Bab 16 Kecemburuan Chiara
Bab 16 Kecemburuan Chiara
Putri Chiara terlelap begitu pulas. Ditambah dengan pelukan hangat dari suaminya yang sejak mulai tidur sudah memeluk Putri Chiara.
Sesekali Pangeran Ricci menggerakkan tangannya untuk mengelus kepala Putri Chiara dengan belaian yang lembut. Tangan besar nan hangat itu memang mampu membuat suasana tidur Putri Chiara menjadi lebih baik.
Mereka berdua terlelap dan hanyut dalam suasana malam yang begitu cocok untuk dinikmati seperti ini. Mengarungi dunia mimpi terasa indah, apa lagi hati sama-sama bahagia.
Saat sedang nyaman terlelap, tiba-tiba Pangeran Ricci terbangun. Matanya mengerjap beberapa kali.
"Haus sekali," gumam Pangeran Ricci ingin turun.
Pangeran Ricci pun melepaskan pelukannya dengan Putri Chiara lalu memperbaiki posisi tidur istrinya itu. Diselimutinya Putri Chiara dengan selimut menutup hingga dada.
Saat berjalan untuk mengambil minum, Pangeran Ricci melihat ada yang aneh di luar kamarnya. Kain gorden warna putih dengan cahaya remang-remang di luar membuat jelas bayangan seseorang mondar-mandir di depan kamarnya.
"Itu siapa?" tanya Pangeran Ricci saat mengambil gelas minumannya.
Pangeran Ricci menyudahi terlebih dahulu minum air, kemudian ia pergi menyelidiki.
Pangeran Ricci mengambil jubahnya dan keluar. Tentu ia memeriksa kondisi Putri Chiara terlebih dahulu sebelum pergi. Takutnya yang datang adalah musuh dan bisa saja membahayakan istrinya.
"Baik-baik di sini, Chia."
Pangeran Ricci mengecup kening Putri Chiara sebelum keluar. Kecupan itu ternyata membuat istrinya terbangun dari tidurnya, tetapi tidak membuka mata. Putri Chiara tetap berusaha untuk pura-pura tertidur.
Langkah Pangeran Ricci begitu hati-hati. Tidak menimbulkan suara dan sangat tenang.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Pangeran Ricci begitu ia tiba di luar. Ia sedikit terkejut karena yang mondar-mandir di depan kamarnya adalah orang yang dia kenali.
Orang itu adalah seorang wanita cantik. Ia terlihat gelisah sambil mehentak-hentakkan kaki dan tangannya kesal. Namun, tidak terlalu menimbulkan bunyi yang keras.
Wanita itu mendongakkan kepalanya begitu ia mendengar suara Pangeran Ricci.
"Ricci," ucapnya menghentikan gerakannya.
"Sedang apa kau di sini, Illona?" tanya Pangeran Ricci lagi.
"Aku masih tidak habis pikir kau menikah dengan orang lain," ketus Illona dengan nada suara yang tajam. Pastinya saat ini wanita itu memendam rasa kesal yang teramat dalam. Sebab, orang yang ia cinta harus menikahi wanita lain dan itu membuatnya harus kehilangan kesempatan menjadi permaisuri.
"Kau kenapa menikah dengannya Ricci? Apa tidak bisa menungguku pulang terlebih dahulu? Apakah keuangan kerajaan lebih penting daripada aku? Aku sangat mencintaimu, Ricci," ungkap Illona pada Pangeran Ricci.
Pangeran Ricci sama sekali tidak merasakan apa pun saat Illona berkata demikian. Lagian, Illona adalah sepupunya sendiri, ia sebagai pangeran memang sudah seharusnya menjalin hubungan dengan putri dari kerajaan lain. Selain sebagai penguat ikatan, ini juga akan menambah daerah kekuasaan dan kekuatan kerajaan.
"Tidak perlu tahu alasan kenapa aku menikahinya, Lona. Lagian, aku sudah menikah dengan Chiara, jadi jangan ganggu aku ataupun dia!" Pangeran Ricci berkata dengan tegas. Tidak ada sedikit pun keraguan dalam dirinya saat berkata demikian pada Illona.
"Aku tahu alasannya, Ricci. Aku tahu semuanya, tetapi kau juga harus memikirkan aku!" bentak Illona tidak terima.
Pangeran Ricci menarik Illona pergi dari sana. Ia takut kalau istrinya akan terbangun mendengar percakapannya dengan Illona.
Jangan sampai Putri Chiara tahu!
"Kau kembalilah ke kamar kau, Lona," ujar Pangeran Ricci menyuruh Illona untuk kembali ke kamar.
Di dalam kamar, Putri Chiara merasakan tidak ada Pangeran Ricci di sebelahnya. Ia pikir Pangeran Ricci hanya pergi ke kamar mandi. Segera ia melihat ke kamar mandi, tidak ada siapa pun. Pintu kamar mandi terbuka dan saat ia masuk, tidak ada siapa-siapa.
Kemudian, saat ia memperhatikan sekitar, Putri Chiara melihat jubah milik Pangeran Ricci tidak adaa
Putri Chiara mengambil jubah agak tebal untuk menghangatkan tubuhnya. Ia tidak menyangka kalau Pangeran Ricci setelah malam itu ia keluar tanpa menggunakan jubah, Pangeran Ricci pun menyiapkan banyak jubah hangat untuknya.
Putri Chiara berjalan keluar dengan pelan. Samar-samar, ia mendengar suara Pangeran Ricci. Tanpa disadarinya, ia pun menjadi begitu hafal dengan suara lelaki itu. Begitu masuk ke dalam telinganya, suara Pangeran Ricci langsung bisa terdeteksi oleh otaknya.
Semakin mendekat, Putri Chiara mendengar suara lain. Ternyata tidak hanya ada suara Pangeran Ricci yang terdengar, tetapi juga ada suara lainnya. Suara seseorang yang pastinya sedang menjadi lawan bicara suaminya. Suara tersebut seperti suara seorang wanita.
"Ricci mengobrol dengan siapa?" pikir Putri Chiara begitu tiba ia mengedarkan pandang ke sekeliling.
Tidak disangka, ia melihat Pangeran Ricci tengah berbincang dengan Illona di balkon. Langsung saat itu juga ada sesuatu yang aneh yang ia rasakan di dalam hatinya.
"Kenapa dadaku sesak melihat mereka mengobrol?" pikir Putri Chiara.
Putri Chiara semakin memperhatikan dengan mata yang tidak beralih sedikit pun dari kedua orang tersebut. Namun, ia sama sekali tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan oleh kedua orang itu. Hanya bisa melihat dan tentu ini membuat ia penasaran.
Semakin ia memperhatikan, Putri Chiara pun melihat kalau wanita itu menangis.
"Itu Illona!" serunya saat melihat dengan jelas wajah Illona.
Illona terus-terusan berusaha untuk mendekati Pangeran Ricci. Wanita itu tampak begitu berani dan juga membentak Pangeran Ricci.
"Apa-apaan dia! Jelas-jelas Ricci sudah menikah," gerutu Putri Chiara. Tampak sekali kalau ia tidak suka Pangeran Ricci didekatik oleh Illona. Meski Illona adalah sepupu Pangeran Ricci dan tidak seharusnya ia merasa cemburu karena status mereka adalah saudara, sedangkan dirinya adalah seorang istri. Tentu ini memiliki perbedaan.
"Ricci, aku sangat merindukanmu setelah berpisah begitu lama. Aku …." Ucapan Illona terputus. Wanita itu menangis karena dirinya memang sungguh begitu rindu dengan Pangeran Ricci. Ia berharap setelah kembalinya ia ke Kerajaan Elyora, ia dan Pangeran Ricci akan bersama-sama. Ia akan menjadi permaisuri dari pangeran tampan itu.
"Tidak bisa Illona. Kita tidak akan bisa bersama-sama."
"Ricci, kita masih bisa," tegas Illona menatap bola mata Pangeran Ricci penuh harap.
"Illona, kau bersabarlah dalam menghadapi ini dan tolong terima kenyataan. Semua sudah menjadi takdir. Tidak ada yang bisa mengubahnya."
Pangeran Ricci mengusap kepala Illona dengan lembut, seperti yang biasa ia lakukan pada wanita itu. Illona yang tidak terima itu pun langsung menjatuhkan dirinya ke pelukan Pangeran Ricci.
"Kenapa Ricci? Aku sangat mencintaimu!"
Pangeran Ricci ragu-ragu untuk membalas pelukannya dengan Illona. Namun, Pangeran Ricci pun kemudian membalas dengan mengusap punggung wanita itu.
Putri Chiara yang masih menatap dari kejauhan itu pun menjadi kaget dengan pemandangan yang saat ini ia perhatikan.
"Apa yang mereka lakukan?" tanyanya tidak terima.
Hati Putri Chiara terasa disayat dan sangat pedih. Bulir-bulir cairan bening pun berhasil lolos dari matanya tanpa meminta izin dan permisi terlebih dahulu.
Segera Putri Chiara balik lagi ke dalam kamarnya. Dengan langkah kaki yang cepat, Putri Chiara berlari untuk menghilangkan rasa kecewanya.
"Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku merasa kecewa?"
"Tidak! Aku tidak boleh begini!"
Putri Chiara melepaskan jubahnya lalu kembali untuk tidur. Anggap saja malam ini tidak terjadi apa-apa. Ia tidak melihat apa pun yang terjadi di balkon. Biarkan saja begitu!
Tidak lama setelah Putri Chiara memejamkan matanya, datanglah Pangeran Ricci kembali ke dalam kamar.
Pangeran Ricci mendapati Putri Chiara masih tertidur. Padahal, sebenarnya Putri Chiara sudah bangun tadi. Saat ini pun ia belum tidur. Hanya memejam mata saja.
Pangeran Ricci membaringkan dirinya di ranjang yang perlahan mendekati Putri Chiara. Ia ingin memeluk istrinya tersebut, tetapi Putri Chiara malah menjauh.
Entah kenapa, Putri Chiara merasa kesal dan ingin menjauh saja. Lebih baik seperti itu, bukan?
***
Pagi harinya, Pangeran Ricci terbangun dan tidak mendapati ada Putri Chiara di sebelahnya. Pria itu menguap beberapa kali sebelum benar-benar seutuhnya bangun.
"Chia kemana?" tanyanya dengan suara serak.
Biasanya, saat ia bangun Putri Chiara juga baru bangun. Atau tidak … ia duluan yang bangun.
"Apa dia sedang mandi?" pikir Pangeran Ricci. Pria itu turun dari ranjang dan segera pergi melihat ke kamar mandi untuk memastikan keberadaan istrinya.
***
Bersambung