Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 5

Bab 5

Happy Reading

***

Aslan dan Rose harus beradaptasi dengan kebiasaan baru ini. Berada di rumah merupakan kebiasaan baru dan menormalkan keadaan. Biasa yang sehari-hari melakukan aktifitas di luar ruangan, bekerja tidak kenal waktu, kini melakukan apa-apa di rumah. Masyarakat semua dihimbau harus tetap stay di rumah.

Rose membuat list kegiatan di rumah, ia mencatatnya di secarik kertas, agar ia tidak mati kebosanan di dalam apartemen ini. Yang pertama ia bangun pagi, meluangkkan waktu untuk berolah raga setidaknya 20 menit, dan dilakukan di kamar demi menjaga daya tahan tubuhnya. Walau ia tidak suka olahraga, yang penting gerak dulu. Ia juga berusaha untuk memasak masakan sehat bergizi demi tubuh sehat dan menjaga imun tubuh.

Akhir-akhir ini ia suka sekali menonton youtube, dan sepertinya ia akan mencoba memasak kue, enak tidak enak harus ia coba, yang penting belajar. Ia juga sepertinya tetap ikut seminar kedokteran, ia juga memasukan list membereskan kamar setiap pagi dan malam, menata ulang kamar sambil mendengarkan podcast di youtube. Ia juga memiliki hobi baru bermain game dan membuat jurnal selama pandemi di Roma, ia tahu bahwa sewaktu-waktu ini akan berguna.

Itu hal produktif yang bisa ia lakukan di apartemen demi kewarasannya, setelahnya ita akan menghabiskan tidur-tiduran di kamar dengan scroll HP dan tidur sepanjang hari. Ia membuat list itu karena sudah memaksakan diri supaya menjadi produktif. Kalau untuk nonton Netflix di ruang TV, sepertinya Aslan sudah menguasainya. Ia selalu mendengar TV menyala di sana.

Suara ponselnya bergetar, ia melihat nama “Reni video calling” di layar ponselnya. Reni adalah salah satu sahabatnya yang bekerja di bidang yang sama dengannya. Rose menggeser tombol hijau pada layar.

“Hai Ren,” ucap Rose di balik layar ponselnya, ia memandang Reni di sana, dengan latar di kamar. Mereka berdua lalu tertawa, seolah tahu bahwa mereka sedang stay di kamar tidak ke mana-mana.

“Kata nyokap lo, lo di Roma?” Tanya Reni memandang sahabatnya di sana.

“Iya, nih. Lo kok bisa ketemu nyokap?”

“Gue kemarin sih nggak sengaja ketemu di supermarket. Terus ngapain lo ke Roma? Sendiri?” Reni memandang sahabatnya.

“Iya, sendiri. Di sini gue terjebak tau, nggak bisa balik ke Jakarta,” ucap Rose.

“Katanya di Italia parah banget ya, ngeri banget tau dengernya. Apalagi ada lo di sana, makanya gue telfon,” ucap Reni.

“Iya, parah banget. Ketatnya ampun-ampun deh di sini,” ucap Rose

“Liat dong suasana Roma kayak gimana,” Reni penasaran, karena ia mendengar berita kalau Italia menjadi nomor dua terparah terkena pandemic setelah China.

Rose melangkah menuju jendela, ia memperlihatkan suasana Roma pada saat ini. Di sekitaran apartemennya terlihat sangat sepi.

“Sepi,” ucap Rose.

“Iya, sepi banget. Sama kayak di sini,” ucap Reni, ia duduk di sofa lalu mengistirahatkan punggungnya.

“Lo di apartemen?” tanya Reni ia memperhatikan Rose.

“Iya, di apartemen. Kemarin sih sempat di hotel, cuma hotel yang gue pakek itu, untuk pasien covid, jadi pindah deh ke sini deh. Tapi gue nggak sendiri sih di apartemen.”

Alis Reni terangkat, “Owh ya? Sama siapa?”

“Sama Aslan, warga negara Inggris.”

“Cowok?”

“Iya.”

“Wihh, keren dapat bule.”

Rose seketika tertawa, “Ya nggak lah, kemarin nggak sengaja sih. Kita kehabisan apartemen karena banyak turis yang terjebak di sini juga, kasusnya sama kayak kit. Kebetulan sisa satu apartemen unit dua BR, dan pihak apartemen nyaranin untuk di tempatin berdua. Soalnya apartemen kosong sisa unit ini aja. Yaudah deh, mau nggak mau, harus jalan netap di sini dulu. Mau tinggal di mana lagi, nggak ada pilihan lain.”

“Ganteng nggak?” Tanya Reni penasaran.

“Lumayan.”

Alis Reni terangkat ia lalu tersenyum penuh arti, “Mana orangnya,” kata lumayan pasti pria yang di maksud Rose itu pasti sangat tampan, ia tahu selera Rose itu sangat high.

Rose tertawa lagi, “Ih, gila aja, malu tau.”

“Ganteng mana sama Oscar?”

“Versi Timur tengah dan versi Indonesia beda dong. Yah, sama aja sih,” ucap Rose membandingkan sang mantan dengan Aslan.

Reni tahu bahwa sahabatnya ini sedang mengalami patah hati, oleh sebab itu ia move ke Italia untuk liburan beberapa Minggu. Namun sayangnya itu tidak berutung, justru dia terjebak di Italia sehingga membuatnya tidak bisa balik ke Jakarta. Ia tidak bisa membayangkan terjebak di negara asing nan jauh di sana. Ia lebih baik terjebak di negri sendiri, dari pada di negara luar. Setidaknya ia merasa lebih aman di rumah sendiri.

“Jadi orang timur tengah?”

“Katanya sih gitu, orang Turki tapi udah lama netap di Inggris, udah jadi warga negara Inggris juga katanya.”

“Baik kan orangnya?”

“Kayaknya sih baik, tadi sempat ngobrol sih, dan dia nice gitu.”

“Good.”

“Di sana panic buying nggak?”

“Enggak terlalu sih, untuk satu keluarga di sini satu orang yang keluar. Tadi pagi gue dan Aslan udah belanja untuk beberapa Minggu, untuk kebutuhan makan di apartemen.”

“Ciiyee belanja bareng sama Aslan,” Reni tertawa menggoda sahabatnya.

Rose ikut tertawa, “Apaan sih, enggak kenal tau. Kebetulan aja terjebak, nggak kenal di kenal-kenalin demi hidup.”

“Nanti juga deket, kalau lama-lama,” ucap Reni terkekeh.

“Ih, apaan sih,” Rose menahan tawa, ia membayangkan wajah tampan Aslan, ia akui pria itu memang tampan.

“Siapa tau, jodoh datang di saat pandemic.”

Rose dan Reni tartawa bersamaan, “Enggak mungkin kan, kalau nggak tertarik sama cowok yang menurut lo lumayan. Dulu Oscar keren abis itu lo bilang lumayan, berarti nggak jauh beda dong.”

Rose tertawa, “Khas orang bule timur tengah, you know lah gimana. Tukang jualan di sana juga ganteng kali,” Rose tertawa geli.

Rose melihat ke arah jendela yang akan gelap, ia menutup jendela kamar, ia melirik jam menggantung di dinding menunjukan pukul 19.10 menit.

“Udah malam ya di sana?” Ucap Reni.

“Iya, udah sih.”

“Di sana pasti masih siang,” gumam Rose.

“Iya, masih siang.”

“Lo tadi lagi apa?”

“Lagi buat schedule, biar waras dan nggak stress di apartemen,” Rose memperlihatkan sechedule yang ia buat kepada Reni.

“Wihh, rajin banget. Boleh di contoh tuh,” membuat sechedule seperti Rose cara terbaik agar menjaga kewarasan.

“Kayaknya gue mau makan malam deh Ren.”

“Oke, Stay safe and keep healthy di mana pun lo berada!”

“Lo juga.”

“Salam buat Aslan, dari Reni,” ucap Reni menggoda Rose.

Rose hanya tertawa, ia mematikan sambungan telfonnya. Ia memandang penampilannya di cermin, ia merapikan rambutnya dengan sisir. Setelah itu ia keluar dari kamar, ia melihat Aslan di sana, pria itu berada di kitchen. Pria itu menyadari kehadirannya, ia berikan senyuman terbaiknya.

“Lagi apa?” Tanya Rose, ia mendekati Aslan, ia mencium aroma masakan di sana.

“Lagi buat sup tahu jepang,” ucap Aslan ia memotong tahu, dan jamur.

“Kamu bisa masak?”

“Bisa tapi sedikit, petunjuknya di sini menjelaskan saya hanya perlu mendidihkan air dan memasukan bumbu instan ini,” ucap Aslan, karena mereka membeli bumbu-bumbu instan di supermarket kemarin. Ia menatap penampilan Rose, wanita itu mengenakan celana pendek dan kaos berwarna putih. Kulit putihnya terekspose sempurna.

Rose membuka kulkas, ia mengeluarkan ayam potong di sana, “Saya goreng ayam ya, buat nambah menu makanan.”

“Boleh,” Aslan memandang Rose juga mengambil beras di lemari.

“Kamu masak nasi?”

“Iya, saya orang Indonesia. Sudah menjadi kebiasaan, kalau setiap hari makan nasi.”

“Oke, nasi juga enak.”

Rose dan Aslan sibuk dengan pekerjaanya masing-masing. Mereka masak bersama, diam-diam Aslan memperhatikan gerak Rose yang natural. Wanita itu menggoreng ayam, sementara sup nya sudah jadi.

“Tadi kamu tidur?” Tanya Aslan penasaran dengan aktifitas Rose apa saja di dalam kamar.

“Iya. Apalagi kegiatan saya kalau nggak tidur. Tidur terus kadang bosen juga,” Rose tertawa.

Rose memandang Aslan ikut tertawa, “Apa di Turki makan nasi?” Tanya Rose melirik Aslan di sampingnya.

“Makanan pokok utama Turki itu roti, tapi pada umumnya juga makan nasi kalau ingin. Tapi saya sudah lama sih, nggak makan nasi, baru kemarin makan nasi lagi sama kamu,” ucap Aslan menjelaskan.

“Malam ini kamu makan nasi lagi sama saya, “

Aslan tertawa, “Sepertinya lama-kelamaan saya menyukai nasi, kalau sama kamu terus.”

“Itu pasti,” Rose tertawa.

Beberapa menit kemudian akhirnya makanan tersaji di meja. Aslan dan Rose duduk di meja makan, Rose menghidupkaan satu-satu nya TV di apartemen ini. TV itu tersambung Netflix, dia memilih film The Hunger Games Mocking Jay part 2.

“Apa kamu sudah mencari tahu, kapan bandara akan di buka?” Tanya Rose, ia merasaka sup buatan Aslan, rasannya lumayan enak dan gurih, tahunya juga sangat lembut.

“Sudah, tapi belum ada informasi yang jelas. Tunggu saja beberapa Minggu lagi, katanya nanti di kasih informasi oleh pihak bandara.”

“Kamu menghubungi pihak bandara?”

“Iya, saya tanya langsung ke staff nya. Staff nya juga tidak tahu kapan bandara akan di buka, tapi perkiraan beberpa Minggu lagi di buka. Tapi tidak tahu Minggu ke berapa,” ucap Aslan lalu tertawa.

“Kegiatan kamu apa, selama pandemi?” Tanya Rose penasaran.

Aslan menarik nafas, “Tidur, main game, capek tidur lagi, baca buku, nonton seharian sampai bosan. Itu kemarin di kamar hotel. Tapi sekarang saya bersyukur, ada kamu di apartemen ini, karena kamu satu-satunya orang yang saya ajak bicara,” ucap Aslan, ia memakan ayam goreng itu, sambil menatap Rose.

Rose ikut tertawa, “Sama, saya juga, kemarin saya juga tidak ada teman bicara.”

Rose dan Aslan saling berpandangan satu sama lain, dan mereka tiba-tiba lalu tertawa. Mereka tidak tahu apa yang akan di tertawakan, mereka menertawakan kegiatan mereka yang full di rumah.

“Dulu saya paling banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Rumah hanya tempat untuk saya istirahat. Sekarang full di rumah, rasanya ada sesuatu yang buat saya bingung. Saya seperti sedang bermimpi,” Aslan tertawa.

Rose tersenyum, “Saya juga merasa ini mimpi, tapi ini nyata Aslan. Terima lah kenyataan bahwa kita terjebak lockdown di Roma.”

“Exactly.”

“Kamu tidak suka nonton?” Tanya Aslan mengingat kalau Rose tidak pernah menonton duduk di ruang TV.

“Saya jarang nonton Aslan. Tapi film ini, saya pernah nonton. Saya suka pemainnya Jennifer Lawrence,” ucap Rose memakan makanannya hingga habis tidak tersisa.

“Sayaa juga suka. Mau nonton sama-sama?”

“Boleh.”

Aslan menyelesaikan makannya, ia beranjak dari duduknya, ia membereskan mangkuk dan piring kosong di meja. Ia melangkah menuju wastafel, sementara Rose membuka kulkas, ia mengambil buah anggur dan apel di sana. Malam-malam seperti ini memang lebih baik membunuh waktu menonton TV sambil ngemil buah. Ia memandang Aslan, ia suka pria itu karena dia tahu bagaimana membagi pekerjaan, tanpa di suruh.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel