3. Ijab Kabul
Lia dan Vina yang berdiri di pintu kamar Nayya tersenyum bahagia. Keduanya puas karena sudah membuat wanita yang selalu mereka siksa kini pergi meninggalkan rumah.
Akhirnya mereka menang dalam permanan yang mereka buat sendiri.
Tanpa aba-aba, Javior langsung menarik paksa Nayya. Dia sudah tidak lagi perduli dengan pakaian lusuh yang sedang di gunakan Nayya. Sebuah emosi tiba-tiba muncul setelah mendengar ucapan Nayya sehingga membuatnya merasa tidak nyaman.
Dibawa paksa oleh sang ayah membuat Nayya hanya bisa pasrah. Dia tidak lagi bisa menangis. Terlalu pedih untuknya. Kini semua mimpi buruk di rumah terbebut hilang dan akan di gantikan mimpi buruk yang lain di rumah sang suami.
Sesampainya di pintu keluar, Javior langsung mendorong paksa Nayya hingga wanita itu terjatuh di lantai. Lalu dia menutup keras pintu itu dan meninggalkan Nayya yang terluka. Entah itu luka hati dan luka fisik.
"Untuk kali bantu Nayya Bunda. Nayya hanya ingin melepaskan semuanya. Nayya ingin bertemu dengan Bunda. Ajak Nayya pergi Bunda."
Kata-kata itu sangat memilukan. Andai saja Nayya bisa memilih. Ingin rasanya dia bunuh diri. Mungkin hal itu sangat bagus untuknya. Bisa bertemu dengan sang ibunda. Nayya sangat ingin, tapi tetap saja dia tidak melakukannya. Ada banyak hal yang akan di tanggung jika dia mati. Terlebih dia masih ingat pesan bundanya.
Bangun dari duduknya, Nayya dengan kakinya yang pincang berjalan ke arah gerbang. Menunggu jemputan yang sebentar lagi akan membawanya ke rumah barunya.
Dan tepat ketika dia tiba, sebuah mobil mewah berhenti di hadapannya.
Sang sopir langsung keluar dan menyapa Nayya. Pria paruh baya tersebut terkejut ketika melihat penampilan Nayya yang cukup mengenaskan.
"Apa anda yang di minta untuk menjemput saya?"
"Ya. Mari kita masuk, Nona!"
Karena sang tuan muda telah berpesan dan memberikan sebuah foto yang sangat mirip dengan Nayya. Sopir tersebut tidak perlu lagi mengkonfirmasi. Dia telah bertemu dengan wanita yang sebentar lagi akan menjadi nyonya Albara.
Nayya langsung masuk ketika sopir tersebut membukakan pintunya. Dia duduk dengan nyaman membuat sang sopir mengerinyit. Tidak ada tanda bahwa Nayya kesakitan dengan semua luka nyata tersebut. Seolah-olah dia sudah terbiasa dengan banyak luka.
"Apa sebaiknya kita ke rumah sakit lebih dulu, Nona? Kondisi anda cukup mengkhawtirkan."
Ada rasa haru ketika Nayya mendengar ucapan pria tersebut. Mereka tidak saling kenal. Dan meskipun dia tahu bahwa hal tersebut wajar. Namun tetap saja, Nayya terharu dengan perhatian sopir itu.
"Tidak perlu, Tuan! Saya baik-baik saja dengan luka ini," ucap Nayya.
"Apa anda yakin?"
"Ya." Nayya memberikan senyum tulusnya membuat sang sopir kagum akan tindakan Nayya.
Saat keduanya tengah melakukan perjalanan, maka Javior sedang berada di kantor KUA menyaksikan ijab kabul yang sedang di lakukan calon suami Nayya yang kini sah menjadi suami putri tidak berhargarnya melalui video call .
Akibat rasa tidak perdulinya. Dia tidak perlu repot-repot melihat atau bahkan mendengar nama asli menantu barunya. Bodoh memang, tapi seperti itulah takdir.
Dia tidak pernah suka dengan putri sahnya, tapi sekarang Tuhan memberikan hadiah termanis untuk Ainnaya. Si putri tidak berharga dan tidak di anggap oleh keluarga Cannor.
"Ananda Albara Demian Dominic bin Nicholas Dominic. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Ainayya Hikari Salvina binti Javior Jeon Cannor dengan seperankat alat sholat. Tunai!" ucap wali hakim.
Javior memang sengaja tidak ingin mengucapkan ijab karena baginya Nayya bukan siapa-siapnya. Dan Nayya juga tidak berhak mendapatkan hak mulia seperti itu darinya.
Baginya hanya Pavina yang pantas mendapatkan hak istimewa tersebut. Ayah gagal.
"Saya terima nikah dan kawinnya Ainayya Hikari Salvina binti Javior Jeon Cannor dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Setelah mendengar ucapan Bara dengan sekali tarikan nafas melalui video call dengan wajah yang sengaja dia rias sangat jelek. Para saksi yang menyaksikan di kantor KUA mengucapkan sah.
Pada akhinya Nayya kini resmi menjadi milik Bara.
"Karena sudah selesai. Maka saya akan pergi."
Tanpa menunggu jawaban, Javior langsung meninggalkan tempat membuat wali hakim serta para saksi hanya bisa menggelengkan kepala. Mereka tidak menduga akan ada ayah sejahat Javior.
"Selamat tuan Bara. Kini anda dan wanita bernama Nayya telah resmi menjadi suami istri," ucap wali hakim setelah menyelesaikan doa untuk mempelai.
"Terim kasih, Pak."
Video call langsung terputus. Bara juga membersihkan wajahnya. Dia hanya tinggal menunggu Nayya datang ke rumah dan memberikan hak sebagai seorang istri meskipun tanpa ada cinta di dalam pernikahan tersebut.
"Lalu apa yang akan anda lakukan setelah ini, Tuan?"
"Membatalkan kerja sama dengan pria itu," jawab Bara.
"Bukankah itu akan membuatnya marah?"
"Apa kau berfikir dia bisa marah? Lagi pula wanita yang akan diberikannya padaku sudah dia lukai. Jadi aku berhak menuntutnya."
Albert tersenyum, lupa jika tuan mudanya sangat jenius. Jika dia akan mengatakan batalkan, maka semuanya akan batal. Bahkan sang lawan tidak akan bisa berkutik.
"Dimana nyonya akan tinggal setelah ini, tuan?"
"Siapkan kamar untuknya. Aku ingin kamar yang terbaik."
"Anda tidak ingin sekamar dengan nyonya, tuan?"
"Tidak. Pernikahan ini hanya akan berlangsung selama satu tahun. Setelah itu, aku akan mengirimnya atau memberikannya sekolah tinggi diluar negeri. Dia harus menikmati hidup bebasnya."
Mendengar perkataan dari tuannya, Albert hanya diam. Dia tidak dalam kondisi berhak untuk memberikan komentar. Lagi pula dia sudah tahu alasan dibalik pernikahan tersebut.
"Saya sudah mencari tahu tentang gadis yang menyelamatkan anda di masa lalu, Tuan. Dia adalah nyonya Ainayya."
Sejenak, Bara terhenti. Dia tidak menduga gadis kecil yang pernah membantunya di masa lalu ternyata wanita yang kini menjadi istrinya.
"Apakau yakin?"
"Ya, Tuan. Semuanya sudah saya selidiki dengan benar."
"Baiklah. Sekarang tunggu Nayya di bawah. Sepertinya sebentar lagi dia akan tiba," usir Bara.
"Sesuai keinginan anda, Tuan."
Kepergiaan Albert membuat Bara menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya. Dia bingung, apa dia bisa menjaga Nayya hingga satu tahun kedepan atau semua yang direncanakan gagal begitu saja.
Bara benar-benar bingung saat ini. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukannya setelah ini.
Namun apapun itu, Barra sudah bertekad untuk menjaga dan melindungi Nayya selama dirinya masih menjadi suami untuk Nayya.
Bara akan menjadi suami yang baik, lembut dan bertanggung jawab kepada Nayya.
Sekalipun tidak ada perasaan cinta dalam dirinya. Bara akan tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang suami. Dan dia tidak akan melalaikan tugasnya apalagi sampai berbuat kasat terhadap Nayya.