2
Senyum Yasmin terus tersungingg indah di wajahnya. Yasmin tidak percaya dengan keberuntungan yang baru saja terjadi padanya. Uang empat juta cuma -cuma itu dengan mudahnya di gelontorkan Papahnya. Wira itu adalah laki laki yang tidakpernah memanjakan anaknya. Walaupun Vandra selalu iri dengan sikap Papahnya yang terlalu berlebihan pada Yasmin.
Kembali lagi, Tidak ada yang cuma -cuma di dunia ini. Semua itu hana fana dan fatamorgana saja.
Yasmin kembali menghitung uang sepuluh juta tunai di tangannya. Uang itu sangat banyak sekali. Yasmin tak pernah memegang uang sebanyak itu. Padahal uang wisudanya hanya separuhnya saja dari permintaan Yasmin. Yasmin sengaja me -mark up biaya wisuda pada Papahnya agar ia mendapatkan uang lebih untuk Bastian.
Ya, Bastian Nugroho. Lelaki yang beberapa tahun ini telah menjadi pacarnya itu sedang kesulitan uang. Bastian bilang uang konsumennya hilang dan ia harus menggantinya. Karena uang itu adalah uang DP mobil. Kalau tidak segera di ganti, Target bulan ini Bastian gagal dan ia tidak akan jadi di promosikan sebagai sales tetap di show room.
Yasmin sudah memisahkan uangnya untuk membayar wisuda, untuk membayar salon serta menyewa kebaya seperti yang di inginkan Yasmin dan teman -temannya. Totalnya hanya sekitar dua juta rupiah saja. Yasmin kembali berkaca dan menatap dirinya dengan senyum termanisnya. Setelah membayar biaya wisuda dan pulang dari Kampus. Yasmin sudah berjanji menemui Bastian dan akan memberikan uang dengan jumlah yang di minta Bastian.
Baru juga akan berangkat. Ponsel Yasmin sudah berdering nyaring. Sebuah nama yang tak asing membuat Yasmin semakin melebarnya senyumannya. Ia rindu sekali pada lelaki yang sudah berlabel pacar itu. Yasmin segera mengangkatnya dan bicara dengan sangat llembut sekali.
"Hai sayang ..." sapa Yasmin begitu ramah.
"Hai juga sayang ..." ucap Bastian seperti bermalas -malasan menelepon Yasmin.
"Kamu lagi apa? Kayak males gitu telepon Yasmin," tanya Yasmin lembut.
"Masih ngantuk sayang. Meetingnya sampai tengah malam. Maaf gak ngabarin ya. Aku capek banget," cicit Bastian mengeluh.
"Kalau kamu kurang cocok sama pekerjaannya mending keluar Bas. Dari pada kayak begini. Slalu pulang malam dan tersu meeting. Belum lagi target penjualan yang buat kamu harus bekerja keras. Parahnya lagi beberapa kali uang konsumen hilang dan kamu harus ganti rugi," ucap Yasmin merasa kasihan.
Yasmin duduk di sofa ruang TV lantai dua. Ia bebas bicara di sana. Untung saja, Kak Vandra sudah berangkat kerja. Kalau masih ada sudah pasti kakak lelaki posesif itu akan terus menguping.
"Sayang ... Kerjaan ini ituh nyaman banget. Temen -temenya asik. Kerja itu yang penting kan lingkungannya. Kalau lingkungan pertemanannay baik. Maka kita akan betah dan melupakan tugas berat serta target yang gila -gilaan itu," ucap Bastian sedikit menjelaskan.
"Oke. Kamu di mana sekarang? yasmin tanya dari tadi gak di jawab?" tanya Yasmin mulai posesif. Yasmin memindahkan komunikasi itu menjadi video call, namun Bastian menolaknya dengan alasan malu baru bangun tidur.
"Sayang ... Udah jangan video call. Aku baru bangun ini. Malu. Aku cuma mau tanya sama kamu. Kamu bis anolongin aku? Deadlinenya hari ini. Kalau kamu gak bisa gak apa -apa. Aku akan cari uang sama yang lain juga," ucap Bastian pada Yasmin.
"Bisa Bas. Yasmin udah siapkan uangnya. Enam juta kan?" tanya Yasmin memastikan.
"Kok enam juta? Uang konsumennya sepuluh juta, Yasmin," ucap Bastian mengingatkan.
"Apa? Sepuluh juta? Kemarin kamu bilangnya enam juta Bas," ucap Yasmin pada Bastian.
"Ya sudah kalau gak ada. Aku mau cari sama yang lain," ucap Bastian pada yasmin dengan nada sedikit marah.
"Oke Bas. Ada. Yasmin ada uang sepuluh juta. Terus gimana? Kita ketemu dimana?" tanya Yasmin pada Bastian.
"Kita ketemu di Kafe Sahabat deket Mall Ramin," ucap Bastian dengan suara yang begitu bersemangat. Jelas saja lelaki itu bahagia.
"Oke. Tapi, Yasmin ke Kampus dulu ya," ucap Yasmin pada Bastian.
"Iya Sayang. Nanti aku telepon lagi kalau sudah ada di sana. Aku masih ngantuk mau tidur dulu," ucap Bastian pada Yasmin.
"Iya Bas. Jangan lupa sarapan ya," titah yasmin yang begitu peduli dan perhatian pada Bastian.
Yasmin menutup komunikasinya dan ponselnya di tutup sambil di pegang erat sebelum di masukkan ke dalam tas. Otaknya rasanya mau pecah. Uang tunai di dalam tasnya hanya ada sepuluh juta saja. Uang bulanan Yasmin juga sudah habis dalam sekejap. Saat itu di pinjam Bastian untuk membeli perlengkapan kostnya yang baru.
Yasmin kembali melihat ke arah kalender. Masih ada waktu sekitar satu minggu untuk melunasi semua biaya wisuda sampai tanggal yang di tentukan. Mungkin ada keajaiban dan Yasmin bisa membayar. Atau kalau perlu Yasmin pinjam uang siapa gitu? Biar bisa bayar wisuda. 'Argh ... Sudahlah pikirkan itu nanti lagi. Saat ini yang terpenting adalah Bastian. Jangan sampai ia kesusahan dan mendapat surat peringatan karena uang konsumen hilang tak ada jejak.'
Yasmin bergegas turun dan pamit pada Melisa untuk segera berangkat ke Kampus.
"Yasmin ... Jangan lupa nanti makan siang di Restaurant. Kamu inget kan? Perjanjina kamu sama Papah kamu?" ucap Melisa mengingatkan saat yasmin sudah berad d luar untuk menunggu taksi online yang di pesannya.
"Iya Ma. Yasmin inget kok. Ma ... Ada seratus ribu gak? Buat naik taksi," ucap Yasmin meringis.
"Ada. Kamu kan tadi baru aja di kasih Papah kamu buat jajan. Minggu lalu, uang bulanan kamu juga sudah di kasih. Masa sudah habis, Yas? Kamu boros banget sih. Beli apa? Sampai uang sebesar itu habis di tangal segini," ucap Melisa bingung.
"Namanya juga perempuan Ma. Banyak kebutuhan," ucap Yasmin beralasan.
"Kebutuhan apa? Setiap pergi kamu selalu minta di belikan ini dan itu. Mama lihat kamu gak pernah menenteng tas belanjaan atau paper bag juga," ucap Melisa selalu mengamati tindakan putri bungsunya itu.
"Ma ... Taksinya udah datang. Debatnya nanti lagi ya. Minta seratus ribu ya?" pinta Yasmin dengan merayu manja.
Melisa hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ia mneeluarkan uang lembaran merah dari dalam dompet dan di berikan kepada Yasmin. Melisa tak bisa berkata -kata lagi. Selama ini Yasmin seperti gadis yang kekurangan uang. Padahal uang yang di berikan Ppanya lebih dari cukup. Belum lagi uang jajan jatah Vandra untuk adik perempuannya itu juga bukan nominal kecil.
"Yasmin berangkat Ma. Terima kasih uangnay ya," ucap Yasmin selalu ceria dan etasa tak berdosa. Yasmin menarik punggung tangan Melisa dan mencium dengan rasa hormat.
Yasmin segera naik ke dalam mobil yang sering di sebut taksi online menuju Kampus. Ia sudah janjian dengan beberapa temannya yang juga ikut wisuda akhir bulan ini.
Di dalam mobil, Yasmin terus berpikir caranya dapat uang dua juta untuk melunasi biaya wisuda. Uang sepuluh juta ini akan ia berikan cuma -cuma untuk membantu Bastian. Apa perlu, ia meminta pada Kak Vandra. Walaupun harus di ceramahi berulang kali masuk kuping kanan keluar kuping kiri dan harsu bersikap bodo amat. yasmin menggigit bibirnya dan belum mendapatkan jawabannya.