Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 4. Ciuman Yang Sangat Liar

“Calvin ..., tolong. Calvin ..., please, Calvin .”

Calvin mengerut kesal dengan mata terpejam saat mendengar rintihan minta tolong yang mulai mengusik tidur nyenyaknya. Ia berusaha mengabaikan dan memilih untuk tetap memejamkan mata. Calvin pun berbalik ke sisi kiri, memunggungi asal suara tersebut.

“Calvin ..., tolong, Calvin ..., kumohon!”

Untuk yang kesekian kali, rintihan itu mengisi pendengarannya. Calvin kembali mengerut kesal, merasa terganggu dengan rintihan lemah yang terus memanggil-manggil namanya. Astaga! Apakah aku tidak bisa tidur nyenyak sebentar saja? gerutu Calvin dalam hati seraya menarik selimut hingga menutupi kepala.

Calvin benar-benar mengantuk. Obat yang biasanya mampu membuatnya terlelap, kali ini tak berguna sama sekali. Pikirannya terus berputar, meskipun matanya terpejam, dan hal itu sangat menguras bukan hanya ketenangan jiwanya, tetapi juga kedamaian yang seharusnya ia dapati setelah menelan obat-obatnya.

Bisa dikatakan, ia baru saja bisa tidur nyenyak setelah berhasil menekan pikiran-pikiran liar dalam kepalanya. Tidak ada yang tahu sesulit apa Calvin berkompromi dengan sisi gelap itu. Tak ada yang tahu bagaimana kerasnya ia menekan segala hal yang liar di dalam pikirannya agar bisa berbaring dengan tenang di samping Amelia tanpa menyentuhnya sedikit pun. Tidak! Tidak ada yang tahu. Dan saat ini, yang ia inginkan hanyalah tidur—meskipun hanya beberapa jam lagi.

“Calvin ..., tolong, Calvin ..., kumohon!”

Mata Calvin terbelalak seketika saat masih di berada selimut. Akhirnya, ia menyadari bahwa rintihan itu adalah suara Amelia . Calvin langsung menyibakkan selimut, lalu menoleh dan menemukan Amelia yang sedang merintih ketakutan dengan air mata mengalir deras.

Ia pun segera berbalik, menopang tubuh dengan tangan kanan, lalu menatap Amelia yang terlihat begitu menderita sementara matanya terpejam ketakutan. Amelia sedang mengalami mimpi buruk, Calvin tahu itu. Namun, ia tidak berani menyentuh Amelia . Tubuh dan pikirannya masih belum bisa bekerja sama dengan baik saat ini. Menyentuh Amelia malah bisa membuatnya kehilangan akal, dan itu adalah hal terakhir yang ingin ia lakukan saat ini.

“Calvin ..., kamu di mana? Calvin ..., tolong aku,” rintih Amelia disertai isak tangis ketakutan. Tubuh wanita itu terlihat begitu tegang di bawah selimut dengan kedua tangan terkepal erat di depan dada. Ia tidak tahu apa yang Amelia mimpikan, tapi yang jelas mimpi itu pasti sangatlah mengertikan.

“Aku di sini, Amelia . Buka matamu. Aku di sini,” jawab Calvin cepat sembari menatap wajah Amelia yang ketakutan tanpa menyentuhnya sedikit pun. Bukannya membuka mata, Amelia malah sesegukan dengan air mata yang terus mengalir. Sial! Haruskah aku menyentuhnya? Sial! Sial! Sial! batin Calvin kesal dan serba salah.

“Calvin , help me ..., please ..., please,” ucap Amelia disertai isak tangis yang begitu menyiksa. Kening yang mengerut ketakutan dengan tubuh yang sedikit meronta meskipun masih kaku, membuat Calvin semakin meyakini bahwa kemungkinan besar Amelia bermimpi akan teror-teror yang selama ini menghantui wanita itu.

“Wake up, Amelia . I’m here!” bujuk Calvin seraya mengguncang pelan pundak Amelia , namun wanita itu masih saja memejamkan mata seakan takut menatap dirinya. Calvin berusaha keras menahan desiran darah dalam tubuhnya saat menyentuh pundak Amelia .

“Calvin ,” isak Amelia lemah, membuat hati Calvin merasakan perih yang sangat mendalam, entah mengapa. Rintihan dan isakan Amelia menunjukkan betapa wanita itu sangat memercayai dirinya hingga dalam mimpi pun wanita itu mengingat dan menyebut namanya seperti sebuah mantra yang dapat menguatkan Amelia di tengah mimpi buruk. Calvin mulai bangkit dari posisi tidur, lalu duduk dan sedikit membungkuk ke arah Amelia .

“Amelia ,” panggil Calvin akhirnya sembari menangkupkan tangan kanan di pipi wanita itu, lalu mengusapnya dengan lembut, berharap sentuhannya kali ini mampu membangunkan Amelia .

“Amelia , wake up! I’m here. Open your eyes, I’m here. Wake up!" bujuk Calvin sedikit keras sambil terus mengusap pipi wanita itu. Darahnya berdesir cepat hingga memenuhi kepala karena gairah. Matanya pun mulai menatap bibir Amelia yang bergetar ketakutan. Sial! Calvin benar-benar tidak mampu mempertahankan kewarasannya lagi. Kelopak mata Amelia yang terpejam mulai mengerut, seakan berusaha keluar dari mimpinya.

"Wake up!" ucap Calvin sekali lagi.

Ia melihat mata itu mulai terbuka pelan-pelan. Sedetik kemudian, mata indah itu menatapnya dengan tatapan takut. Secepat kilat Amelia langsung melingkarkan kedua tangan di leher Calvin , lalu membenamkan wajah di tengkuknya, seakan berlindung dari sesuatu yang sangat menakutkan.

Calvin bisa merasakan embusan napas lega di tengkuknya, yang malah membuat bulu kuduknya meremang seketika. Calvin , yang terkejut dengan refleks Amelia , hanya bisa mematung dengan posisi membungkuk. Posisinya kali ini benar-benar membuat Calvin tidak bisa bergerak. Ia bahkan hampir menindih tubuh Amelia jika saja kedua tangannya tidak secepat kilat menopang tubuh dan memberi jarak di antara mereka berdua. Aroma rambut Amelia yang harum dan sensasi saat rambut itu membelai tengkuk Calvin , membuat dirinya semakin kehilangan akal. Sialnya lagi, kejantanannya merespons aroma nikmat yang memenuhi indra penciumannya saat ini.

“Dia mau membunuhku, Calvin . Dia mau membunuhku,” ucap Amelia langsung, masih terus memeluk lehernya. Ia berusaha untuk tetap bersikap tenang meskipun saat ini debaran jantungnya yang begitu cepat memompa gairah dalam dirinya semakin lama makin membesar.

Napas Amelia yang terengah-engah dan kedekatan mereka yang begitu intim, membuat pikirannya mulai membayangkan hal-hal liar yang seharusnya tidak muncul di situasi seperti ini. Calvin tidak berusaha mengusap rambut ataupun punggung wanita itu. Ia hanya terdiam, menunggu hingga Amelia selesai menenangkan diri. Lagi pula, saat ini tangannya begitu tegang dan kaku, sehingga untuk bergerak pun sangatlah tidak mungkin.

Seakan menyadari betapa kaku dan diam dirinya, Amelia akhirnya melepaskan lingkaran tangan di leher Calvin . Amelia kembali merebahkan tubuh di tempat tidur, atau lebih tepatnya di bawah tubuh Calvin . Ia belum bisa bergerak, sementara kedua tangannya membuat posisi Amelia seperti di penjara olehnya.

Wanita itu tidak tahu seberapa besar pengaruh kedekatan mereka saat ini, namun Calvin bisa memastikan bahwa sisi terliar dalam dirinya sudah merajai dan mengendalikan pikirannya. Posisi Amelia yang berada tepat di bawah tubuhnya, sementara tangan Calvin memenjara Amelia seakan menandakan bahwa ia tak akan membiarkan wanita itu pergi ke mana-mana. Posisi mereka saat ini benar-benar memberikan peluang bagi sisi terliarnya untuk memulai pergerakan.

“M-maafkan aku,” ucap Amelia cepat sembari mengusap air mata, “a-aku tidak bermaksud untuk memelukmu seperti itu. Hanya saja ..., mimpiku sangat ..., buruk. A-aku benar-benar tidak sengaja.”

Calvin tidak menyahut. Ia hanya mendengarkan apa yang wanita itu ucapkan, sementara matanya menatap mata itu dalam-dalam sebelum berpindah ke bibir Amelia . Calvin bisa merasakan sekuat apa ia menggemeretakkan gigi hanya demi menahan luapan gairah agar tidak meledak saat itu juga.

“Calvin —“

Calvin tidak butuh berpikir lama-lama kali ini karena gairah sudah membutakan matanya. Ia langsung membungkam bibir Amelia dengan bibirnya. Calvin menarik napas dalam-dalam selama sesaat sebelum memangut bibir Amelia untuk memperdalam ciumannya.

Amelia , yang tampaknya sangat terkejut dengan ciuman itu, langsung terbelalak dan refleks meletakkan kedua tangan di depan dada Calvin , berniat mendorong tubuhnya. Namun dengan cepat, Calvin menarik kedua tangan itu ke atas kepala Amelia , lalu menahannya erat dengan cengkeraman kedua tangannya. Sementara, bibirnya terus memburu bibir Amelia seakan hanya itu yang ia butuhkan di dunia ini.

Ciuman Calvin sungguh liar, dalam, dan penuh gairah. Bahkan ia tidak memberikan celah sedikit pun pada wanita itu untuk bernapas, berpikir, atau pun menolaknya. Calvin harus melepaskan seluruh gairah yang ia tahan sejak ..., entah sudah berapa jam lamanya.

Ia bisa merasakan desiran kelegaan yang begitu luar biasa mengalir di sekujur tubuh saat bibirnya berhasil merasakan kelembutan bibir Amelia . Setelah berusaha keras untuk tidak menyentuh Amelia , yang malah membuatnya hampir gila, Calvin akhirnya pasrah akan hasrat gairahnya yang begitu menggebu-gebu.

Calvin mampu merasakan tubuh Amelia yang pasrah akan kuasanya. Tangan Amelia yang berusaha melepaskan diri dari cengkeramannya pun melemah begitu saja. Bibir Amelia lambat laun bergerak membuka dan pasrah, bahkan mulai menyambut permainan bibir serta lidahnya.

Sekarang, Calvin tidak akan berhenti. Gairah benar-benar sudah membutakan matanya. Ia bahkan bertekad untuk tidak akan menghentikan apa yang sudah ia mulai saat ini.

Calvin terus menautkan bibirnya dengan bibir Amelia . Mata Amelia pun mulai terpejam, menikmati ciumannya yang begitu menuntut. Tanpa berusaha memikirkan apakah Amelia akan menolak berhubungan seks dengannya atau tidak, Calvin segera bergerak lihai dan mengatur posisinya agar berada tepat di antara kedua kaki Amelia . Dan betapa girangnya Calvin saat Amelia membuka kakinya dengan mudah dan pasrah.

Mereka berdua begitu tenggelam dalam ciuman yang rakus dan liar. Amelia pun mulai memainkan lidah, lalu menjentikannya di lidah Calvin . Jentikan itu seakan menggoda Calvin agar semakin memperliar ciumannya. Oh, tentu saja dengan senang hati ia menyambut godaan itu.

Calvin mulai menjentikkan lidahnya ke lidah Amelia , kemudian menarik lidah itu dengan katupan bibirnya. Dengan penuh gairah, Calvin mengisap lidah Amelia hingga desahan melesat dari bibir indah wanita itu. Amelia melepaskan isapan lidah dari bibir Calvin , kemudian mengangkat sedikit kepalanya hanya untuk menggapai bibir bawah Calvin .

Amelia menarik dan menggigit bibir bawah Calvin , lalu melepaskannya begitu saja, seolah memancing dan menggoda dirinya agar makin liar. Dengan rakus, Calvin kembali menghujani wanita itu dengan ciuman liar. Sial! Ini baru ciuman, dan Calvin bisa memastikan bahwa dirinya bisa meledak saat ini juga.

Calvin terus mengulum, menarik, menggigit, bahkan menjelajahi setiap sudut bibir Amelia sampai ia merasa puas. Sialnya, Calvin tidak merasa puas sama sekali. Ia tidak ingin tautan bibir mereka terhenti sampai di sini. Namun dengan terpaksa, Calvin melepaskan ciumannya. Bukan untuk menyudahi, tapi hanya sekedar berpindah ke leher Amelia yang mulus dan menggoda.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel