Bab 9 Alasan Menunda
Bab 9 Alasan Menunda
Bintang-bintang bertabur indah di langit, tetapi ada yang kurang di sana. Rembulan yang menjadi pusat cahaya indah, tidak ada di langit. Membuat bintang kesepian.
"Kau suka melihat bintang?" tanya Pangeran Ricci tiba-tiba berada di belakang Putri Chiara.
Putri Chiara yang tadi hanya seorang diri berada di kamar sambil memandangi pemandangan lewat jendela kamar pun kaget atas kehadiran Pangeran Ricci.
"Kau kapan datang?" tanya Putri Chiara membalikkan badannya. Dilihatnya Pangeran Ricci tidak mengenakan atasan sama sekali, hanya celana panjang saja. Rambutnya sedikit basah dan tersibak ke belakang, menampakkan kening dari pria itu. Tanpa mahkota atau atribut kerajaan membuat Pangeran Ricci terlihat seperti pemuda pada umumnya. Bedanya ia sedikit lebih tampan dan juga kharismanya tetap terlihat.
Putri Chiara(roh Aubrey) tak menyangka kalau lelaki itu memiliki tubuh yang begitu bagus. Ini pertama kalinya ia melihat tubuh seorang laki-laki seperti ini. Sebelumnya tidak pernah.
"Chia, malam ini akan menjadi milik kita berdua," ucap Pangeran Ricci mendekati Putri Chiara. Matanya menatap dengan lekat, tidak ingin putus seolah ada sihir yang membuat pandangan keduanya terpaut satu sama lain.
Mata dengan warna biru permata itu tidak mengerjap. "Kau—aku mau tidur!" Putri Chiara mendorong tubuh Pangeran Ricci hingga Pangeran Ricci terdorong jauh. Pangeran Ricci tidak menyangka kalau Putri Chiara mempunyai kekuatan yang begitu kuat ternyata.
Putri Chiara berlari cepat menuju tempat tidur. Segera ia membatasi dengan bantal sebagai pemisah antara mereka berdua.
Pangeran Ricci memperhatikanapa yang Putri Chiara lakukan dengan kening berkerut. Apakah benar seorang wanita yang sudah bersuami harus membatasi tempat tidur mereka seperti ini?
"Kau tidak boleh melewati batasan ini. Aku sangat lelah, jadi lebih baik tidur saja."
Putri Chiara menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Di dalam selimut, ia sebenarnya belum memejam mata, karena masih ada ketakutan kalau Pangeran Ricci melakukan sesuatu terhadap dirinya.
Sebisa mungkin ia tidak ingin terikat hubungan yang lebih dengan Pangeran Ricci. Jika ada hubungan lebih, takutnya ia akan kesulitan untuk balas dendam, termasuk pada Pangeran Ricci.
Berselang beberapa menit, Putri Chiara merasakan ada yang naik ke atas tempat tidur. Ia menungggu sambil menghitung angka dalam hatinya. Sampai tidak sadar, ia pun akhirnya tertidur.
Pangeran Ricci menyibak selimut Putri Chiara. Dilihatnya wajah Putri Chiara telah basah oleh keringat karena ditutup terlalu lama menggunakan selimut.
Pangeran Ricci pun mengusap wajah nan manis itu. "Kau sangat cantik, Chia."
Sentuhan Pangeran Ricci tidak disadari oleh Putri Chiara. Tidurnya malah menjadi semakin nyaman.
Lalu, Pangeran Ricci mendekatkan dirinya dan mengecup kening Putri Chiara cukup lama.
"Selamat malam," ucapnya setelah mendaratkan bibir ke kening putri cantik itu.
Putri Chiara terlihat tersenyum dengan mata tetap terpejam.
***
Pagi harinya, Putri Chiara diajak sarapan bersama-sama dengan keluarga kerajaan yang lainnya. Namun, entah apa yang terjadi, Putri Chiara merasa ada yang salah dengan perutnya semenjak bangun.
"Kau kenapa?" tanya Pangeran Ricci saat melihat Putri Chiara bolak-balik ke kamar mandi.
"Tidak tahu, perutku rasanya sangat sakit dan juga sudah muntah berkali-kali."
"Kau masuk angin?" tanya Pangeran Ricci.
Putri Chiara hanya mengangkat bahu. Ia tidak tahu apakah dirinya masuk angin atau bagaimana.
"Oh, tunggu! Ini kan tanggal …!" Putri Chiara terlihat sangat syok. Matanya membulat menatap Pangeran Ricci yang saat ini telah siap untuk pergi keluar makan bersama dengan anggota keluarga kerajaan.
"Ricci, aku tidak bisa keluar. Aku butuh waktu satu minggu untuk menyendiri saja di kamar," ucap wanita itu pada Pangeran Ricci.
Mendengar perkataan Putri Chiara, membua Pangeran Ricci tidak paham.
"Apa maksud kata-kata kau itu?"
"Lady Chiara mengalami masalah perempuan dan itu waktunya adalah sekitar satu minggu, Yang Mulia," ujar Bibi Camia memberi jawaban.
"Oh begitu, baiklah. Aku akan menyuruh pelayan untuk menghidangkan sarapan ke kamar. Karena aku sudah janji hari ini untuk sarapan bersama dengan mereka, maka aku akan keluar untuk menemui mereka."
Putri Chiara menganggukkan kepalanya. Memang hal ini yang diinginkan olehnya. Ia tidak ingin keluar dulu karena ia perlu mengatur strategi supaya bisa melakukan pembalasan dendam. Ditambah lagi, dengan alasan ini, maka ia bisa menghindar dari nafsu suaminya, yang pasti akan menagih ketika malam hari. Kalau kemarin-kemarin, ia bisa mengatakan alasan lelah. Kali ini, bisa dengan mengatakan ia sedang datang bulan. Padahal, sama sekali tidak datang bulan. Hanya sandiwaranya saja.
"Tapi besok, aku akan menemani kau sarapan di sini," ucap Pangeran Ricci saat berada di ambang pintu kamar saat ia berjalan keluar.
Putri Chiara langsung terkesiap begitu mendengar kata menemaninya sarapan besok pagi.
"Apa yang dia katakan?" Putri Chiara merasa kalau Pangeran Ricci tidak mau memberikan sedikit pun kebebasan untuk dirinya. Seharusnya Pangeran Ricci biarkan saja ia makan sendirian, menikmati hari-hari di sini dengan tenang, tanpa ada yang mengganggu. Kalau ada Pangeran Ricci, tidak bisa secara leluasa ia melakukan dan merencanakan ide-ide balas dendamnya.
Pangeran Ricci telah pergi. Putri Chiara menatap bingung ke arah Bibi Camia.
Seumur hidup Bibi Camia selalu mengabdi pada Putri Chiara. Kali ini ia melihat Putri Chiara menjadi sangat berbeda dari biasanya. Ia berharap kalau sang Putri akan bisa hidup bahagia dengan Pangeran Ricci karena dari kacamatanya, Pangeran Ricci begitu baik. Memperlakukan Putri Chiara selayaknya seorang istri, penuh perhatian dan kasih sayang. Memang tidak bisa romantis dan raut wajahnya yang sering terlihat datar, tetapi sebagai seseorang yang telah berpengalaman, tentu Bibi Camia dapat memahaminya.
***
"Makanannya sudah dihidangkan, ayo," ajak Pangeran Ricci saat Putri Chiara baru saja selesai ditata rambutnya oleh Bibi Camia.
Putri Chiara melihat kepada Bibi Camia, meminta bantuan dari wanita itu supaya memberikannya solusi.
"Pergilah Putri, Pangeran sudah menyiapkannya sarapan. Biar Putri tetap sehat," ujar Bibi Camia sambil menyentuh pundak Putri Chiara.
Putri Chiara melangkah ragu. Gerakan kakinya begitu pelan, membuat Pangeran Ricci lama menunggu.
"Apa kaki kau sakit?" tanya Pangeran Ricci dan dijawab dengan gelengan kepala oleh Putri Chiara.
"Kalau sakit, aku bisa menggendong kau untuk pergi ke meja makan," jelas Pangeran Ricci menghampiri.
"Tidak usah, aku bisa berjalan sendiri," tolak Putri Chiara.
Namun, penolakannya sama saja tidak ada gunanya. Pangeran Ricci terlebih dahulu meletakkan tangannya ke pinggang dan juga paha Putri Chiara, lalu menggendong putri cantik itu menuju meja makan yang sudah disiapkan khusus di kamar mereka.
Meja makan itu berada di dekat jendela yang begitu besar, dengan gorden putih tipis menutupinya. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan gorden berbahan kain tipis nan lembut itu.
Putri Chiara memperhatikan wajah Ricci secara saksama. Tanpa disadari, jantungnya menjadi berdetak cepat.
Akhirnya, mereka pun tiba di meja makan. Putri Chiara diturunkan dengan perlahan lalu, dipersilakan duduk oleh Pangeran Ricci setelah ia tarik kursinya ke belakang.
"Tidak apa-apakah jika kau makan di kamar begini? Bagaimana dengan anggota keluarga yang lain?" tanya Putri Chiara mencoba untuk membuat Pangeran Ricci pergi dari sana.
"Aku mengatakan kalau aku dan permaisuriku harus menghabiskan waktu bersama-sama."
Nyaris bola mata biru permata milik Putri Chiara melompat dari tempatnya. "Kau bilang begitu?" tanya Putri Chiara tidak percaya.
"Ya, aku mengatakan apa yang sebenarnya, bukan?" Pangeran Ricci berjalan menuju tempat duduknya.
Sarapan pagi, makan siang, dan makan malam mereka selalu bersama-sama. Meski, saat makan siang terkadang Pangeran Ricci tidak datang karena sibuk dengan pekerjaannya di kantor pemerintahan. Namun, kalau ia sempat dan tidak sibuk, maka Pangeran Ricci akan pulang dan makan siang bersama dengan Putri Chiara.
"Kau kenapa pulang? Aku tidak perlu ditemani," ujar Putri Chiara yang sudah duduk di kursi dengan makanan di hadapannya.
"Aku telah menyelesaikan pekerjaan di kantor pemerintahan."
"Bagaimana masalah keuangan kerajaan?" tanya Putri Chiara membuat Pangeran Ricci menatap tajam pada Putri Chiara saat itu juga.
"Kau tidak perlu ikut campur dengan pemerintahan," tukas Pangeran Ricci lalu beranjak dari tempat duduk. Ia berjalan mengambil jubahnya lalu berbalik menghampiri Putri Chiara.
"Kau tidak usah banyak tanya tentang kerajaan ataupun anggota keluarga kerajaan ini. Kau hanya menjadi istriku dan tetap di sini menunggu dan melepas aku pergi bekerja," ujarnya membuat Putri Chiara mengerutkan keningnya.
"Kau pikir aku apa?" teriak Putri Chiara menghempaskan piring ke lantai.
"Kau hanyalah istri, dan pekerjaan seorang istri cukup melayani suami," jelas Pangeran Ricci dengan memegangi dagu runcing Putri Chiara. Sikap kasar Pangeran Ricci mulai tampak dan kelembutan yang sebelum ini ia tunjukkan apakah itu hanya pura-pura saja?
***
Bersambung