Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6

BAB 6

HAPPY READING

***

Rose meletakan piring berisi buah apel dan anggur di atas meja. Ia duduk di samping Aslan, pria itu memandang ke arah layar TV. Tatapannya beralih ke samping, pintu balkon apartemen memang sengaja tidak ditutup sepanjang hari, bertujuan agar angin malam masuk ke dalam ruangan. Dengan pintu balkon terbuka, membuat sirkulasi udara menjadi lebih baik.

Sebenarnya mereka sudah nonton film ini, namun mereka memilih menonton film ini lagi. Film ini dibintangi oleh Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Liam Hemsworth dan serta actor lainnya. Film ini, film keempat dari series sebelum-sebelumnya, berdasarkan buku terakhir dalam trilogi The Hunger Games karangan Suzanne Collins.

Series ini menceritakan tentang Katniss dan tim pemberontak dari distrik 13 yang bersiap untuk pertempuran guna menentukan nasib Panem. Mockingjay itu symbol pemberontakan capitol Katnis Everdeen masih ingin tetap menyelamatkan Peeta dari belenggu si jahat. Film ini juga di bumbui dengan kisah cinta yang rumit antara memilih Peeta mantan teman seperjuangannya dulu atau atau sahabat lamanya Gale Hawthorne.

Rose dan Aslan tenggelam dengan film yang mereka tonton, mereka sambil memakan buah segar yang mereka beli di supermarket. Film ini berdurasi 137 menit, tanpa terasa film yang mereka tonton akhirnya habis. Buah yang di hadapannya juga tidak tersisa.

Aslan melirik Rose, tadi sepanjang nonton mereka hanya diam, karena memang tidak tahu apa yang akan di bahas.

“Bagaimana menurut kamu film nya?” Tanya Aslan membuat topik pembicaraan, ia lalu mematikan TV, ia ingin me-review film yang baru saja mereka tonton.

“Menurut aku scane aksi dan perang dalam film ini, harus lebih bagus lagi, maksud saya lebih detail. Mutt yang ada di film tidak sama dengan yang diterngan di dalam novel,” ucap Rose, karena ia sudah membaca novelnya sejak rilis pertama film ini, Mutt adalah 'hewan' mutasi yang diciptakan oleh game maker untuk menakuti bahkan membunuh tribute di dalam The Hunger Games.

“Ah ya, saya baru ingat, Katniss seharusnya membunuh snow di hadapan seluruh distrik, dia justru mengarahkan panahnya ke Coin, lalu meninggal ditempat. Walaupun Snow kemudian mati diserbu oleh rakyat yang murka juga. Secane Coin dibuat abu-abu di sini, kalau baca novelnya penonton paham kenapa dia memilih membunuh Coin.”

“Saya juga sudah baca bukunya, kalau Coin hidup dia akan menjadi the next Presiden Now atau bahkan lebih parah.”

“Exactly.”

“Sebenarnya saya sudah baca novel triloginya, jadi saya tahu persis endingnya seperti apa. Tapi saya ingin tahu bagaimana Lionsgate memvisualisasikan cerita ini sampai akhir. Saya sedikit sebal, kalau ternyata Mockingjay akan dibagi dua, tapi untung saja The Hunger Games rilis setahun sekali.”

“Saya nggak nyangka kalau kamu suka baca buku.”

“Kebetulan lagi hype di London. Penasaran yaudah saya beli, dan memang baca novelnya lebih detail. Saya suka novel fantasy ini karena sangat berdampingan dengan dunia nyata. Manipulasi maryarakat melalui media, pengalihan isu mulai dari kemiskinan dan ketidaksetaraan, kehidupan selebriti yang kaya raya, fashionista dan dongeng romantis terkesan lebih menarik, semua itu ada dikehidupan ini,” ucap Aslan.

“Secara keseluruhan saya suka film ini, karena sangat menarik dan mirip dunia nyata, dikemas menarik, acting pemainnya tidak usah diragukan lagi, pengambilan gambar dan editing luar biasa. Ini bukan kisah cinta remaja tapi lebih dari itu saya.”

“Saya setuju sama kamu,” ucap Rose, ia setuju dengan dengan pendapat Aslan.

Aslan dan Rose saling terdiam satu sama lain, mereka seketika merasa canggung. Rose melihat iris mata tajam Aslan, rahangnya sangat tegas, hal yang menarik dari wajah itu ialah dia, memiliki bulu-bulu halus di permukaan rahangnya, yang sepertinya sengaja ditumbuhkan oleh sang pemilik wajah. Tatapannya beralih ke tubuh Aslan, ia yakin di balik kaos itu, dia memiliki tubuh yang sempurna.

Rose menelan ludah, ia sejujurnya bertemu dengan banyak orang itu hal yang biasa. Ia pernah mengisi seminar kedokteran dan berhadapan orang banyak dipanggung. Itu bukan hal baru lagi untuknya, karena ia terbiasa melakukannya.

Namun sekarang, ia bertemu dengan Aslan, sejak pertama kali bertemu, ia merasa gugup dan canggung. Ia tahu bahwa gugup dan canggung adalah hal yang wajar, tapi rasa canggungnya ini sedikit berbeda. Ia tidak mengerti itu apa.

Suasana seketika hening, ia merasakan angin berhembus kencang, dan menyebabkkan horden melayang, pintu dan jendela sedikit bergerak. Itu lah yang membuat mereka sama-sama berpaling. Setidaknya pergerakan pintu dan jendela menyelamatkan jantungnya yang maraton hebat.

“Sepertinya mau hujan,” ucap Rose, ia melirik jam menggantung di dinding, hampir menunjukan pukul 22.00.

“Itu hanya angin, tidak akan hujan. Sekarang summer.”

Rose sadar ini summer, jarang ada hujan, ia merasa bahwa Aslan memandangnya intens dan membuatnya nervouse.

Aslan memperhatikan Rose, ada sesuatu hasrat yang ingin ia lakukan, namun ia masih menahannya.

“Kalau boleh tau, apa kamu sudah punya pacar?” Tanya Aslan, ia ingin tahu apakah wanita ini available atau tidak.

Rose diam beberapa detik, ia menatap Aslan, “Why?”

“Saya hanya ingin tahu, wanita secantik kamu bisa terdampar di Roma sendiri,” gumam Aslan.

Rose menarik nafas, ia sebenarnya tidak bisa bernafas dengan tenang jika di tatap secara intens seperti ini, karena posisi Aslan sangat dekat dengannya, hingga ia tidak bisa berkonsentrasi penuh. Bisa-bisanya ia gerogi, bahkan saat ini jantungnya tidak bisa diajak kompromi dengan baik.

Sial nya lagi, kenapa Aslan menanyakan pertanyaan paling personal. Bibir Rose seakan kelu, ia bingung akan berbuat apa, ia memberanikan diri menatap mata Aslan. Iris matanya pria itu berwarna hazel, wajah pria itu mengingatkan dia pada salah satu actor Turki Kaan Urgancıoğlu. Oh Jesus betapa tampannya dia. Kharisma nya sebagai seorang pria sangat kentara.

“Saya justru ke Roma ingin liburan, dan menyembuhkan patah hati saya,” ucap Juliet tenang.

Aslan tahu bahwa tidak ada orang yang tidak pernah merasa patah hati dan setiap patah hati selalu meninggalkan luka. Dari tatapan wanita itu tidak bisa berbohong, bahwa dia sedang menyembuhkan lukanya.

Ia jadi tahu, kenapa alasan wanita itu dia berada di Roma, dia sedang melakukan me time dengan menjauhi dari negaranya yang sudah membuatnya patah.

“Apa kamu masih terluka?”

“Sudah tidak lagi, saya bahkan sudah melupakannya. Saya harus bersikap dewasa dalam menangani patah hati saya dan berusaha lapang dada. Ada alasan kenapa tidak bersama dan itu cukup rasional.”

“Why?” Tanya Aslan lagi, karena ia belum menemukan jawaban kenapa mereka putus, dari bibir Rose.

Rose akui bahwa ini merupakan patah hati terhebat yang pernah ia rasakan sebelumnya. Sejujurnya ia sudah terikat mental dengan mantannya dulu. Terang saja, karena mantannya menjadi orang pertama yang ia lihat saat bangun tidur, matanya terpejam, itu merupakan pemandangan yang ia lihat sehari-hari. Mereka pernah tinggal bersama saat di Australia beberapa bulan. Ia tidak peduli orang men-judge nya apa, ia tidak peduli. Hidup bersama, ia dapat mengetahui bahwa siapa pasangannya sebenarnya.

Terkadang dulu, ia tidak kuasa menahan diri mengecup bibir sang mantan, lalu dia hanya mengerang “ngggg” dengan mata terpejam. Hubungan mereka dulu sangat manis, ketika sang kekasih kerja, ia selalu mengatakan “take care, honey”.

Ritual yang selalu ia lakukan dengan mantan dulu mereka tidak pernah melewati cuddling selama 20-30 menit, sambil membicarakan hari yang telah mereka lewati. Selalu bertanya “Capek nggak?” “Bagaimana klien hari ini?" Pertanyaan itu memunculkan sikap manjanya, dia lalu mengusap-mengusap rambut dan mereka berpeluk lama.

Mereka memiliki bahasa cinta quality time untuk memenuhi love language utama mereka. Hidup dengan sang mantan dulu penuh bahagia. Namun mengharuskan mereka berpisah, karena sang mantan justru malah jatuh cinta dengan saudaranya.

Ia tidak bisa menyalahkan saudaranya karena sang mantan lah yang memulai itu semua. Setidaknya dia melakukan itu, dia sudah bersikap jujur pada hatinya. Bahkan ia kagum dengan pria itu, karena dia berani mengungkapkan kebenaran, bukan seperti pria lain yang diam-diam selingkuh.

Ia tahu sang mantan bukan jenis pria playboy seperti kebanyakan pria, dia juga bukan jenis pria yang senang menggombalin banyak wanita. Dia sangat selektif memilih pacar, karena dia tidak mau jika wanita yang tidak selevel dengannya, dia tidak ingin mendekat. Namun kenapa harus saudaranya? Itu yang ia sesalkan hingga saat ini. Kembali lagi, prihal hati tidak ada yang tahu.

Yang paling ia suka dari sang mantan, dia itu orang yang cerdas. Seketika ia teringat sang mantan lagi, padahal ia ke sini ingin melupakannya. Harusnya Aslan tidak bertanya seperti ini kepadanya, yang membuatnya teringat lagi kenangan itu.

“Terlalu rumit,” ucap Rose pelan, ia masih enggan Aslan mengetahui kenapa mereka putus.

“Saya tidak memaksa, kalau kamu tidak ingin cerita,” ucap Aslan tenang.

Rose menatap Aslan, mereka saling memandang satu sama lain. Entahlah hati dan pikirannya tidak sejalan, pikirannya mengatakan bahwa ia harus cerita alasanya kenapa kepada pria itu. Mereka saling terdiam beberapa detik.

“Mantan saya menyukai saudara saya,” ucap Rose pada akhirnya.

“Itu yang menyebabkan saya dan dia berpisah,” ucapnya lagi.

Aslan terdiam beberapa detik, ia mencerna kata-kata Rose. Oh God, ia tidak membayangkan bagaimana sakit hatinya Rose, mengetahui sang kekasih justru jatuh hati dengan saudaranya. Ia tidak tahu kenapa itu bisa terjadi, dan apa penyebabnya. Ia yakin semua itu ada alasannya.

“Kamu pasti sangat sakit mendengar itu,” ucap Aslan.

Rose tersenyum, “Sedikit, tapi saya kagum dengan dia, setidaknya dia sudah sangat jujur dengan perasaanya. Dia bahkan mengatakan kalau saudara saya tidak bersalah, mereka tidak memiliki hubungan apa-apa, bahkan belum berpacaran. Dia hanya mengatakan kalau dia jatuh hati dengan saudara saya. Hati tidak bisa berbohong kan, saya terima keputusan dia. So, I accepted, and we broke up.”

“Kamu sangat dewasa menerima keputusan dia,” gumam Aslan.

“Harus seperti itu.”

“How about you?” Tanya Rose, ia memandang Aslan dan pria itu menatapnya balik.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel