Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Urusan Rumah Tangga

Bab 10 Urusan Rumah Tangga

"Jadi, dia menganggap diriku hanya sebagai istri yang melayani suami? Begitukah?" tanya Putri Chiara dalam hatinya. Tidak tahu kenapa, ada sayatan yang memilukan di hati. Tanpa disadarinya, bulir cairan bening pun mengalir begitu Pangeran Ricci melepaskan tangan dari dagunya.

"Urusan pemerintahan adalah urusanku dan kau cukup mengurus diriku saja, melayaniku sebagai seorang istri yang taat pada suami," ucap Pangeran Ricci lalu meninggalkan tempat itu.

Putri Chiara termenung untuk beberapa saat. Tidak disangka malah seperti ini jadinya hubungan mereka.

"Apa yang harus aku lakukan?" pikir Putri Chiara merasa terjebak dalam istana yang sepertinya memang adalah neraka untuk dirinya. Lebih baik ia tinggal di Kerajaan Mahdiaz Rhode saja. Di sana ia bahagia karena semua pelayan hormat padanya, juga ada kasih sayang dari Ibunda Ratu juga Ayahandanya.

"Ibunda, Ayahanda, Chia ingin pulang," gumam Putri Chiara.

Bibi Camia hanya berdiri di belakang memperhatikan saat perdebatan suami istri itu terjadi. Ia merasa kalau saat ini Putri Chiara perlu ditenangkan.

"Lady, tenanglah. Mungkin Pangeran Ricci punya maksud lain," ucap Bibi Camia.

"Tidak, dia adalah orang yang kejam. Hexa benar, kalau seharusnya aku tidak masuk ke dalam kerajaan ini!" ujar Putri Chiara menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Tidak, masuk ke kerajaan ini adalah satu-satunya jalan untukku membalaskan dendam pada Ratu Alya yang kejam itu. Aku harus bisa bertahan dan membuat semuanya berjalan sesuai keinginanku. Aku akan mencari cara untuk memperkuat diriku di sini. Tanpa sepengatahuan Ricci tentunya," batin Putri Chiara berucap. Ia kembali bersemangat untuk membangkitkan keinginan balas dendam. Bagaimanapun ia harus mampu bertahan.

Tidak ada jalan yang mulus untuk ditempuh, semua pasti mengalami rintangan. Itulah yang Putri Chiara percayai.

***

Hari ini, setelah sarapan pagi, Putri Chiara berjalan-jalan di taman utama Kerajaan dengan di dampingi oleh Bibi Camia. Ia menikmati udara pagi yang begitu menyegarkan pernapasan. Ia merasa sesak terus-terusan berada di kamar.

Tidak sengaja, Putri Chiara pun bertemu dengan Pangeran Hexa yang tengah latihan memanah. Kegiatan Pangeran Hexa terhenti seketika begitu melihat Putri Chiara.

"Chia, kau sedang apa?" tanya Pangeran Hexa dengan lemah lembut.

"Aku hanya berjalan-jalan," jawab Putri Chiara kaku. Ia ingin cepat-cepat pergi dari sana. Takut ditanyakan lagi mengenai alasan mengapa ia memilih menikah dengan Pangeran Ricci. Ia tidak mau menjawab pertanyaan yang memang tidak bisa diberikan alasannya itu.

"Tunggu!" Pangeran Hexa menarik tangan Putri Chiara yang sudah membalikkan badan tersebut. Bibi Camia tidak bisa berbuat apa-apa karena statusnya hanyalah pelayan di sini. Tidak ada hak untuk melarang apa lagi, hubungan Putri Chiara dan Pangeran Hexa dulunya begitu sangat dekat.

"Ada apa?" ujar Putri Chiara berusaha lepas.

"Aku masih penasaran dengan alasan mengapa kau memilih Ricci dan menerimanya sebagai suami," ungkap Pangeran Hexa dengan tatapan yang memelas.

"Aku sudah menjawabnya, bukan?"

"Kapan kau menjawabnya? Kau hanya bilang kau lupa ingatan? Apakah itu bisa aku percayai?"

"Hexa, jangan begini! Aku di sini adalah istri dari saudara kau, Hexa! Aku tidak mau orang-orang di sini melihat dan salah sangka dengan kita," bentak Putri Chiara ingin lepas.

Pangeran Hexa tertawa mendengar kata-kata Putri Chiara. "Kau pikir mereka akan peduli? Di sini tidak ada yang peduli akan hal itu, Chia!"

"Aku peduli! Dia adalah istriku dan kau jangan mengganggu dia!" bentak Pangeran Ricci yang datang entah dari mana, tiba-tiba membuat suasana menjadi semakin rumit. Tangan Pangeran Hexa yang menggenggam tangan Putri Chiara dipaksa lepas oleh Pangeran Ricci.

"Kau mengatakan dia istri? Apa kau tahu dia menerima kau karena apa?" tanya Pangeran Hexa pada Pangeran Ricci.

"Apa pun itu alasannya, sekarang dia adalah istriku. Kau tidak perlu mencampuri urusan rumah tangga kami." Pangeran Ricci menarik Putri Chiara pergi dari sana. Ia menyeret dengan penuh emosi.

Putri Chiara jalan terbiri-birit. "Ricci, lepaskan!"

"Kau menjauhlah dari Hexa!" bentaknya menghempaskan tangan Putri Chiara dengan kasar.

Putri Chiara meringis kesakitan. Di pergelangan tangannya ada bekas cengkraman tangan Ricci yang begitu kuat.

Pangeran Ricci memperhatikan Putri Chiara yang sedang menahan rasa sakit. Perlahan ia mendekati Putri Chiara lalu meraih tangan yang menampakkan jejak merah. Jika telah berlalu berhari-hari, jejak merah itu pasti akan berubah menjadi biru.

"Maafkan aku," ucap Pangeran Hexa dengan rasa menyesal yang amat dalam.

"Kau jahat!" bentak Putri Chiara lalu berlari dari sana dan pergi menuju kamarnya. Ya, hanya di sana ia bisa meluapkan kesedihannya.

Sesampai di kamar, Putri Chiara langsung menjatuhkan diri ke lantai. Ia pandangi pergelangan tangannya yang memerah.

"Saat aku menjadi Aubrey dulu, hidupku sangat bahagia meski bersama dengan seorang pemuda yang berasal dari keluarga sederhana. Ia tidak pernah menyakitiku dan selalu memberikan kasih sayang. Kenapa aku harus mengahadapi pria jahat seperti itu?" tanya Putri Chiara(roh Aubrey).

Ia teringat dengan Helios.

"Aku ingin berbicara dengan Helios," gumam Putri Chiara segera mencari kalungnya. Ia menatap lama ke kalung itu.

"Apa aku harus membuatnya datang ke sini?" tanya Putri Chiara bingung. Jika ia memanggil Helios, takutnya orang-orang akan menyangka dirinya berhubungan dengan lelaki lain dan mengakibatkan posisinya di sini menjadi terancam. Ia baru saja menikah, ia harus menjadi kuat dan menjadi orang penting di dalam pemerintahan.

Setelah berpikir cukup lama, Putri Chiara pun mencium kalung itu tepat di bagian simbol bunga mawarnya.

Tidak perlu menunggu lama, ada pusaran angina kecil masuk dari jendela kamar yang terbuka. Suasana tiba-tiba menjadi hening. Putri Chiara memperhatikan keluar dan dilihatnya semua orang menjadi patung.

"Ada apa kau memanggilku?" tanya Helios membuat Putri Chiara kaget.

"Kenapa semua orang jadi patung?"

"Aku menghentikan waktu. Katakan apa masalah yang kau hadapi?"

"Aku … merasa hidup di tubuh Putri Chiara begitu berat," ungkapnya dengan menatap ke lantai. Air matanya berderai jatuh dengan bebas. Tidak perlu aba-aba atau sebab apa pun.

"Kau masih belum mencapai tujuan yang ingin kau capai."

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Jalani semua dengan kecerdasan yang kau punya."

"Aku hanyalah orang biasa, aku bukan Putri Chiara yang mempunyai kecerdasan luar biasa," ungkapnya menatap mata Helios dengan berani.

Helios mendekat sambil mengusap air mata putri nan cantik itu. "Kau ada di tubuhnya, maka kau bisa menggunakan kemampuannya dengan baik. Dirinya sudah diberkati dengan kecerdasan, kau hanya perlu menggunakan dengan baik."

Setelah berkata begitu, Helios perlahan menghilang dengan angina seperti biasanya.

"Padahal aku masih ingin berbicara banyak dengan kau, Helios. Hanya kau satu-satunya yang dapat aku percayai dan andalkan saat ini. Semua yang berada di sisiku, tidak tahu seperti apa mereka."

***

Putri Chiara baru saja diobati tangannya oleh Bibi Camia. "Lady, maafkan Bibi tidak melindungi Lady," ucap Bibi Camia.

"Tidak Bi. Lagian ini hanya masalah biasa, suami istri memang seperti ini. Bertengkar adalah hal yang wajar," jelas Putri Chiara tidak ingin membuat Bibi Camia merasa bersalah. Yang pantas disalahkan adalah Pangeran Hexa dan juga Pangeran Ricci. Mereka berdua yang harusnya membayar atas apa yang terjadi.

Putri Chiara ingat dengan kata-kata Helios.

"Bi, bisakah kau bantu aku untuk mengingat hal-hal apa saja dan prestasi yang pernah aku raih semasa aku berada di Kerajaan dulu?"

"Lady selalu menjadi kebanggaan kami. Lady bisa banyak hal dan memberikan solusi untuk pemerintahan. Terutama untuk membantu rakyat susah," jelas Bibi Camia.

"Apa lagi? Apakah aku ada melakukan sesuatu yang berhubungan dengan perang atau apa pun itu?" tanya Putri Chiara membuat Bibi Camia diam sejenak.

Bibi Camia melirik ke arah kiri dan kanan, samping dan belakang. Lalu, ia mendekati Putri Chiara dan membisikkan sesuatu ke telinga sang Putri.

Putri Chiara tampaknya sedikit kaget dengan bisikan yang Bibi Camia lakukan.

"Aku tidak akan menyerah begitu saja selama berada di sini," gumam Putri Chiara bertekad bulat. Akhirnya ia semangat lagi untuk melanjutkan hidup sebagai seorang putri, meski telah berstatus istri dari pangeran yang tidak memberinya kebebasan.

***

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel