2. Hati Yang Luka
Saat Javior dan yang lainnya sedang berbicara. Mereka tidak menyadari bahwa si pengantin penggati yang mereka sebutkan telah mendengar semua pembicaraan mereka.
Wajahnya penuh dengan air mata. Tidak pernah dia duga jika ayahnya tega melakukannya. Terlebih lagi kekasihnya. Pria yang dia pikir akan menjadi temannya di hari tua ternyata ikut dalam rencana tersebut.
Belum selesai dengan keterkejutannya. Dia bahkan akhirnya tahu kalau pria tersebut telah menjadi kekasih saudari tirinya. Benar-benar kenyataan yang snagat mengerikan untuknya. Sekarang mulai sadar kalau cinta tidak bisa mengalahkan kekayaan.
Lari ke kamarnya, Ainayya Hikari Salvina putri tidak dianggap di keluargar Cannor menangis tersedu-sedu. Hatinya sangat sakit. Sejak usia dini, dia harus dipaksa menjadi dewasa. Menahan segala tindakan. Entah itu kekerasan atau bahkan hinaan. Nayya sudah melalui semua hal tersebut.
"Bunda sekarang Nayya harus bagaimana? Nayya benar-benar terluka. Mengapa tidak ada satu orang pun yang sayang pada Nayya, Bunda?"
Usianya masih sangat muda dan kini dia harus menikahi pria yang tidak dikenalnya. Hidup bersama pria yang dikatakan jelek oleh ayahnya membuatnya semakin takut.
Bukan takut karena wujud pria itu, tapi takut jika pria tersebut tidak bisa menerimanya. Bisa saja pria yang tidak dia kenali akan membunuhnya atau bahkan menjualnya pada pria lain seperti cerita yang sering dia baca dari novel online. Nayya menjadi semakin takut.
Ingin rasanya dia lari. Tapi kemana? Dia tidak memiliki seseorang yang bisa disebut sahabat. Teman saja dia tidak punya.
"Pakai baju ini."
Ucapan itu disertai sebuah baju yang cukup seksi. Tidak cocok disebut pakaian pengantin. Di lemparkan dengan sangat kuat hingga mengenai wajahnya.
"Aku tidak ingin. Aku masih sangat muda dan belum pantas menikah," keluh Nayya.
Bukannya kasihan, Vina bahkan tertawa terbahak-bahak. Dia tidak menyangka jika wanita yang sangat dia benci sudah mendengar pembicaraan mereka.
Tapi itu bukanlah hal yang buruk. Setidaknya sebelum Nayya pergi, dia bisa melihat dengan puas wajah menderita Nayya
"Sepertinya kau sudah tahu. Tapi itu sangat bagus. Sayang, masuklah. Lihat bagaimana wajah menderita mantan kekasihmu ini," ucap Vina sembari memanggil Lionel.
Leonal yang bersembunyi di balik pintu kamar Nayya langsung masuk ke dalam. Dia bahkan memeluk pinggang Vina. Memberikan kecupan di bibirnya membuat Nayya semakin menangis tersedu-sedu.
Dia terluka. Hatinya menjadi sangat sakit akibat perbuatan Leonal.
"Mengap kalian sangat jahat padaku?Apa yang sudahku lakukan sehingga kalian dengan tega menyakitiku?" tanya Nayya.
"Kau tidak bersalah. Tapi nasibmulah yang salah. Jika saja kau terlahir dari keluarga kaya mungkin aku tidak menduakanmu. Tapi jika itu aku tidak bertemu dengan Vina. Intinya adalah kau hanya aku gunakan sebagai pelayan tanpa di bayar agar aku bisa menjadi pria idaman Vina. Cintaku pada Vina sangat besar sehingga aku rela menjalin hubungan dengan wanita sepertimu." Lionel berbicara begitu kejam di hadapan Nayya.
Seperti ada sebuah pisau yang sangat tajam sedang menusuk hati Nayya. Bahkan itu lebih sakit dari goresan pisau yang ada di tubuhnya atau sakitnya pukulan yang sering diberikan oleh ayah dan ibu tirinya.
"Apakah cinta tulusku tidak berarti apa-apa untuk, Kakak? Apakah aku hanya pantas menjadi alat untuk di manfaatkan."
"Gadis yang pintar."
Bukannya merasa bersalah, Leonal semakin bahagia. Bahkan mengucapkan hal sangat menyakitkan untuk Nayya. Namun menggembirakan untuk Vina.
"Kakak, jahat."
Sebuah tamparan tiba-tiba melayang di pipi Nayya. Vina yang tidak suka dengan ucapan Nayya tentang kekasihnya langsung memukul Nayya seperti yang sering dia lakukan setiap kali kesal pada Nayya.
"Sayang seharusnya kau tidak melakukan itu. Jika nanti calon suaminya melihat, apa kau bersedia bertanggung jawab?" ucap dan tanya Lionel dengan menatap jijik Nayya.
Vina tersadar. Dia bahkan mulai menyesal karena sudah menampar Nayya. Seharunya dia bisa menahannya. Bukannya seperti sekarang. Pasti ayah dan ibunya akan kesal padanya.
"Maafkan aku. Ini semua karena dia yang sudah menghinamu, sayang."
"Aku tahu, tapi sekarang kita harus bagaimana? Aku sudah mengatakan untuk menahan diri, tapi tetap saja kau tidak melakukannya." Leonal tidak marah. Dia hanya tidak ingin rencana mereka gagal akibat perbuatan Vina.
Nayya yang menyaksikan kejadian itu melihat bahwa wajah Loenal sama sekali baik-baik saja ketika Vina memukulnya.
Kini Nayya mulai sadar bahwa dirinya memang tidak berharga, lalu apa lagi yang bisa dia lakukan sekarang. Semuanya akan menjadi sangat sia-sia sekarang.
"Aku akan menyembunyikannya dengan make up. Tunggu di sini."
Ketika Vina pergi mengambil make up, meninggalkan Nayya dan Leonal. Keduanya hanya diam, tapi itu tidak bertahan lama karena Leonal berbicara. Namun pembicaraanya membuat Nayya semakin terluka.
"Aku tahu jika kau sangat mencintaiku. Jadi jika kau memang ingin tetap menjadi kekasihku , maka kau bisa menyimpan nomorku lalu hubungi aku ketika sudah menikah dengan pria itu. Aku tidak keberatan menjadikanmu wanita simpanan, bagaimana pun kau cukup cantik. Dan aku penasaran seperti apa rasanya menikmati tubuh mulusmu."
Apakah menjadi seorang wanita sepertinya hanya bisa di lecehkan, di anggap tidak berarti bahkan terkesan seperti wanita yang tidak boleh bahagia.
"Jangan bertindak seolah-olah kau berharga. Kau hanya wanita tanpa identitas. Pria mana yang akan mau menikah dengan wanita sepertimu."
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Javior tiba - tiba masuk.
Kehadiran Javior membuat Leonal terkejut. Untungnya pria itu tidak sempat mendengar perkatanya. Kalau saja itu terjadi mungkin hubunganya dengan Vina akan semakin sulit.
"Aku hanya memberikan Nayya pengertian bahwa aku tidak bisa melanjutkan hubungan kami dan memilih Vina, Ayah!"
Javiro mengangguk paham, lalu matanya terbelak ketika melihat pipi biru Nayya. Tidak menduga akan menjadi seperti ini. Bagaimana bisa rencananya berhasil jika ada bekas kekerasan di wajahnya.
"Mengapa wajahmu membiru seperti itu!! Apa kau sengaja melakukannya agar tidak menjadi pengantin pengganti untuk putriku?!" bentak Javior.
Air mata yang tadinya mengering tiba-tiba mengalir kembali. Hatinya kembali terluka. Apa dia tidak pantas menjadi seorang anak? Apa dia tidak bisa mendapatkan kasih sayang yang dirasakan oleh Vina? Apa hanya Vina saja yang berhak mendapatkan pelukan hangat dari ayahnya ? Nayya benar - benar terluka.
"Itu Vina yang melakukannya, ayah!"
"Jangan pernah panggil aku ayah. Kau bukan putriku. Seharusnya aku membunuhmu atau menjualmu pada pria tua. Berani-beraninya kau menuduh putriku!" bentak Javior.
Terbuat dari apa hati Javior? Bagaimana bisa dia mengatakan hal menyakitkan seperti itu. Apa pengorbanan ibunya tidak membekas dalam ingatan pria itu.
"Apa Ayah tidak bisa sekali saja membiarkan Nayya memanggil sebutan itu? Nayya hanya ingin mendapatkan pengakuan dari Ayah, meskipun itu hanya sandiwara dan satu hari ini saja."
Bukannya terharu atau sedih. Javior bahkan menambah luka di pipi Nayya. Tangannya dengan mudah memberikan bekas di tempat yang sama menambah rasa perih di wajahnya. Bahkan darah kini keluar dari sudut bibirnya.
"Sekarang kau harus tahu bahwa aku tidak pernah menganggapmu anakku. Bahkan aku jijik saat mendengarnya. Jadi kau harus memberitahu pada suamimu bahwa semua ini karena kesalahanmu bukan kesalahan putri kesayangku."
Lagi-lagi, kata putri kesayangan yang di ucapkan Javior menambah luka yang mungkin tidak akan pernah sembuh. Nayya tidak akan pernah bisa melupakannya dan tidak akan pernah bisa sembuh dari luka itu.
"Baik, terima kasih. Aku pasti akan mengingatnya, tuan Javior! Maaf jika aku terlalu banyak berharap. Kalau begitu aku ingin mengucapkan banyak terima kasih karena sudah memberikan ruangan untukku tinggal. Terima kasih karena sudah memberikanku kesempatakn hidup. Aku akan mengingat kebaikan ini. Selamat tinggal, Tuan Javior. Selamat tinggal, tuan Leonal. Dan selamat tinggal nyonya Lia serta nona Vina yang terhormat."