Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6. Pertarungan Di Tengah Air Hujan – Bagian II.

Energi Qi berbentuk es, menyerupai butiran teratai salju yang tajam, terlempar dengan kecepatan tinggi dari ujung pedang Suma Chen menuju dada Duan Anming. Energi Qi tersebut berubah menjadi ratusan teratai es kecil yang meluncur indah menyelubungi Duan Anming.

Teratai es itu seakan gugur ke bawah, melepaskan kelopak-kelopak bunga yang tajam, mampu mengiris besi seperti pisau memotong mentega. Yang lebih mengejutkan, kelopak-kelopak tersebut serentak menuju area penting di tubuh Duan Anming.

“Pergi…!”

Duan Anming berteriak, dan tubuhnya berputar menyerupai pusaran angin puting beliung, melepaskan arwah sesat gelap dari ujung pedang pendeknya. Arwah-arwah itu melotot dan membuka mulutnya, menelan semua kelopak teratai secara brutal.

“Hm… serangan yang tidak berarti,” ejek Duan Anming.

Namun, saat selesai berbicara, bayangan sinar pedang mendekati lehernya dengan kecepatan malaikat pencabut nyawa. Sinar pedang itu tiba-tiba berada di depan matanya dengan kecepatan aneh, memberikan sabetan mematikan ke arah lehernya. Ini diiringi kepulan uap es yang membawa hawa pembunuhan, membuatnya sesak nafas.

Duan Anming melepaskan Qi dan membentuk tameng gelap untuk melindungi dirinya dari serangan aneh itu. Dia meluncur ke belakang, menjauh dari serangan misterius.

“Kurang ajar! Teknik Pedang Hati Murni Teratai Salju ini aneh tapi berbahaya. Begitu cepat dan sangat mematikan,” kutuk Duan Anming dalam hati.

“Sekarang kau coba rasakan Teknik Cakar Tengkorak Merah ini!” Aroma amis darah yang memabukkan keluar dari kedua tangan Duan Anming. Ia menggenggam sarung tangan berisi enam pedang pendek, yang terus mengeluarkan asap hitam. Tubuhnya menghilang dalam kepulan asap tebal, meluncur zig-zag dengan kecepatan yang bahkan menyaingi gerakan Elf.

Suma Chen bersiap membela diri dengan Teknik Pertahanan. Dinding es tipis membentuk bentukan Teratai Es besar melindunginya. Aroma cakar darah yang memabukkan membuatnya pusing. Ketika dia sedang mengalirkan Qi ke seluruh tubuh untuk mengatasi aroma memabukkan, tiga pedang pendek muncul tiba-tiba di depannya. Masing-masing terpisah dan menuju ke kepala, dada, dan dantian Suma Chen. Teknik yang mematikan.

Suma Chen tidak panik, tangan kanannya bergerak cepat membentuk teknik pertahanan dari Teknik Pedang Hati Murni Teratai Es. Dua pedang terulur untuk menghadapi serangan ke arah kepala dan dada, sementara tangan kirinya dengan gerakan ajaib mengeluarkan sarung pedang untuk memblokir serangan ke arah dantian.

TRANG!

TRANG!

TRANG!

Tiga serangan pedang pendek berhasil diblokir oleh Suma Chen. Namun, Duan Anming tak berhenti. Pukulan ke-2, ke-3, dan seterusnya mengarah ke area mematikan di tubuh Suma Chen. Teknik Cakar Tengkorak Darah, pukulan peringkat Earth Demi (menengah), tak hanya menitikberatkan pada racun memabukkan dari pedang, tetapi juga kekejamannya dan serangan tanpa belas kasihan. Serangan beruntun ini memberikan sedikit kesempatan bagi lawan untuk bernafas dan bersiap membalas.

Jika ranah kultivasi Suma Chen hanya Alam Spirit Agung menengah atau di bawahnya, mungkin dia akan mati pada serangan kedua Duan Anming. Beruntung, ranah kultivasi Suma Chen berada di Spirit Agung Tinggi. Dengan teknik kontrol yang baik dan kemampuan energy Qi di atas lawan, dia mampu menghadapi Duan Anming dengan baik, mempertahankan wajah dinginnya.

Disisi lain, Duan Anming semakin brutal dan mengeluarkan Teknik kejam. Keingintahuannya terhadap makhluk Elf lawannya membuatnya semakin penasaran. Meskipun teknik pedangnya memiliki energy pembantaian, energi Qi-nya tetap bersih. Kecepatan dodge Suma Chen membuat serangan Duan Anming meleset atau diblokir.

“Baiklah… kau mendesakku hingga titik ini, Suma Chen. Dan itu hanya karena sekuntum bunga Mawar Es ini. Sekarang, aku tak akan bermain-main lagi,” desah Duan Anming sambil menggigit jarinya hingga berdarah. Darah itu diteteskan ke sebuah benda yang diambilnya dari dalam cincin spasial.

“Mari sama-sama kita mati,” ucap Duan Anming sambil membanting benda yang sudah diberi darah. Dari tanah muncul tengkorak besar, tingginya sekitar 10 meter. Meskipun besar, tengkorak itu gerakannya lincah. Ranah kultivasi tengkorak sama dengan Duan Anming, yaitu Spirit Alam Agung Menengah.

“Bunuh dia!” perintah Duan Anming, menunjuk ke arah Suma Chen. Iblis dan tengkorak menyerang bersama. Suara gemuruh dan tangisan tak teratur Duan Anming mengiringi serangan mereka, menciptakan atmosfer yang mencekam.

Serangan dari dua sosok dengan ranah kultivasi Alam Spirit Agung tingkat menengah langsung mengubah dinamika pertarungan. Suma Chen, yang awalnya tampak mendominasi, kini merasakan tekanan. Hawa Qi yang keluar dari pukulan tengkorak menciptakan efek yang dapat menghancurkan bukit, menunjukkan kekuatan Alam Spirit Agung tingkat menengah. Dengan cerdik, Suma Chen berhasil menghindari serangan ke arah kepalanya yang selalu menjadi target tengkorak.

Disisi lain, Duan Anming dengan rangkaian pedang pendek Cakar Tengkorak Merah memilih sasaran di titik-titik mematikan di dada Suma Chen. Suma Chen merasa kesulitan menghadapi serangan Ahli Alam Spirit Agung, seolah-olah bertarung melawan ahli yang berada di puncak ranah Alam Spirit Agung.

Pertempuran antara Suma Chen dan Duan Anming bersama tengkorak terus berlanjut tanpa kelelahan. Selama empat jam, keduanya terlihat mengonsumsi pil dan menggunakan jimat untuk memperbaiki dan menambah tenaga yang hampir habis. Pertempuran ini memakan biaya pil-pil kelas tinggi dan jimat peringkat tinggi.

Tidak terlihat tanda-tanda kelelahan; malah semangat membunuh semakin berkobar di antara keduanya. Sabetan pedang, irisan pedang, butiran es pembunuh, uap beracun, arwah kejahatan, dan teriakan penambah semangat—semua Teknik pedang yang dimiliki terkuras selama pertarungan.

Suma Chen benar-benar mengeluarkan semua kemampuannya, merubah area sekitar pertempuran dari genangan air hujan menjadi salju tebal. Suasana malam yang semula penuh kabut dan hujan kini semakin dingin. Sebagai bonus, Elf itu menjatuhkan serpihan bunga lotus es yang turun berguguran di area pertempuran.

Duan Anming saat itu telah terlihat seperti seorang pengemis, pakaian compang-camping, darah menetes dari seluruh tubuhnya akibat pecahan kelopak Teratai Es. Tengkorak hidupnya juga terlihat mengalami kerusakan, retakan terlihat pada bagian tulang thorax dan tengkorak kepala.

Sementara Suma Chen juga memiliki kondisi yang tak kalah buruk, terlihat dari kulit wajah dan pergelangan tangannya yang mulai menghitam akibat racun dari kepulan asap 6 pedang pendek milik Duan Anming. Untungnya, hujan deras membantu Suma Chen karena energi es di dalam tubuhnya mengolah air hujan menjadi butiran salju.

Sebagai ras Elf, es adalah sumber kultivasi, dan intisari es membantu Suma Chen tetap terjaga dan sadar meskipun racun telah masuk ke tubuhnya.

Tiba-tiba, Suma Chen memasukkan energi Qi Teratai Es ke pedangnya dengan kekuatan penuh. Dengan dingin, dia mengucapkan, "Istirahat!"

Pedang Suma Chen melesat ke arah Duan Anming, membentuk pola bunga Teratai yang indah dengan gerakan acak dan membingungkan. Suma Chen menutup mata sambil merapalkan mantra-mantra pedang.

"Istirahat! Kuasi Maksud Pedang!” teriak Duan Anming dengan tangisan ngeri.

Lawannya ternyata memiliki niat pedang tahap kuasi, suatu hal yang belum pernah terjadi dalam ribuan tahun. Tidak ada mahluk hidup, manusia, Elf, iblis, atau Dark Elf yang memahami inti dari niat pedang.

Di hadapannya, Duan Anming bertarung melawan ahli pedang yang memahami niat pedang tahap kuasi. Jika itu peringkat 1 niat pedang, dia sudah menjadi mayat sejak tadi. Duan Anming mulai menyesali keputusannya untuk bertempur melawan Elf ini.

Terdengar bunyi ringan ketika pedang Elf itu memotong kepala Duan Anming seperti pisau memotong mentega. Kepala Duan Anming terlempar jauh, sementara pedang itu bergerak indah kembali ke tuannya, Suma Chen.

BANG!

Cengkeraman dari cakar tengkorak hidup itu sempat menyentuh dada Suma Chen sebelum akhirnya jatuh tidak bergerak lagi karena pengendalinya, Duan Anming, telah mati. Suma Chen terlempar ke belakang sambil memuntahkan darah. Wajahnya pucat.

Di kejauhan, 100 meter lebih jauh, dua anak kecil yang menonton pertempuran dahsyat itu sangat terkejut ketika sebuah kepala manusia jatuh di depan mereka. Wajah Duan Anming terlihat terkejut, dengan kesan penyesalan yang mendalam.

Yi Zan akan menjerit sekeras mungkin, namun Yuan Fen dengan sigap melompat ke arahnya dan menutup mulut anak gadis itu agar tidak mengeluarkan suara apapun. Mereka sadar, meskipun terluka parah, namun Elf di kejauhan sana masih mampu membunuh mereka dengan sekali jentikan jari.

“Jangan bersuara! Sttt,” bisik Yuan Fen dengan penuh ketegangan. Ia mencoba menenangkan Yi Zan Gadis itu berusaha mengatasi ketakutannya dengan memalingkan pandangan ke arah luar goa, tetapi kepanikannya tumbuh lebih kuat.

“Kakak pekerja, lihat ke arah Elf di sana…” Yi Zan gemetar sambil berbisik kepada Yuan Fen.

Saat Yuan Fen memutar pandangannya ke pertempuran antara Duan Anming dan Suma Chen, ia merasakan keseraman yang merambat di tubuhnya. Semua bulu kuduknya berdiri.

Elf itu berdiri dengan mata tajam, seolah-olah dapat menembus ke dalam gua dan meneliti isi hati Yuan Fen. “Elf itu telah mengetahui keberadaan kita sejak awal, tidak ada yang bisa kita lakukan selain…”

“Lari!” jerit Yi Zan tanpa ragu, keduanya melintasi hujan deras dan berlari menuju jalan yang mengarah ke sekte Pedang Awan.

Hati dua anak itu penuh ketakutan. Mereka berpikir kalau saat ini mereka pasti akan mati di tangan Elf itu. Tapi tak ada pilihan lain selain lari secepat yang mampu mereka lakukan!

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel