanya mama, melihat putrinya sudah siap untuk pergi.
“Iya.”
“Enggak breakfast dulu? Bibi buat nasi goreng loh.”
“Enggak deh, breakfast di kantor.”
“Mau cicipin dulu nggak? Enak loh, ini request papa pengen nasi goreng dari kemarin.”
“Tumben papa pengen nasi goreng,” ucap Poppy.
Papa tertawa, “Lagi pengen aja Pop.”
“Mau cobain?” Tanya mama, beliau menyendokan nasi goreng itu ke sendok.
Poppy mengangguk, “Mau.”
Mama lalu menyuapi Poppy dengan sendok, rasa nasi goreng itu memang beneran enak. Ia lalu bergegas keluar, karena Nathan sudah menjemputnya. Ia keluar dari rumah, ia memandang mobil SUV Nathan sudah berada di depan rumahnya. Ia membuka pintu pagar.
Ia memandang Nathan membuka power window, pria itu seperti biasa berpenampilan rapi. Ia berikan senyuman terbaiknya kepada pria itu. Ia membuka hendel pintu, dan lalu mendaratkan pantatnya di kursi, tidak lupa memasang sabuk pengaman.
“Pagi sayang,” ucap Nathan.
“Pagi juga, sayang,” ucapp Poppy.
Beberapa detik kemudian mobil meninggalkan area rumah. Nathan menatap sang kekasih, jujur sebenarnya ia tidak setuju jika Poppy mengambil job sebagai sekretaris. Ia tahu bahwa pandangan negative kepada sekretaris selalu ada. Apalagi ia melihat Poppy sering lembur kerja. Pikirannya terhadap Poppy sudah ke mana-mana, ia hanya takut kalau Poppy mendua darinya. Apalagi ia tahu kalau Poppy dan boss nya pernah ke New York. Ia berjanji akan mengikat janji suci kepada Poppy dan menjadikan miliknya.
Poppy melirik Nathan, “Indra semalam udah berangkat ke Canberra?” Tanya Poppy, Nathan pernah cerita jika adiknya yang bernama Indra akan berangkat ke Canberra untuk kuliah di sana.
“Iya sudah.”
“Semoga dia betah ya di sana,” ucap Poppy.
“Semoga saja.”
Nathan menghidupkan audio mobil dengan tangan kirinya, sepanjang perjalanan mereka mendengarkan lagu.
“Kamu pulang jam berapa hari ini?” Tanya Nathan.
“Tergantung atasan pulang jam berapa. Kamu lembur nggak hari ini?” Tanya Poppy.
“Kayaknya sih,” ucap Nathan.
“Oiya, mama nanyain kamu, kapan ke rumah lagi?”
Poppy tersenyum, “Tunggu weekend ya.”
“Iya.”
“Sayang.”
“Iya,” Poppy menoleh menatap Nathan.
“Kayaknya kita harus tunangan.”
Poppy menelan ludah ketika Nathan mengajaknya bertunangan. Ia tahu bahwa tunangan adalah ikatan resmi bahwa kedua pasangan sudah resmi akan berkomitmen menuju jenjang pernikahan. Ia menatap Nathan cukup serius. Ia menelan ludah, entahlah padahal ia dulu mengharapkan segera menikan dengan Nathan, namun di lubuk hatinya paling dalam ada perasaan ragu.
Poppy mengngguk, ia tersenyum, “Iya, itu yang aku harapkan, kita segera bertunangan,” ucap Poppy.
Nathan meraih jemari Poppy, ia kecup punggung tangan itu, “Nanti aku coba ngomong sama orang tua aku di rumah. Aku ingin kita segera menikah dan meresmikan hubungan kita.”
Poppy mengangguk, “Iya.”
***
Beberapa menit kemudian akhirnya mobil tiba di tower office. Poppy melepas sabuk pengaman, ia menatap kekasihnya.
“Kamu semangat kerjanya,” ucap Nathan.
“Iya. Kamu hati-hati di jalan.”
Poppy keluar dari mobil, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 08.05 menit. Ia melangkah menuju lobby, ia lalu ke gerai Tous Les Jours, ia membeli beberapa roti untuk Harvey, inilah kegiatan rutin yang ia lakukan sebelum ke office. Roti yang di sukai disukai Harvey hanyalah roti k-red bean bread, roti yang isinya kacang marah. Tampilannya memang sederhana tapi cita rasanya tidak sesederhana tampilannya. Sejak Harvey menyuruhnya beli roti ini dulu pertama masuk menjadi sekretaris, ia jadi ikut-ikutan menyukai roti sederhana ini dibanding roti lainnya.
Setelah itu ia masuk ke dalam lift bersama karyawan lainnya. Lift membawanya menuju lantai atas. Ia menatap beberapa karyawan berada di lift yang sama. Tidak butuh waktu lama, pintu lift terbuka, ia melangkah menuju koridor, ia menatap beberapa karyawan yang baru berdatangan. Ia
“Poppy.”
Otomatis Poppy menoleh ke belakang, ia memandang Harvey melangkah mendekatinya. Ia tidak menyangka kalau Harvey datang secapat ini. Dia mengenakan kemeja biru muda dan celana slimfit hitam. Rambutnya tertata rapi, ia dapat mencium aroma parfum musk dari tubuh Harvey, karakter itu sangat pas dengan kepribadian Harvey yang sensual, hangat, elegan dan mewah.
“Selamat pagi pak,” ucap Poppy, tidak biasanya Harvey datang sepagi ini ke kantor, biasa dia datang jam sembilan atau jam sepuluh, ini bahkan masih jam delapan.
“Selamat pagi juga.”
****