Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 7. Ajari Aku Bercinta

Sial! Ia tidak mengharapkan ini. Calvin ingin suara itu mendesah nikmat dan meneriakkan namanya setiap kali ia memberikan kenikmatan yang tiada tara. Mata Calvin masih bisa melihat garis-garis merah muda di kulit Amelia , namun bukan itu pusat perhatiannya saat ini.

Ia kembali menatap Amelia yang terbaring di bawah tubuhnya. Letupan panas amarah dari sisi terliarnya, membuat Calvin memutuskan untuk bangkit dan bertumpu pada lututnya. Amelia pun bangkit dari posisi tidur, lalu menarik kedua kaki hingga menyentuh dada dan memeluknya. Tampak jelas bagaimana wanita itu menyembunyikan rasa takutnya sembari menahan tangis.

“Kalau kamu tidak menginginkan ini, kenapa tadi kamu menyetujuinya?” tanya Calvin marah seraya melemparkan tatapan kesal pada Amelia .

“A-aku menginginkan ini, Cliff. Hanya saja ..., aku kira ..., aku kira hanya ..., maksudku, kalau kasar seperti yang pernah aku lihat ..., aku bisa. Tapi ..., tidak dengan pisau,” jelas Amelia sedih bercampur takut.

Calvin menatap Amelia dengan penuh amarah. Tak ada yang boleh menolak pisau kesayangannya, bahkan Amelia sekali pun. Tubuh itu harus bisa menerima keberadaan pisaunya. Harus!

“Aku tidak bisa!” tolak Calvin tegas.

“Cliff,” panggil Amelia dengan nada memohon. Linangan air mata mulai menggenang di kelopak mata itu. Amelia terlihat begitu sedih dan kecewa.

“Kalau kamu tidak bisa menerima keberadaan pisauku, maka lupakan apa yang terjadi sebelumnya!” tegas Calvin sebelum beranjak dari tempat tidur. Namun saat salah satu kakinya menyentuh lantai, Calvin merasakan genggaman erat di pergelangan tangannya. Amelia menatapnya dengan tatapan memohon.

“Then, teach me slowly,” mohon Amelia lemah yang langsung membuat Calvin mengerut bingung. Ia tidak mengerti apa yang wanita itu inginkan. Sesaat Amelia menyetujui semuanya, lalu menolak berhubungan seks dengannya hanya karena pisau. Dan setelah ia menolak, sekarang wanita itu memintanya untuk mengajarinya.

“Apa maumu?” tanya Calvin kesal.

“Ajari aku. Tunjukkan dengan perlahan-lahan agar aku bisa mengikutimu,” ungkap Amelia pelan, sementara Calvin bisa merasakan betapa erat cengkeraman wanita itu saat berbicara.

“Oh, come on! Kamu berbicara seakan kamu tidak pernah berhubungan dengan pria lain!” ujar Calvin dengan nada mengejek. Namun ucapan itu seakan menampar dirinya sendiri. Matanya terbelalak saat Amelia melepaskan genggaman di pergelangan tangannya, lalu mengalihkan pandangan ke arah lain. Calvin bisa melihat rona merah muda mewarnai pipi Amelia , menunjukkan bahwa ia sudah salah menilai wanita itu.

Calvin memutuskan untuk kembali duduk di pinggir tempat tidur, lalu menatap Amelia yang masih belum berani menatap dirinya. Sikap Amelia yang memeluk kedua kaki di depan dada, tampak seperti seorang gadis kecil yang sedang ketakutan setengah mati. Calvin memejamkan mata, lalu menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan sisi liar dalam dirinya.

Mereka terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya Calvin membuka mata dan menatap Amelia yang masih terlihat ketakutan. Ia pun memutuskan untuk mendekat, lalu duduk tepat di samping Amelia . Meskipun sulit untuk menolak ketertarikan seksual di antara mereka, tapi Calvin memutuskan untuk mundur.

Ia menyadari bahwa dirinya tak layak untuk Amelia . Dirinya terlalu kotor dan buruk. Amelia berhak mendapatkan pria yang lebih baik dari dirinya. Ia adalah salah satu manusia terkejam di dunia ini, benar-benar tidak pantas untuk wanita polos seperti Amelia .

Calvin mengangkat tangannya, lalu mengusap pipi Amelia dengan lembut. Wanita itu langsung menoleh dan menatapnya dengan raut sedih. Gelombang gairah itu kembali menuntut akal sehat Cliff. Namun, secepat kilat ia menjauhkan tangannya dari Amelia , lalu mengepal kedua tangannya erat-erat. Kali ini, Calvin benar-benar berniat menenggelamkan gejolak gairah dalam dirinya.

“Maafkan aku,” ucap Calvin setelah berhasil mengendalikan diri dan kembali menjadi sosok seorang pengacara ternama yang seharusnya melindungi klien. Ya, itulah yang seharusnya ia lakukan. Melindungi, bukannya meniduri dan mengajari klien agar menjadi pemuas nafsunya.

“Kita lupakan saja semua ini,” lanjut Calvin yang tak sanggup melihat betapa terlukanya Amelia karena perbuatannya, “maafkan aku.”

Ia berniat untuk pergi sejenak dari kamar ini demi menenangkan dirinya. Calvin tidak ingin melukai Amelia dengan keliaran dan keganasannya. Akhirnya, Calvin beranjak dari tempat tidur, demi kebaikan mereka berdua. Namun genggaman hangat yang melingkar di pergelangan tangannya kembali menghentikan kepergian Cliff. Amelia beranjak dari posisi duduknya, lalu bergerak mendekat ke arah Calvin sebelum berhenti tepat di hadapannya.

“Jangan pergi lagi,” mohon Amelia lemah seraya bertumpu di kedua lutut, lalu mengusap wajah Calvin dengan lembut.

Sentuhan itu terasa begitu membakar kulitnya. Ingin rasanya ia menolak dan pergi, namun ucapan itu membuat dada Calvin sakit dan perih. Tubuh dan batinnya sangat tersiksa semenjak memutuskan pergi begitu saja setelah mencium Amelia semalam. Ia pun yakin Amelia merasakan hal yang sama.

Namun setelah mengetahui bahwa Amelia belum pernah melakukan hubungan seks dengan siapa pun, Calvin ragu untuk melanjutkan semuanya. Ia tidak ingin memberikan pengalaman pertama yang buruk bagi wanita itu. Calvin menyadari bahwa ia tidak akan bisa bersikap lembut. Memperlakukan Amelia dengan kasar malah akan memberi trauma tersendiri bagi wanita itu, dan Calvin tidak mau Amelia trauma pada dirinya.

“Aku tidak bisa melakukannya, Amelia . Tidak bisa!” tolak Calvin berusaha tegas meskipun sejujurnya ia sangat sulit menepis gairah liar yang selalu bangkit setiap kali berdekatan dengan Amelia . Gaira liar yang memaksanya untuk menarik wanita itu dan mencumbunya dengan rakus.

“I need you, Cliff,” mohon Amelia lembut sambil terus membelai wajahnya. Sesaat kemudian, ibu jari Amelia mulai bergerak menuju bibir Cliff, lalu mengusap bibir bawahnya dengan usapan menggoda. Usapan lembut itu membangkitkan kembali letupan gairah yang sudah berhasil ia tekan dengan susah payah.

“I don’t deserve you,” ucap Calvin tegang sambil terus mengikuti arah pandang Amelia yang tertuju pada bibirnya.

“Kamu berhak mendapatkan yang lebih baik dariku. Aku—“

“Kamulah yang terbaik,” potong Amelia cepat yang langsung mengunci tatapannya dengan penuh arti. Pernyataan itu membuat darah Calvin berdesir cepat dan napasnya pun tercekat seketika.

“Tapi aku tidak bisa melakukannya dengan lembut,” ujar Calvin jujur, sembari berharap agar Amelia berubah pikiran.

“Aku tahu,” balas Amelia lembut, “ajari aku, Cliff.”

Calvin menatap mata itu, mencari sedikit saja keraguan di sana. Tapi ia tak menemukan keraguan itu di mata Amelia . Akhirnya, ia pun mengikuti dorongan gairahnya. Dengan cepat ia melingkarkan pelukan di pinggang Amelia , mendekap wanita itu erat-erat. Aroma tubuh Amelia yang begitu menggoda indra penciumannya pun kembali mengendalikan sisi liarnya.

Tanpa ragu sedikit pun, Calvin kembali mendaratkan ciumannya di bibir Amelia . Bibirnya mengulum bibir Amelia seakan hanya itulah yang ia butuhkan di dunia ini. Perlahan-lahan, ia mulai merebahkan tubuh Amelia tanpa melepaskan tautan bibir mereka sedikit pun. Amelia menyambut ciumannya, menunjukkan betapa Amelia menginginkan Cliff, sama seperti dirinya.

Calvin mulai menjelajah bibir Amelia sembari mengatur posisi tubuhnya agar berada tepat di antara kedua kaki wanita itu. Bibir mereka terus bertautan, sementara tangan kanan Calvin berusaha menggapai pisau yang ia letakkan begitu saja di samping bantal. Saat ia berhasil mengambil pisau, Calvin menghentikan ciuman mereka, lalu menatap Amelia yang tergeletak pasrah di bawahnya.

“Aku akan berusaha selembut mungkin sekarang. Tapi nanti ..., setelah ini selesai ..., aku tidak berjanji akan sanggup menahan diriku sekuat ini,” ungkap Calvin jujur dengan napas terengah-engah sembari mengendalikan sisi liarnya.

“Setelah ini ..., ajari aku,” balas Amelia lemah dan pasrah, yang membuat gairah dalam tubuh Calvin semakin menggebu-gebu.

“I promise. Tapi untuk saat ini ..., ikuti aku dan jangan menolak,” perintah Calvin serak seraya mengunci mata Amelia yang sudah menggelap penuh gairah. Anggukan lemah menunjukkan bahwa wanita itu mengerti apa yang ia ucapkan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel