Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 6. Bercinta Dengan Pisau Dan Darah

Mata indah itu terbelalak menatap pisau kesayangannya. Calvin bisa menangkap besarnya rasa takut Amelia saat ini, namun ia tidak peduli. Ia malah mengharapkan reaksi tersebut karena semakin Amelia takut semakin menggila pula gairah dalam tubuhnya. Ia bahkan sudah tidak sabar ingin mewujudkan imajinasi liar yang selama ini mengisi kepalanya.

Tatapan tajam bak pembunuh berdarah dingin disertai senyum miring nan kejam, menghiasi wajah Calvin . Kebahagiaan yang ia rasakan pun menggelenyar ke sekujur tubuh. Setelah mengamati sejenak pisaunya dengan rasa bangga, Calvin mulai menekankan ujung pisau ke pipi Amelia yang memucat. Tangan Calvin yang lain terus menopang tubuhnya, memberi jarak yang tepat agar pisaunya bisa bergerak dengan leluasa.

Tubuh Amelia menegang dan tercekat saat merasakan ujung pisau kesayangannya. Mata indah itu berbinar bingung, namun tak menyurutkan gairah yang terpancar jelas di sana. Namun ketegangan yang tercipta saat ini malah membuat Calvin riang bukan kepalang.

Dengan penuh gairah, mata Calvin mengikuti pergerakan ujung pisau yang membelai pipi Amelia sebelum bergerak turun menyusuri tulang rahang Amelia , yang kali ini menegang karena takut. Calvin bisa melihat bagaimana tegang raut wajah Amelia selama ia bermain-main dengan pisaunya. Bahkan bibir wanita itu sedikit bergetar gugup, takut terluka.

Amelia refleks menengadahkan kepala saat pisau kesayangannya bergerak turun ke leher. Mata Calvin menangkap garis merah muda yang tercipta akibat sentuhan ujung pisau di kulit putih itu. Seringai kejam pun semakin mengembang di wajahnya. Gelenyar liar yang merambat di tulang belakangnya, membuat Calvin semakin tak sabar untuk melucuti piyama Amelia dan menghiasi tubuh wanita itu dengan darah.

“Wait!” ucap Amelia yang langsung mencengkeram pergelangan tangan kanan Calvin saat pisaunya bergerak menuju belahan payudara. Calvin mengerut kesal karena Amelia menghentikan dirinya saat ia mulai menikmati semua ini.

“You can’t stop me now, Baby,” ucap Calvin tipis disertai seringai kejam. Ia berharap agar ujung pisau, yang pergerakannya dihentikan sejenak oleh Amelia , tidak langsung menembus tubuh indah itu. Calvin tidak tahu berapa lama lagi ia bisa menahan rasa geramnya karena gelombang gairah benar-benar sudah memenuhi tubuhnya. Calvin ingin agar Amelia menikmati setiap detiknya, bahkan setiap rasa sakit yang ia berikan hingga mereka menggila bersama tanpa akhir.

“T-tapi ..., untuk apa p-pisau itu?” tanya Amelia gugup diselimuti rasa takut yang begitu besar. Napas Amelia sedikit terengah-engah, sementara mata indah itu menatap Calvin dalam-dalam sambil sesekali melirik ke bilah pisau.

“Untuk memberikan kepuasan padaku saat aku memberikan kenikmatan dan pengalaman baru yang tak akan pernah kamu dapatkan dari pria lain,” jawab Calvin datar dan penuh ancaman. Sementara jauh di dalam lubuk hatinya, ia merasakan perih saat membayangkan Amelia melakukan hal seintim ini dengan pria lain. Tidak! Calvin akan menguasai Amelia dan membuat wanita itu menjadi pemuja tubuhnya. Selamanya.

“T-tapi, Calvin ..., aku bel—“

“Tenang saja. Kupastikan kekuatanku tak akan mengecewakan. Tubuhmu bahkan akan menikmati setiap siksaan yang kuberikan,” potong Calvin cepat sembari melepaskan cengkeraman itu, lalu kembali menjalankan bilah pisaunya ke tulang selangka Amelia dengan belaian lembut.

“Aku akan membuatmu mengerti bahwa ..., semua rasa sakit itu adalah hadiah ternikmat yang pernah diterima tubuhmu. Bahkan ..., setiap mencapai puncak kenikmatan pun aku akan membuatmu menginginkannya lagi dan lagi,” lanjut Calvin tipis penuh gairah tanpa menghentikan pergerakan pisaunya sedikit pun.

“C-cliff ..., please. A-aku belum pernah ..., melakukan i-ini,” ucap Amelia terbata-bata dan lemah saat Calvin menjalankan pisau kembali ke leher Amelia yang langsung menegang.

“Kamu tidak bisa mundur sekarang, Baby. Saat ini ..., tubuhmu adalah milikku. Aku akan melakukan apa yang kumau untuk memuaskanku, memuaskanmu. Jangan membantahku dan tunduklah pada setiap perintahku, Baby,” perintah Calvin dengan penekanan di setiap ucapannya yang mengandung bujukan liar.

Ia sama sekali tak memedulikan raut Amelia yang mengernyit sakit dan memejamkan mata. Bahkan, jejak-jejak ujung pisaunya terlihat indah di kulit Amelia . Namun untuk kedua kalinya, Amelia mencengkeram pergelangan Calvin saat bilah pisau bergerak menuju belahan payudara. Calvin menggeram kesal—sangat kesal—karena tak ada seorang wanita pun berani menghentikannya.

“Please, Calvin . A-apa sebenarnya yang akan kamu lakukan padaku?” tanya Amelia langsung. Suaranya bergetar ketakutan.

“Memuaskanmu. Mengajarimu. Membuatmu terbiasa,” jawab Calvin geram sambil menekan setiap kata yang keluar dari bibirnya.

“Dengan pisau?” tanya Amelia cepat seraya mengerut bingung. Terlihat jelas bagaimana Amelia tidak dapat mengerti apa yang Calvin inginkan.

Tentu saja tak ada satu pun orang yang mengerti jalan pikirannya, kecuali Mors. Tidak ada yang tahu bahwa semua tubuh wanita di dunia ini tidak akan menarik di matanya jika tubuh itu tidak dibaluri darah. Ya, sebegitu cintanya ia akan darah, bahkan aroma besi yang menyengat membuat Calvin semakin bergairah. Ia juga tidak pernah tertarik bersetubuh dengan wanita jika tubuh itu tidak berdarah akibat sayatan pisaunya.

Aneh? Tentu saja bagi Calvin ini tidak aneh, karena tubuh wanita akan terlihat semakin menggairahkan dan seksi jika ada darah di sana. Untuk yang kedua kalinya Calvin melepaskan cengkeraman Amelia . Ia pun meletakkan tangan yang masih menggenggam pisau tepat di samping bantal, memenjara Amelia dengan kedua tangannya yang kekar dan kuat.

“I told you before, right?” ingat Calvin tegang sarat gairah sembari mendekatkan wajahnya hingga hanya berjarak satu sentimeter dari hidung Amelia , “aku melakukannya dengan kasar dan sangat menyakitkan.”

“T-tapi ..., pisaunya ..., untuk apa?” tanya Amelia seraya mengerut penasaran bercampur rasa takut.

“Are you scare, Baby?” tanya Calvin dengan seringai mengejek. Raut wajah Amelia mulai berubah. Bukan rasa takut yang saat ini tergambar di sana, namun raut kecewa dan terluka yang begitu mendalam hingga membuat dada Calvin tiba-tiba terasa begitu sesak.

Calvin menggeram penuh amarah karena bagian terlembut dari dirinya yang sudah mati sekian lama, tiba-tiba bangkit dan memberontak. Sisi terlembut itu seakan memaksanya untuk menghentikan kegilaan ini. Namun, bagian lain dari dirinya—yang terliar dan terkejam—tetap memaksa untuk terus melanjutkan apa yang sudah mereka mulai. Calvin sudah memperingatkan wanita itu sejak awal, dan Amelia menyetujuinya. Tapi, mengapa sekarang mata itu tampak seperti ingin menangis?

“A-apa kamu juga berniat untuk membunuhku, Calvin ?” tanya Amelia yang langsung membuat Calvin terdiam kaku. Seketika itu pula, gairah dalam dirinya lenyap bak debu yang terkena tetesan air. Ia menatap mata Amelia dalam-dalam, dan rasa perih semakin terasa menyesakkan dada.

“A-apa kamu juga ingin melukaiku seperti ..., penguntit itu?” tanya Amelia lagi. Calvin bisa merasakan kesedihan yang begitu mendalam di setiap ucapan Amelia . Ia bahkan bisa merasakan jiwanya terangkat dari tubuh saat melihat mata Amelia yang mulai berlinang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel