Bab 9 Datangnya Sang Penyelamat
Bab 9 Datangnya Sang Penyelamat
Casvanian meraih botol minuman di depannya. Menenggak langsung minuman itu dari botol. Ada kernyitan tercipta di dahinya, saat cairan alkohol meluncur turun di dalam tenggorokannya. Casvanian meletakkan botol itu di atas meja bar.
Mata pria itu masih terlihat jernih. Meskipun dia telah meneguk minuman keras itu beberapa botol. Awalnya dia merasa aneh dengan rasa minuman di sana. Namun akhirnya dia ketagihan dan tak bisa berhenti. Beberapa botol kosong tergeletak di depannya tanpa daya.
Ketampanan dirinya sudah banyak menarik perhatian para wanita. Kini dengan ketahanan dia dari alkohol semakin membuat kagum orang lain. Sementara Casvanian sendiri terus saja mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan tersebut. Mencari keberadaan Salimar.
"Di mana kamu, gadis nakal?! Waktuku semakin menyempit di sini, tapi kau malah main-main seperti ini," gerutu Casvanian tak suka.
Hingga waktu terus berlalu menjelang pagi. Klub itu sebentar lagi tutup. Sementara para pengunjung mulai pergi meninggalkannya satu persatu. Namun Casvanian masih bertahan duduk di dalam klub.
Mata pria itu terus mengamati para pengunjung klub yang mulai keluar dari pintu di sebelah Utara ruangan itu. Dalam pencahayaan yang kurang terang, mata Casvanian tak berkurang ketajaman. Dia yakin bahwa Salimar ada di dekat sini.
Tamu terakhir telah pergi dari sana. Tinggallah Casvanian sendiri, duduk di depan meja bartender. Memperhatikan pria bartender yang sedang sibuk menata kembali peralatan bersih.
"Tuan, apa kau tak ingin pulang? Kami sebentar lagi tutup," ucap bartender itu sopan pada Casvanian.
Bukannya menjawab, Casvanian justru bertanya hal lain pada pria bartender itu.
"Apa kau pernah melihat seorang gadis berambut panjang dan memiliki kulit putih yang mulus?" Casvanian mencoba menggambarkan ciri-ciri Salimar.
Muncul kernyitan di dahi bartender tersebut. Menatap Casvanian seakan pria itu gila atau mabuk. Menghela napas panjang, bartender itu menuang segelas air putih dan memberikannya pada Casvanian.
"Minumlah. Itu bisa sedikit meringankan mabukmu," ujar bartender itu datar.
Casvanian menerima gelas itu dengan banyak pertanyaan. Namun tak urung diminum juga air putih itu oleh Casvanian. Setelahnya, Casvanian memberikan gelas kosong kembali kepada bartender.
"Terima kasih banyak, tapi kau belum menjawab pertanyaan dariku tadi," kata Casvanian.
Menggeleng pelan, bartender itu menunjuk ke belakang tubuh Casvanian.
"Carilah sendiri. Yang mana yang kau maksud, Tuan," ujar bartender dengan nada mencibir.
Casvanian berpaling ke arah belakang tubuhnya. Dia melihat Beberapa pelayan wanita yang tengah sibuk membereskan setiap sudut klub yang kotor akibat pesta semalam. Menggelengkan kepalanya, Casvanian kembali menoleh ke arah bartender.
"Bukan mereka, tapi Salimar. Apa kau kenal?" Casvanian terus mendesak bartender tersebut.
Bartender itu diam sejenak. Mencoba mengingat sesuatu. Namun tak ada satupun yang muncul di dalam benaknya. Padahal nama itu terasa familiar. Mengangkat kedua bahunya, bartender itu memandang Casvanian menyerah.
"Maafkan aku. Meskipun nama itu terasa tak asing, tapi aku tidak ingat sama sekali tentangnya." Casvanian seketika lesu mendengar jawaban dari bartender itu.
"Hei ... bukan berarti itu harapan terakhir, bukan? Kau masih bisa mencarinya, Bung. Percayalah, siapapun itu ... kau akan menemukannya. Jadi semangat, Bung!" ujar bartender itu menepuk bahu Casvanian. Memberikan semangat untuk pria asing yang menjadi pelanggannya kini.
Casvanian menganguk kecil. Berdiri dari kursinya, dia mengeluarkan beberapa lembar uang dan mengulurkannya kepada bartender itu.
"Aku tidak tahu berapa harga minuman di sini dan berapa banyak yang harus aku bayar. Namun hanya ini yang aku miliki," ucap Casvanian jujur.
Bartender itu tersenyum tipis menerima lembaran uang tersebut.
"Jangan khawatir ... ini cukup untuk membayar semua yang kau minum. Bahkan lebih," sahut bartender itu.
"Ambil saja kembaliannya. Terima kasih banyak," kata Casvanian berjalan pergi dari hadapan bartender.
"Aku yang berterima kasih, Bung. Terimakasih banyak, semoga kau segera menemukan apa yang kau cari!" seru bartender itu ke arah punggung tegap yang menghilang di balik pintu keluar.
Casvanian duduk di bangku taman. Tak jauh dari lokasi klub yang tadi. Memejamkan kedua matanya, pria itu menghirup udara segar di pagi hari ini. Di bawah kerlip bintang timur yang mulai menghilang. Seiring datangnya sang fajar.
"Kemana aku harus mencari Salimar? Aku yakin, dia ada di sekitar sini. Firasatku tak pernah salah," gumam Casvanian pada dirinya sendiri.
Ketika Casvanian tengah merenung. Dia mendengar derap langkah kaki yang berlari ke arahnya. Juga beberapa teriakan. Dengan malas tapi penasaran, Casvanian membuka kedua matanya.
Seketika pria itu terhenyak. Kala melihat dua orang gadis berlari, melintas di depannya dalam keadaan yang berantakan. Di belakang dua gadis itu, segerombolan pria berbaju hitam dan berbadan besar mengejar dengan teriakan-teriakan kasar.
"Berhenti kalian! Dasar jalang!"
"Jangan harap ada ampun untuk kalian berdua! Pelacur!"
Begitulah teriakan yang Casvanian dengar. Juga beberapa umpatan kasar lainnya. Namun bukan itu yang menjadi alasan dirinya segara bangkit berdiri dan dilanda emosi.
Alasan Casvanian murka karena, salah satu dari kedua gadis itu adalah orang yang dia cari selama ini, Salimar. Melihat Salimar yang berlari ketakutan, Casvanian segera menyusul gadis itu.
"Salimar!" Casvanian menarik tangan Salimar.
"Lepaskan! Lepaskan aku! Aku tidak bersalah!" Salimar berontak dalam genggaman tangan Casvanian.
Gadis itu terus saja berteriak minta dilepaskan. Salimar tak menyadari bahwa yang menggenggam tangannya adalah Casvanian. Segera saja Casvanian memeluk tubuh Salimar untuk menenangkan gadis itu.
"Hei, sadarlah! Ini aku, Casvanian. Berhenti berontak," sergah Casvanian lembut.
Salimar seketika berhenti memberontak. Mendongak, dia menatap wajah pria tersebut. Setelah memastikan bahwa itu adalah pria asing yang pernah dia tolong, Salimar menghela napas lega.
Tubuh Salimar segera rileks di dalam dekapan hangat pemuda asing tersebut. Casvanian bisa merasakan hal itu. Untuk sejajar mereka lupa bahwa Salimar tengah dikejar oleh orang jahat. Mereka juga melupakan keberadaan Rosalinda yang menatap keduanya dengan keheranan. Hingga teriakan dari orang-orang itu terdengar lantang dan semakin dekat ke arah mereka bertiga.
"Akhirnya ... kalian berhenti juga. Tangkap mereka!" seru salah seorang dari mereka yang terlihat seperti pemimpinnya.
Mendengar perintah itu, segera saja mereka mengepung Casvanian dan kedua gadis itu. Casvanian melepaskan pelukannya. Menarik Salimar ke belakang tubuhnya. Rosalinda juga berlari ke belakang tubuh pria itu.
Perkelahian diantara mereka tak terhindarkan. Casvanian bertarung melawan tujuh orang pria berbadan besar. Namun pria itu tak terlihat kepayahan. Meskipun dikeroyok oleh tujuh orang sekaligus.
Salimar melihat pertarungan itu dengan ngeri. Dia dan Rosalinda berlari sembunyi di antara tanaman semak. Tak jauh dari tempat perkelahian itu.
Salimar terus berdoa untuk keselamatan Casvanian. Meskipun dia tak suka dengan pria itu, tapi Salimar juga tak ingin melihat Casvanian terluka dalam perkelahian itu.
"Ya Tuhan, selamat pria asing menyebalkan itu, Tuhan. Jangan biarkan dia terluka. Aku tidak ingin menyeret tubuh besarnya lagi, Tuhan." Doa Salimar sembari memejamkan kedua matanya.
Rosalinda yang ada di sampingnya melongo, mendengar doa dari temannya tersebut. Hampir saja dia tertawa, tapi segera dia tahan. Rosalinda juga gemas dan tak percaya, bahwa ternyata pria yang sedang bertarung itu adalah orang yang dikenal oleh Salimar. Setidaknya mereka ada harapan untuk lolos dari kejaran anak buah bos Dony.
Sementara kedua gadis itu tengah sibuk dengan pikiran dan harapan mereka sendiri. Casvanian telah selesai bertarung melawan ketujuh anak buah Dony. Semua lawannya tergeletak tak berdaya di atas jalanan. Sedangkan Casvanian masih berdiri dengan kokohnya di sana.