Bab 14 Dugaan Dan Curiga
Bab 14 Dugaan Dan Curiga
Pangeran Ricci membelai kepala Putri Chiara dengan lembut. "Jangan ada pemisah lagi saat kita tidur. Aku tidak suka bantal-bantal itu berada di tengah-tengah kita," ucap Pangeran Ricci menatap manik biru permata milik Putri Chiara dengan dalam.
Putri Chiara berpikir sejenak. Ia takut kalau misalkan dirinya dan Pangeran Ricci tidak ada pembatas, maka bisa saja segala kemungkinan terjadi selama tidur, bukan?
"Baiklah, aku akan menurutinya," ucap Putri Chiara tidak ada pilihan, "Tetapi kau harus menuruti permintaanku yang sebelumnya."
"Iya."
Ricci bangkit dari tempat tidur lalu pergi mengambil pakaiannya. Putri Chiara menyingkirkan bantal-bantal yang biasa ia pakai sebagai pembatas saat ia tidur bersama Pangeran Ricci.
Pangeran Ricci naik ke ranjang setelah selesai berpakaian. Pria itu mendekati Putri Chiara yang sudah berbaring.
"Selamat tidur, Chia." Pangeran Ricci menyibak rambut Putri Chiara yang menutupi wajah putri cantik itu. Lalu, ia menyempatkan untuk mencium kening Putri Chiara beberapa detik.
Saat itu juga Putri Chiara membuka matanya membuat Pangeran Ricci agak terkejut. Namun, ia segera mengubah wajah terkejutnya menjadi senyum yang begitu menenangkan.
"Tidurlah, aku juga akan tidur." Pangeran Ricci berbaring di sebelah Putri Chiara lalu memejamkan matanya.
Putri Chiara masih memandangi wajah Pangeran Ricci dari samping. Biasanya wajah itu terhambat oleh bantal yang ia jadikan pemisah. Sekarang sudah berubah. Ia dapat menyaksikan wajah tenang Pangeran Ricci saat tertidur seperti ini. Terlihat berbeda dengan Pangeran Ricci yang dilihat saat acara-acara pertemuan atau ketika berada di luar.
***
Pagi hari, semua orang sibuk dengan pekerjaan mereka. Putri Chiara tidak tahu apa-apa, karena ia memang tidak diberi tahu apa yang sedang dipersiapkan itu.
"Bi, sepertinya akan ada acara, tetapi kenapa aku tidak diberi tahu, ya?" tanya Putri Chiara pada Bibi Camia.
"Saya juga kurang tahu, Lady."
"Ah, sudahlah. Aku sepertinya tidak dianggap di sini. Aku harus membuat Ricci memberikanku wewenang, tetapi dia sudah melarangku untuk ikut campur permasalahan kerajaan," keluh Putri Chiara.
***
"Apa yang terjadi nanti antara permaisuri dan keponakannya Ratu Alya jika mereka bertemu, ya?" Para pelayan bergosip saat siang hari di kediaman Pangeran Ricci dan Putri Chiara. Kebetulan yang mendengar itu adalah Casey, pelayan khususnya Putri Chiara.
Segera Casey menghubungi Putri Chiara dan melaporkan hal ini.
Putri Chiara semakin penasaran. Namun, ia tidak diberi tahu dan pasti ada alasannya.
Putri Chiara pun mengutus seorang pelayan untuk pergi ke istana utama untuk melihat siapa yang datang sampai Pangeran Ricci juga harus menyambutnya. Namun, ia yang merupakan istri Pangeran Ricci, tetapi tidak diajak. Tentu menimbulkan tanda tanya.
Di istana utama, ada Ratu Alya dan juga Pangeran Ricci serta anggota keluarga kerajaan lainnya berkumpul.
Masuk seorang wanita cantik berjalan dengan sangat anggun. Dirinya terlihat seperti seorang putri yang sangat pintar dan berbakat.
"Halo Bibi," sapanya saat berhadapan dengan Ratu Alya.
"Illona, kau sudah datang," ucap Ratu Alya dengan senyum yang begitu lebar menyambut kedatangan keponakannya. Ponakan yang sudah lama tinggal di sana sejak Illona masih kecil.
"Halo Ricci," sapa Illona saat melepas pelukan dengan Bibinya. Pangeran Ricci hanya memasang wajah dingin tanpa ekspresi.
"Kau masih saja seperti ini. Kapan kau akan bahagia menyambut permaisuri kau ini," ujarnya sambil memeluk Pangeran Ricci tanpa bertanya atau meminta izin terlebih dahulu.
Pelayan yang diutus oleh Putri Chiara pun terkejut karena Pangeran Ricci dipeluk oleh seorang wanita yang terlihat seumuran dengan Putri Chiara. Jika ia menyampaikan ini pada Putri Chiara apa jadinya nanti?
Namun, pelayan itu harus menyampaikan apa yang dilihatnya pada sang putri. Bergegaslah ia kembali dan melaporkan apa yang terjadi.
Putri Chiara tidak merasa kalau hal ini harus ia khawatirkan, tetapi tanpa disadarinya ada sedikit rasa kesal. Ia mulai menduga-duga perihal hubungan Pangeran Ricci dengan wanita itu.
Karena masih penasaran, Putri Chiara pun pergi ke istana bersama dengan Casey yang mendampingi. Diam-diam ia menguping di balik pagar yang berupa tanaman rambat, cukup tinggi untuk menyembunyikan dirinya yang tengah berjongkok.
Putri Chiara mendengar dengan jelas pembicaraan Pangeran Ricci dan Illona.
"Baru beberapa bulan aku meninggalkan kerajaan dan kau sudah menikah dengan orang lain," ujar Illona terdengar sedih bercampur kesal.
"Ini bukan urusan kau, Lona," jelas Pangeran Ricci.
"Kenapa bukan urusanku?"
"Sudahlah, aku harus kembali lagi ke kantor pemerintahan. Kau pergilah ke kamar dan istirahat. Pasti lelah setelah melakukan perjalanan yang jauh," ucap Pangeran Ricci lalu tidak lagi terdengar suara apa-apa di sana.
Putri Chiara bisa menerka-nerka kalau memang ada sesuatu. Ia berdiri dan bisa melihat bagaimana rupa dari Illona yang disebut oleh pelayan dan juga Pangeran Ricci tadi.
Illona wanita yang cantik dan berbakat. Namun, satu hal yang tidak baik darinya adalah kesombongan dan angkuh menjadi sikap utama dalam dirinya.
"Lady, kita kembali?" tanya Casey pada Putri Chiara.
"Ya, aku mau istirahat," ucap Putri Chiara sambil mengusap wajahnya. Entah mengapa dirinya merasa lemas.
Perjalanan menuju kediamannya terasa jauh. Padahal, saat datang ke sini, begitu cepat.
Setibanya ia di dalam kamar, ia melihat kalau Pangeran Ricci ada di sana.
"Kau dari mana?" tanya Pangeran Ricci pada Putri Chiara.
"Aku dari luar bersama Casey. Aku pusing di dalam kamar terus," terang Putri Chiara sambil berlalu di depan Pangeran Ricci.
Pangeran Ricci meraih pergelangan tangan Putri Chiara dan membuat langkah kaki putri itu terhenti.
"Ada apa?" tanya Putri Chiara dengan nada ketus.
"Kau jangan keluar sembarangan. Aku tidak mau kau kenapa-kenapa."
"Memangnya di kerajaan ini tidak ada pengawal?" tanya Putri Chiara membalikkan badannya menatap mata Pangeran Ricci tajam.
"Ada, tapi kau tetap harus menjaga diri dari orang-orang yang mungkin berniat jahat. Aku tidak ada di sini selalu untuk memastikan kau aman."
"Kau banyak bicara," gerutu Putri Chiara dan mengehempaskan tangan Pangeran Ricci dengan kasar. Ia segera berlari masuk ke dalam dan menutup pintu kamar.
Putri Chiara merebahkan dirinya di tempat tidur karena sama sekali ia tidak baik-baik saja. Dirinya yang tadi berkata dengan ketus itu bukanlah dirinya yang asli.
Namun, semua terjadi di luar kesadarannya.
"Ada apa denganku?" tanya Putri Chiara sambil memegangi dada sebelah kirinya. Detak jantung tersebut tidak normal seperti biasanya.
***
Selesai berhias, Putri Chiara mengenakan pakaian kebesarannya dengan gaun yang berbeda dari gaun yang sehari-hari ia pakai. Gaun ini memiliki berat yang cukup membuatnya sangat tidak nyaman. Makanya, saat berada di kediaman saja, Putri Chiara memilih gaun yang sederhana dan tidak berat, supaya bisa bergerak bebas.
Saat rambutnya ditata, Pangeran Ricci keluar dari kamar mandi.
Pelayan yang lain pun membantu Pangeran Ricci berpakaian. Putri Chiara hanya memandangi dari cerminnya.
Raut kesal Putri Chiara sangat jelas. Mata permata birunya menatap tajam ke arah Pangeran Ricci. Untungnya Pangeran Ricci tidak sadar akan hal itu.
Setelah rambutnya di tata dengan rapi, tibalah saatnya pemasangan mahkota.
"Biar saya yang memasangkannya," ucap Pangeran Ricci mendekati Putri Chiara.
"Kenapa harus kau? Biar pelayanku saja!" tolak Putri Chiara tidak terima tawaran Pangeran Ricci.
"Kalian semua keluarlah!" Pangeran Ricci memerintahkan para pelayan keluar dari kamarnya.
"Kenapa kau mengusir mereka?" tanya Putri Chiara penuh emosi.
"Chia, kau kenapa sejak tadi terlihat begitu kesal?"
"Aku tidak mau hadir ke acara makan malam itu. Aku hanya ingin di sini saja," jawab Putri Chiara memutar bola matanya malas.
Pangeran Ricci tidak melanjutkan obrolannya. Ia mengambil mahkota milik Putri Chiara lalu meletakkannya di kepala sang pemilik mahkota cantik itu.
"Kau kalau selalu memakai ini terlihat sangat cantik, Chia," celutuk Pangeran Ricci membuat Putri Chiara membelalakkan matanya.
"Kau bilang apa?"
"Tidak ada."
"Aku … boleh tidak pergi ke sana?" tanya Putri Chiara membalikkan arah duduknya menjadi menatap Pangeran Ricci.
"Kenapa? Kau tidak ada alasan untuk tidak bergabung di sana, Chia."
"Kau melarangku berhubungan dengan keluarga kerajaan dan sekarang kau membawaku untuk berkumpul dengan mereka? Aku merasa disisihkan di sini, Ricci!" bentak Putri Chiara dengan emosi yang meledak-ledak.
***
Bersambung