Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 Saling Peduli

Bab 11 Saling Peduli

Malam sudah larut. Namun, Pangeran Ricci belum juga pulang.

Putri Chiara bertanya-tanya dalam hatinya. "Apa yang terjadi pada Ricci?"

Lalu, ia tersadar, untuk apa ia mempedulikan pria itu!

"Lebih baik aku tidur. Untuk apa juga mempedulikan dirinya," ujar Putri Chiara bergegas menutup pintu kamarnya dan berajalan menuju tempat tidur.

Saat dirinya sudah berbaring di tempat tidur, pintu kamar terbuka. Pangeran Ricci terlihat sangat lelah.

"Ingat juga pulang," sindir Putri Chiara dengan duduk dari posisi berbaringnya.

"Kau menungguku pulang?" tanya Pangeran Ricci tersenyum tipis.

"Tidak, aku hanya tidak mau tidur duluan. Takutnya ada yang mengambil kesempatan saat aku tertidur," ujar Putri Chiara memasang kembali pembatas di antara mereka. Ia menyusun bantal untuk membagi dua ranjang tempat mereka tidur.

"Kau …." Pangeran Ricci tidak jadi melanjutkan bicaranya. Ia menghelas napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Ia pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Putri Chiara masih duduk sambil menarik selimut menutupi hingga pahanya. "Aku penasaran dengan hubungan Putri Chiara dan Pangeran Hexa dahulu. Apakah Pangeran Ricci tahu atau tidak, ya?"

Pangeran Ricci keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang sudah bersih dan pakaian yang juga bersih tentunya. Aroma wangi dari tubuhnya tercium oleh indera penciuman Putri Chiara.

"Mandi malam-malam tidak baik," ujar Putri Chiara menasihati.

"Kau mau tidur dengan aku yang bau?" tanya Pangeran Ricci sambil mencondongkan wajahnya. Ditatapnya kedua manik berwarna biru permata itu dengan lekat.

"Aku akan menyuruh kau tidur di sana!" tunjuk Putri Chiara pada sebuah sofa panjang.

"Begitu beraninya pada seorang Pangeran?" tanya Pangeran Ricci mengangkat alisnya sebelah.

"Tentu, karena aku adalah seorang putri, dan tidak ada yang bisa membantahku juga," ujar Putri Chiara dengan menatap tajam mata Pangeran Ricci.

"Sayangnya aku sudah wangi sekarang," ucapnya lalu duduk di dekat kakinya Putri Chiara.

"Ricci, ada hal penting yang ingin aku tanyakan."

"Apa?"

Putri Chiara bingung memulai pertanyaannya dari mana.

"Aku … ingin menanyakan tentang Hexa."

Wajah Pangeran Ricci yang tadinya terlihat sejuk, sekarang berubah menjadi penuh kemarahan saat Putri Chiara menyebut nama Hexa.

"Apa yang ingin kau ketahui tentangnya? Apa kau masih menaruh rasa padanya? Kau ingin bersamanya?" tanya Pangeran Ricci dengan menggebu-gebu. Pria itu pun beranjak dari sana dan pergi menatap ke luar jendela.

Putri Chiara turun dari ranjang dan berjalan pelan menghampiri. "Aku hanya ingin tahu karena aku tidak ingat sama sekali tentang dia. Bagaimana mungkin kau menuduhku seperti itu?" tanya Putri Chiara dengan nada yang tinggi.

Pangeran Ricci membalikkan badannya. "Kau yang ingin begitu, Chia! Kau ingin dengan dia si lelaki yang pernah membuat kau bahagia dulunya, sedangkan aku …."

"Aku tidak begitu!" bentak Putri Chiara menatap kedua bola mata Pangeran Ricci dengan serius. Ia memang tidak ada maksud seperti itu.

"Ck, kau bilang tidak begitu, tapi kau masih peduli dengan ia. Kau masih menyayangi dia, kan?"

Putri Chiara semakin tidak paham dengan kata-katanya Pangeran Ricci. Sayang? Untuk apa menyayangi Hexa?

"Jangan menuduhku seperti itu! Aku tidak ada hubungan dengan ia dan juga tidak menyayanginya."

"Kau punya hubungan masa lalu dengannya dulu!" ujar Pangeran Ricci dengan bentakan kemudian perlahan ia menatap lemah ke arah Putri Chiara.

Putri Chiara terdiam. Pandangannya tertunduk ke bawah. Tidak menyangka kalau ternyata memang benar ada hubungan masa lalu antara ia dan Pangeran Hexa. Pantas saja Pangeran Hexa begitu memaksa dan marah saat tahu ia menerima lamaran Pangeran Ricci.

"Aku benar tidak tahu tentang hal itu," ucap Putri Chiara dengan suara yang pelan. Ia memang tidak tahu karena ia bukanlah Putri Chiara yang sebenarnya. Ia hanya roh yang masuk ke tubuh Putri Chiara dan menjalani hidup selayaknya Putri Chiara sehari-hari.

"Kau benar melupakannya?" tanya Pangeran Ricci sambil memegangi kedua pundak Putri Chiara.

Putri Chiara mengangkat wajahnya menatap Pangeran Ricci.

"Iya, aku tidak ingat. Satu pun tentangnya tidak ada yang bisa aku ingat," jelas Putri Chiara dengan air mata yang mengalir deras.

"Aku tidak tahu apa-apa!" teriak Putri Chiara dan menangis dengan sejadi-jadinya.

Pangeran Ricci tahu Putri Chiara mengalami lupa ingatan. Ternyata memang Putri Chiara tidak ingat sama sekali dengan Pangeran Hexa. Ia hanya takut jika Putri Chiara ingat dan lebih memilih bersama Hexa ketimbang bersama dengan dirinya.

Dipeluknya Putri Chiara lalu dikecupnya kening istrinya itu cukup lama.

"Kau tidak perlu mengingatnya. Sekarang kau adalah istriku, Chia."

"Aku merasa sangat bersalah dengan dia …."

Emosi Pangeran Ricci yang sudah mereda itu pun kembali meluap begitu Putri Chiara mengatakan perasaan bersalah.

"Dia hanya masa lalu kau, Chia!"

Pangeran Ricci melepaskan pelukannya dengan Putri Chiara lalu pergi menuju tempat tidur dan membaringkan badannya dengan rasa kesal. Putri Chiara hanya diam membatu tanpa bergerak.

"Kalau begitu, berarti aku telah merusak hubungan masa lalu yang Putri Chiara jalin dengan Pangeran Hexa?" tanyanya dengan perasaan bersalah yang teramat sangat. Putri Chiara terduduk dan meluapkan tangis penyesalan.

Pangeran Ricci melirik dengan membuka mata sebelah kiri ke arah di mana Putri Chiara berada. Ia terkejut karena Putri Chiara masih menangis di tempat itu.

"Apa dia tidak ingin tidur?" batin Pangeran Ricci.

Pangeran Ricci pun kembali memejam mata. Ia tidak mempedulikan istrinya yang ia anggap masih menaruh hati terhadap masa lalunya. Untuk apa juga ia peduli.

Awalnya Pangeran Ricci berpikir demikian, tetapi saat ia tersentak, ia melihat ke sebelahnya, tidak ada Putri Chiara di sana. Berarti Putri Chiara tidak pergi tidur. Lalu, ia menyisir ruangan kamar dengan mengedarkan pandangan. Tidak ada Putri Chiara.

"Dia kemana?" pikirnya langsung menyibak selimut dan bergegas mengenakan pakaiannya untuk mencari keluar.

Ia mendengar isak tangis dari arah belakang. Terlihat cahaya remang-remang seorang wanita tengah duduk tanpa pakaian tebal untuk menghangatkan diri.

"Kau kenapa di sini?" tanya Pangeran Ricci dingin.

Dilihatnya Putri Chiara masih menangis hingga kedua mata itu memerah dan sedikit bengkak. Selama itu, kah, Putri Chiara menangis?

"Kau tidak usah mempedulikanku."

"Kau istriku, Chia! Ayo masuk!"

"Tidak! Kau tidak mempercayaiku!"

"Aku memang tidak percaya karena kau dan dia punya hubungan masa lalu!"

"Ya sudah, tinggalkan aku di sini!"

Pangeran Ricci merasa sangat kesal. Berhadapan dengan wanita membuatnya menjadi hampir gila. Tidak tahu harus bagaimana dan apa tindakan yang diperbuatnya. Jika terhadap bawahannya, mungkin ia bisa menghukum atau mengasarinya. Kalau Putri Chiara, mana mungkin bisa berbuat begitu? Bagaimanapun, ia menghargai Putri Chiara sebagai istri dan tidak ingin menyakiti wanita itu.

Pangeran Ricci duduk di sebelah Putri Chiara. Ia pun memakaikan jubah yang dikenakannya pada Putri Chiara.

Putri Chiara menolehkan kepala karena Pangeran Ricci memberikan jubah itu untuk menghangatkan tubuhnya di malam yang dingin ini.

"Aku tidak butuh," tolak Putri Chiara hendak melepaskannya.

"Jangan lepaskan, aku tidak ingin kau sakit." Pangeran Ricci menahan jubah itu untuk tetap berada di tubuh Putri Chiara.

Putri Chiara diam. Tidak lagi berbicara ataupun menangis. Hanya menatap lurus ke depan.

Tiba-tiba Pangeran Ricci bersin karena suhu udara malam semakin dingin hingga menusuk ke dalam tulang.

"Kau kedinginan, kan." Putri Chiara melepaskan jubah yang dipakainya. Lalu, memakaikan kembali pada Pangeran Ricci.

Pangeran Ricci menerima jubah itu, tetapi ia juga menarik Putri Chiara untuk mendekat dan sama-sama menutupi tubuh dengan jubah tersebut. "Aku tidak ingin kita sama-sama kedinginan."

Putri Chiara merasa ada yang aneh dengan Pangeran Ricci. Sesekali pria itu marah lalu peduli. Lantas, sikap Pangeran Ricci yang sebenarnya seperti apa?

"Aku tidak—"

"Kau masih ingin di luar sampai kapan?" potong Pangeran Ricci tidak mau mendengar penolakan dari Putri Chiara.

"Kita balik ke kamar," ucap Putri Chiara memutuskan. Senyum di bibir Pangeran Ricci pun terbit, tetapi hanya tampak sekilas oleh Putri Chiara. Cepat-cepat Pangeran Ricci mengubah wajahnya menjadi datar.

***

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel