Bab 3 Pertemuan Dua Keluarga
Bab 3 Pertemuan Dua Keluarga
Hari ini, Putri Chiara akan pergi menghadap Yang Mulia Raja Domenico Cleandro Aristeo, yang tidak lain adalah ayahandanya.
Pelayan mengira putri tidak mengingat Yang Mulia Raja Domenico karena lupa ingatan, tetapi yang sebenarnya adalah memang tidak kenal sama sekali. Putri Chiara saat ini dikendalikan oleh rohnya Aubrey Samantha.
Langkah Aubrey begitu tenang, hampir mendekati gaya langkahnya Tuan Putri Chiara yang anggun. Usahanya berlatih dengan Bibi Camia membuahkan hasil. Aubrey harus bisa membiasakan diri sebagai Putri Chiara. Karena bagaimanapun, semua ini entah sampai kapan akan berakhir atau malah tidak akan pernah ia kembali pada tubuh aslinya.
Setibanya ia di depan sebuah pintu ruangan besar, berlapis emas dengan bebatun permata mahal dan langka berkilauan, membuat silau mata. Putri Chira menyipitkan matanya karena tidak tahan begitu kilauan tersebut memantul ke arahnya berdiri saat ini.
Tak lama kemudian, kedua pintu besar itu terbuka.
Dada Putri Chiara menjadi naik turun karena ia merasa sangat tegang. Jika boleh untuk mundur kembali ke kamar, maka ia akan melakukan itu. Sungguh, saat ini ia tidak tahu harus melakukan apa.
"Ayo Lady," ajak Bibi Camia sambil menyunggingkan bibir tersenyum tipis.
"Bi, aku cemas," ucap Putri Chiara jujur.
"Jangan cemas. Lady sudah sering datang ke tempat ini untuk menghadiri rapat kerajaan. Tentunya Lady akan kembali terbiasa, meski ingatan Lady tidak menyimpan kenangan apa pun tentang tempat ini," ungkap Bibi Camia mencoba menenangkan.
Putri Chiara pun menganggukkan kepalanya. Kembali ia mengangkat wajah, tidak terlalu tinggi dan tidak menunduk. Matanya menatap lurus ke depan dengan wajah yang menampakkan aura kecantikan begitu memukau.
Mata biru permata nan jernih itu terlihat sangat cantik. Bibir merah mudanya mengembang dengan manis. Rambut warna cokelat gelap terurai ke belakang dengan sedikit bergelombang, pun mahkota yang digunakannya terbuat dari emas dihiasi berlian. Sangat cantik dan sempurna penampilan sang tuan putri kebanggaan Raja Domenico.
Tempat duduk telah disediakan. Ada ayahanda dan ibundanya di sana. Di tempat duduk yang lain, ada juga beberapa orang. semua pelayannya ikut masuk ke dalam. Dibelakang tempat duduk masing-masing, para pelayan berbaris rapi.
Mata Putri Chiara hendak meloncat keluar ketika melihat siapa yang datang ke sana.
"Ratu Alya, Pangeran Ricci," gumam Putri Chiara dalam hati. Pembunuh yang menyebabkan orang tuanya meninggal ada di hadapannya saat ini.
Bagaimana mungkin musuh yang sedang ia cari sekarang duduk manis berbincang dengan keluarga kerajaan putri yang ia masuki tubuhnya? Apakah ini rencana semesta untuk membantunya membalaskan dendam pada penguasa Kerajaan Elyora yang sudah membuat keluarganya meninggal?
Pangeran Richard Etienne Elyora, pangeran mahkota dari Kerajaan Elyora. Putra pertama dari raja sebelumnya dengan Yang Mulia Ratu Alya. Sebagai putra mahkota, tentunya ia mengemban tugas yang cukup berat.
Pangeran Richard biasa dipanggil dengan nama Pangeran Ricci. Begitulah orang-orang memanggil namanya.Tidak banyak yang tahu tentang seluk beluk sikap Pangeran Ricci yang sebenarnya. Bahkan, anggota keluarga kerajaan sekali pun, tidak ada yang benar-benar mengerti dirinya.
Pangeran Ricci penuh dengan tanda tanya. Tatapannya tajam seperti elang yang membidik mangsa. Raut wajah tegas, penuh kharisma, membuat siapa pun takut untuk membantah ucapannya.
Putri Chiara kemudian mengalihkan pandang. Tidak sudi ia memandangi terlalu lama lelaki yang menjadi salah satu orang dalam daftar pembalasan dendam atas kemalangan yang menimpa keluarganya.
"Chia," panggil sang ayahanda pada putri semata wayangnya itu.
"Iya Ayahanda," sahut Putri Chiara menganggapi panggilan sang raja.
"Kami semua di sini, menunggu jawaban perihal perjodohan yang telah kami lakukan. Apakah kau bersedia untuk menikah dengan Pangeran Richard dan menjadi permaisurinya?" tanya Raja Domenico pada putrinya.
Putri Chiara menghela napas. Dalam pikirannya, ia sungguh bingung harus mengambil keputusan apa. Tidak ada yang bisa membantunya memberi penjelasan untuk hal ini.
"Ah, aku harus apa?" tanya Putri Chiara dalam hati.
Otaknya berpikir keras.Terlintas sebuah ide di benaknya.
"Ayahanda, Ibunda, Chia bukannya ingin menolak ataupun langsung menerima. Keadaan Chia yang sekarang sedang lupa ingatan, membuat Chia ragu," papar Putri Chiara membuka suara.Dilayangkannya pandang pada Pangeran Ricci yang saat ini tengah memperhatikan dengan saksama.
"Chia Sayang," panggil Ratu Alya dengan suara yang lemah lembut.
"Iya Ratu?" Putri Chiara menatap Ratu Kerajaan Elyora yang berpenampilan glamour itu.
"Kau tidak perlu khawatir.Kami sudah mendengar perihal kau yang lupa ingatan. Aku akan menjaga kau dengan baik, Sayang. Begitu pun Ricci," tutur Ratu Alya dengan menunjukkan wajah manis.
Dalam hati Putri Chiara berkata, "Dasar Ratu busuk.Di saat seperti ini, pandai sekali berbicara baik-baik!"
Putri Chiara mengulas senyum untuk menutupi rasa kesal dalam dadanya.
Kalau tidak dalam tubuh seorang tuan putri, roh Aubrey mungkin sudah melakukan sesuatu dengan membuat hancur wajah Ratu Alya dan ia tusuk-tusuk tubuh Pangeran Ricci dengan pisau yang tajam. Dendam akan kematian orang tua dan adik tersayangnya harus dibalaskan.
"Chia," panggil Ibundanya Putri Chiara, Ratu Aysila Christable.Sesuai namanya, Ratu Aysila begitu ramah dan lembut.
"Sayang, kau berhak menentukan apa yang baik menurut kau sendiri.Namun, menunda-nunda seperti ini tidak baik, Nak."
"Kau tidak akan mendapatkan kesusahan saat menikah dengan Ricci, Chia," timpal Ratu Alya mencoba untuk membujuk Chiara agar menerima perjodohan tersebut.
Sedari tadi Pangeran Ricci hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Apa ia memang orang yang pendiam?
"Baiklah," ucap Putri Chiara membuat para pelayannya kaget begitu satu kata terlontar dari bibir tuan putri mereka. Selama ini Putri Chiara selalu menolak, bahkan berusaha untuk kabur.
Bibi Camia merasa bersalah karena ia tidak jadi mengatakan perihal yang sebenarnya sebelum datang ke ruangan pertemuan ini. Namun, ada sedikit rasa lega karena akhirnya hubungan perjodohan Putri Chiara dan Pangeran Ricci pun berjalan lancar.
"Mungkin memang sebaiknya putri tidak tahu mengenai ia yang selalu menolak Pangeran Ricci," gumam Bibi Camia.
"Aku punya syarat," ujar Putri Chiara kemudian.
"Silakan katakan, Sayang." Ratu Alya langsung mengangkat alisnya sebelah. Mereka pikir Putri Chiara akan menerima dengan begitu mudah? Ia harus bisa melindungi dirinya dari ratu jahat itu dan bagaimana pun balas dendam menjadi landasan kenapa ia menerima perjodohan ini.
"Aku ingin membawa pelayan dari kerajaanku untuk merawat dan mendampingiku setelah menikah nanti, Bibi Camia, Casey dan Chenna akan ikut denganku kemanapun aku pergi. Kedua, aku tidak ingin Pangeran Ricci menahanku jika suatu hari aku rindu dengan kerajaan ataupun pergi ke hutan di mana aku sering bepergian," jelas Putri Chiara dengan menatap mata Ratu Alya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa dibaca arti dari tatapan tersebut. Roh Aubrey yang berada di tubuh Putri Chiara sudah tahu tentang sang putri sangat suka bepergian dengan naik kuda. Dengan begitu, mungkin ia bisa berkunjung ke tempat di mana dirinya berasal, pulang ke desanya, melihat rumah dan makam dari keluarganya.
"Tentu Chia. Aku akan mengabulkannya. Asalkan kamu mau menjadi menantuku dan permaisuri untuk putra tersayangku," ucap Ratu Alya sambil menoleh pada putranya.Pangeran Ricci hanya menunjukkan ekspresi datar-datar saja. Tidak ada tanggapan atau ekspresi apa pun.
"Dia itu patung atau apa sebenarnya?" tanya Putri Chiara dalam hati sedikit kesal.
Putri Chiara menatap lama Pangeran Ricci.Sang pangeran yang dingin itu pun hanya membalas dengan tatapan datar.
"Xander, bagaimana aku mengkhianatimu?" Putri Chiara teringat dengan seorang pemuda yang merupakan cinta pertamanya.Pemuda yang sehari-hari menamaninya di kebun meski kebun mereka terpisah oleh Sungai Safi.Kebersamaan saat dirinya masih menjadi Aubrey, penuh dengan senyuman hangat pemuda baik hati itu.
Jeritan dalam hati membuat Putri Chiara ingin menangis.Tiba-tiba kepalanya pun menjadi pusing.
"Lady kenapa?" tanya Bibi Camia yang memperhatikan perubahan raut wajah sang putri.
"Apakah Chia masih sering mengalami sakit kepala?" tanya ibundanya.
"Tidak apa-apa, Ibunda.Chia hanya merasa sedikit pusing.Tidak bisa terlalu lama duduk," ucap Putri Chiara beralasan. Saat ini ia ingin meninggalkan tempat itu. Menyusun strategi bagaimana dan apa yang harus ia lakukan setelah menikah dengan pangeran yang membosankan itu.
"Bibi Camia, bawa Lady Chiara ke kamarnya untuk istirahat. Pertunangan akan dilangsungkan satu bulan lagi," putus Raja Domenico membuat mata Putri Chiara membelalak. Segera ia mencoba untuk terlihat biasa-biasa saja karena tidak ingin membuat curiga.
Ratu Alya tersenyum senang mendengar kabar pernikahan yang akan dilangsungkan dalam waktu sebulan lagi. Itu artinya, usaha menjodohkan putranya dengan Putri Chiara benar-benar membuahkan hasil. Sebentar lagi kondisi ekonomi Kerajaan Elyora akan stabil seperti sebelum-sebelumnya. Semua akan teratasi dengan hubungan dua keluarga ini.
***
Di dalam kamar Putri Chiara tengah mematut dirinya di depan sebuah cermin besar. Kondisi kamarnya begitu lengang saat ini. Ia meminta para pelayan untuk keluar sebentar karena ingin sendirian.
"Apa yang harus aku lakukan?Aku tidak ingin mengkhianati kekasihku, meski diriku saat ini bukanlah Aubrey."
Di saat dirinya tengah dilanda kepanikan seperti itu, datang angin dari jendela kamarnya yang terbuka.Gulungan angin itu bergerak mendekatinya.
"Kamu!" teriak Putri Chiara, tetapi dengan cepat ia segera menutup mulutnya supaya tidak terdengar oleh orang-orang di luar. Matanya membulat saat angin itu berubah menjadi pria tampan yang ditemuinya ketika di padang rumput yang luas sebelum ia masuk ke dalam tubuh Putri Chiara.
***
Bersambung