Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Lina atau Linda

"Kamu kemaren kemana aja, Lin. Habis kelas bubar kok langsung cabut aja?" tanya Desti saat mereka selesai kuliah.

"Dari taman, ngabisin waktu," jawab Lina.

"Ke taman? Lu jadian ama Adit?" tanya Desti kaget.

"Haaah, Adit? Adit apaan? Gw pergi sendiri lagi." bantah Lina.

"Pergi sendiri gimana? Jelas-jelas lu kemaren pergi ama Adit. Hayoo ada yang lu sembunyiin dari gw ya?" Desti makin penasaran.

"Gw pergi ama Adit? Bukannya kemaren gw pergi ke taman ketemu Linda ya? Kok gw bingung sih," kata Lina dalam hatinya.

"Di tanya malah bengong lu. Iya deh kalo ga mau cerita ga papa," kata Desti sambil duduk di sebuah kursi taman kampus.

"Lin, nih pesenan lu," sapa Adit sambil memberikan sebuah buku karya tulis.

"Pesenan gw?" tanya Lina bingung.

"Iya, bahan referensi lomba lu yang baru."

"Oh, iya makasih," kata Lina sambil mengambil buku dari tangan Adit.

"Eh bentar Dit. Emang kemaren kita jalan ya?" tanya Lina sedikit ragu.

"Ga kok, lu cuma minta cariin ini doank ke gw. Trus lu pergi pulang. Kenapa? Lu mau gw ajak jalan?" tanya Adit.

"Jangan ngimpi tinggi-tinggi lu ah," kata Lina sambil duduk di sebelah Desti.

"Tuh, lu denger sendiri kan kalo gw ga jalan ama Adit," kata Lina membela dirinya.

"Iya gw salah, tapi kalo sekarang makan di kantin bareng Adit boleh donk?" kata Desti.

"Apaan sih, Des." kata Lina ketus.

"Dit, traktir donk. Laper neeh," rengek Desti.

"Ayuk aja sih kalo gw." Kata Adit dengan senangnya.

Desti segera menyeret tangan Lina mengajaknya ke kantin. Desti tidak peduli Lina memberontak, yang penting sekarang mereka akan makan siang dengan traktiran Adit.

Adit memang anak yang cukup tajir di kelas Lina. Selain mukanya yang ganteng dan gaya preman yang di anutnya, dia anak pengusaha ternama di Bandung. Dia anak keturunan keluarga Hartono yang super duper kaya. Maka tidak salah, kalau banyak yang mendekati dia meskipun misinya hanya untuk uang Adit. Tapi dasar Adit terlalu cuek dan tidak peduli orang, dia tidak pernah menggubris keberadaan cwe-cwe centil itu. Bagi dia, Lina adalah cwe tercantik. Cwe dengan dandanan sederhana dan cuek seperti dia.

"Pesen apa, Lin?" tanya Desti saat mereka sudah di dalam kantin.

"Apa ya? Nasi pecel ayam aja deh. Ama es jeruk ya," kata Lina ke salah satu penjaga kantin.

"Samaain deh mbak, pecel ayam 3. Aku mau jus leci ya. Adit apaan ya minumnya?" tanya Desti.

"Dit, pesen apa?" tanya Lina ke Adit yang sudah duduk di meja.

"Samaain aja ama lu," jawab Adit.

"Es jeruknya 2 ya, teh," kata Lina.

Setelah memesan, Lina dan Desti bergabung dengan Adit.

"Lu ikut Study Ekskursi ga, Dit?" tanya Desti.

"Ga kayanya. Gw ada acara keluarga." jawab Adit.

"Bearti lu magang donk?" tanya Desti.

"Urusan magang gampang lah. Kantor bokap gw kan masih buka. Lu pergi, Lin?" tanya Adit.

"Ga, gw juga ga pergi. Pengen ngerjain karya tulis aja,"

"Magang di kantor bokap gw aja, kan bokap lu kerja disana juga?" kata Adit.

"Tadinya gitu, tapi kata ayah mau tanya dulu ke orang kantornya."

Ayah Lina memang bekerja di perusahaan ayah Adit. Oleh sebab itu mereka berteman, karena Adit juga bukan orang yang suka pamer kekayaan ayahnya.

"Alah kok pake nanya segala. Gw yang urus ntar. Kita magang bareng ya." kata Adit bersemangat.

"Yaaah, kalo lu berdua ga ikut, trus gw ama siapa donk ntar mainnya?" tanya Desti sedikit mengeluh.

"Main ama kambing," jawab Lina asal.

"Tega lu, Lin. Ga gw bawain oleh-oleh loh ntar." kata Desti sambil memukul lengan Lina.

Makanan mereka datang, mereka melanjutkan ngobrol sambil makan.

Lina dan Desti masuk kelas lagi setelah makan. Adit memilih masuk studio untuk latihan band. Dia memang sangat suka menyanyi sambil memainkan gitar. Suara Adit yang enak membuat Adit di dapuk sebagai vokalis di grub bandnya.

"Des, gw ngantuk. Kekenyangan kali ya?" bisik Lina saat mereka di dalam kelas.

"Huuust, Bu Anis liatin lu tu," bisik Desti lebih pelan.

Lina segera konsen lagi ke pelajaran. Bu Anis memang termasuk salah satu dosen killer yang mengajar kalkulus.

Lina kembali ke rumah setelah semua kuliahnya selesai. Dia tiba di rumahnya setelah sholat asar.

"Bunda mau kemana?" tanya Lina saat dia sampai di rumah.

"Bunda mau arisan di rumah tante Ambar. Kamu jaga rumah ya?" kata bunda.

"Jaga doank ato ada yang lain neeh?" tanya Lina sedikit memperjelas pertanyaan bundanya.

"Jaga aja, rumah udah bunda bersihin. Asal kamu ga bikin berantakan lagi aja."

"Yeee..emang Lina anak kecil yang berantakin rumah. Mau dianterin ga, bun?" tanya Lina.

"Ga usah, bunda di jemput tante Anggi kok. Kamu udah makan tadi siang?"

"Udah donk. Bun, bunda kok cantik sih?" rayu Lina.

"Kalo ga cantik, ayah mu ga akan mau ama bunda, Lin." Jawab bunda sambil mencubit pipi putrinya.

"Kamu jangan tidur loh, udah mau magrib. Anak gadis ga baik tidur sore-sore," kata bunda.

"Emang kenapa?"

"Linglung ntar. Suka lupa pas bangunnya."

"Yee, itu mah kalo ga berdoa juga bisa linglung, bun."

Tiiintiiinnn...ttiinnn

Suara klakson motor berbunyi di depan rumah. Sepertinya tante Anggi sudah datang menjemput bunda. Tempat arisan bunda memang tidak jauh dari rumah Lina, karena ini memang cuma arisan ibu-ibu komplek saja.

"Kunci pintunya trus cabut ya, bunda bawa kunci kok. Jangan kemana-mana," pesan bunda sebelum bunda pergi.

"Siap bun. Having fun ya bunda."

Lina mengantar bundanya ke depan, dia ingin membantu mengunci gerbang.

"Pergi dulu ya, Lin," sapa tante Anggi saat bertemu Lina.

"Ati-ati tante."

Lina mengunci gerbang rumahnya. Dia masuk kerumah dan mengunci pintu. Tak lupa dia mengambil kuncinya dan menggantungnya di tempat biasanya.

Lina duduk di depan TV, dia menekan remote TV mencari acara yang bagus.

"Aah acaranya ngebosenin. Ke kamar ah," kata Lina sambil mematikan TV dan naik ke kamarnya.

Deeerrrttt...Deerrrtttt

Ponsel Lina bergetar di saku celananya. Dilihatnya ada nama Doni adiknya disana.

"Ngapain lu telfon gw?" kata Lina begitu dia mengangkat telfon adiknya.

"Pinjemin duit donk. ATM gw ke blokir neeh," kata Doni.

"Keblokir ato abis duit lu?"

"Keblokir. Duit gw banyak kali, kan gw sering menang lomba. Tranfer ke rekening Dimas ya?"

"Berapa?"

"Sejuta aja, ntar gw kirim nomer rekeningnya."

"Kalo dateng balikin ya, awas lu."

"Iya bawel."

Lina mematikan ponselnya dan masuk ke kamar. Setelah meletakkan tas dan mandi, dia mentransfer uang ke rekening yang di kirim Doni.

"Pengen baca novel ah, dari pada bengong ga jelas," kata Lina sambil mengambil salah satu novel koleksinya.

Mata Lina memberat di saat dia membaca. Mungkin karena dari tadi dia sibuk kuliah dan belum istirahat. Lina tak mampu menahan kantuknya. Dia tertidur sambil memegang sebuah novel.

"Lin, bangun Lin. Udah mau magrib. Buruan bangun ah," suara bunda membangunkan Lina sambil menepuk-nepuk lengan Lina.

Lina menggeliat dari tidurnya. Dia merenggangkan badannya.

"Buruan bangun, udah mau magrib loh." ucap bunda sambil meninggalkan kamar Lina.

Lina membuka matanya. Dia melihat sekelilingnya.

"Looh, gw dimana? Ini kamar siapa?" ucap Lina sedikit bingung.

Dia mengamati seluruh sudut ruangan itu ada beberapa foto terpajang disana.

"Loh ini kan orang yang kemaren. Loh, kok gw disini?"

Lina menuju ke cermin besar di kamarnya dan melihat bayangan dirinya di cermin.

"Aaaaaaaahhhhhhhh" teriak Lina kaget melihat bayangan dirinya di cermin.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel