Bab 6 Katakan YES pada Putriku
Bab 6 Katakan YES pada Putriku
Almera bergidik. Tatapan Samson seperti seorang kriminal, yang hendak melucuti hartanya atau malah kehormatannya.
"Jangan menatap saya seperti itu. Apa kamu sudah berkaca, sebelum menatap saya seperti itu!" ketus Almera.
Ia kembali bergidik saat melihat lengan sang lelaki membawa sebuah galon kosong.
Almera berdecak, apa sebuah galon itu tak bisa ia simpan di luar? Apa dirinya tak malu? Itu akan sangat malu, jika Almera yang membawa-bawa galon itu.
"Maafkan saya," katanya sambil menundukan kepalanya takut melihat tatapan tajam Almera yang meremehkan dirinya.
"Ck, sungguh menyusahkan." Almera melengos, meninggalkan sang lelaki itu dengan ketus.
Ia takkan mau lagi melihat lelaki seperti dia, kulit hitam, mata belo', bibir yang sangat tebal dan hitam itu membuat dirinya bergidik.
Dan lelaki itu memberanikan diri melihat Almera dari belakang.
“Cantik!” desis Samson – lelaki yang hampir ditabrak Almera. “pantasan jutek!”
Samson tahu, perempuan ini sedang kebingungan mencari kendaraan. Bergegas ia menyusul, lalu menyalib perempuan tersebut, hingga Samson berada di depan.
"Astaga, kenapa lelaki itu bisa muncul di depanku," gerutu Almera. Ia segera membenarkan tasnya, melihat kebawah, saat dirinya menuruni tangga kecil area rumah sakit.
"Butuh tumpangan?" tawar Samson tulus.
“Muke gile! Jangan dipikir saya tidak tahu niat jahat kamu, ya! Pergi! Atau aku lapor satpam?” teriak Almera ketus.
***
Tok ... tok ... tok
Arya membuka matanya, menyeritkan kening, siapa yang menganggu tidurnya, apakah suster yang akan memeriksanya? Tapi jadwal pemeriksaan masih beberapa jam lagi.
"Masuk," kata Arya mengabaikan rasa penasaran dalam hatinya. Ia melihat malas orang yang masuk kedalam bangsalnya.
"Selamat pagi, Pak," kata orang itu. Semula pak Arya yang memejamkan matanya langsung saja membolakan matanya kaget.
Menoleh ke arah orang itu, yang menampilkan senyuman yang sangat manis di bibir tebalnya, menurut Arya.
"Samson!" pekik Arya. Ia sangat senang jika Samson menjenguk dirinya di sini.
Buru-buru, Arya menegakkan tubuhnya, meskipun rasanya masih sedikit lemah. Dengan sigap, Samson membantu tubuh pria paruh baya itu bersandar di dinding.
Arya berpikir, jika memang Samson sangatlah baik dan tulus. Ia tergirang melihat sosok itu, meskipun Samson tak membawa apapun untuknya selain lengan kanan yang membawa sebuah galon.
Arya tau pekerjaan Samson yang sebenarnya, ia jelas tau, karena Samson sendiri yang sudah membicarakan itu.
Hanya seorang TUKANG GALON. Dia bukan pemilik depot galon, hanya kurirnya saja. Tapi, entah kenapa hati Arya sangat meyakini bahwa pemuda gagah ini sangatlah baik.
"Sini, Nak," kata Arya melambaikan lengannya. Ia menyambut Samson dengan tulus.
"Bagaimana kabar Bapak?" tanya Samson. Ia mendudukan dirinya kursi di sebelah Arya dengan tenang setelah menyimpan galonnya di pojokan ruangan.
"Saya baik-baik saja karena kamu, Nak," kata Arya menepuk pelan bahu Samson yang tengah tersenyum malu mendengarnya.
"Bukan karena saya, Pak. Saya hanyalah pengantar kebaikan Tuhan," kata Samson cepat. Dia tidak ingin Arya menganggapnya sebagai super hero.
Arya semakin melebarkan senyumnya, mengapa ia baru tahu jika lelaki seperti Samson itu ada, nyata dalam dunia ini.
"Kamu sungguh mulia, Nak," kata Arya. Samson hanya tersenyum, jika kulit Samson putih, pasti rona merah akan menghiasi pipi-pipinya. “Bisa ambilkan tas bapak?”
Samson mengangguk. Dia ambilkan tas berwarna coklat tan di atas nakas kamar rumah sakit ini.
Arya dengan sigap mengambil kertas memo, lalu menuliskan secarik kertas.
BERIKAN LIMA PULUH JUTA pada anak yang membawa memo ini. Lalu, tulisan itu dibubuhi sebuah tanda tangan.
“Berikan ini pada Pak Kori, dia manajer di sana. Di Restoran Kari Prima, tahu kan?”
Samson masih tidak mengerti. Namun, dia tahu, jika restoran itu adalah restoran super terkenal di kota ini dengan menu andalan martabak kari.
“Nanti saya akan kirim foto kamu pada Pak Kori, agar dia yakin, siapa yang membawa,” kata Arya.
Mendengar dirinya disebut, Samson memberanikan diri mengintip memo ini. Dan betapa terkejutnya ia, ketika tahu nominal dalam memo itu.
“Maaf, Pak. Kenapa bapak menuliskan ini? Saya tidak meminta balas apa-apa. Saya hanya berada di situ, lalu menolong Bapak. Sudah kewajiban saya,” Samson menyerahkan lagi memo itu.
Arya terpana. Perasaannya semakin membuncah. Anak ini memang sesuai ekspektasinya.
“Kamu tidak mau, ya?” tanya Arya. “Oh, saya tahu. Kurang, ya? Bapak tulis seratus juta, ya, Nak Samson,”
Arya sengaja menyangatkan kata seratus juta itu. Dan lirik wajah Samson menjadi panik.
“Ma ... maaf, Pak! Tak perlu! Bapak tak perlu membayarnya sepeser pun,” kata lelaki sini seraya menggeleng-gelengkan kedua tangannya.
“Kamu benar-benar anak yang baik. Bapak jarang, lho, menemukan anak sepertimu,”
Samson hanyalah pemuda polos yang tulus dan baik hati. Jika seseorang memuji dirinya, Samson hanya bisa merona mendengarnya.
"Bapak jangan berlebihan, saya hanyalah tukang galon biasa, tanpa ada yang sempurna," kata Samson merendah diri. Ia merendahkan badannya, Arya hanya terkekeh melihat Samson seperti itu.
Badan besarnya tak sesuai dengan reaksi yang di tampilkan Samson. Sungguh berbeda, itu membuat Arya semakin yakin dengan Samson.
"Apakah kamu mau menikahi putri kesayangan saya?"
“A ... apa?”
"Menikahlah dengan putriku. Bagaimana, nak Samson?" tanya Arya penasaran. Ia menatap Samson dengan senyuman yang mengembang, menatap Samson dengan penuh harap.
Samson menghela nafasnya. Ia bingung dengan pernyataan pak Arya yang terbilang sangat cepat dan membuat dirinya bingung.
Bagaimana Samson tak bingung, jika pak Arya, orang yang baru saja ia temui menawarkan putrinya untuk menjadi istri Samson. Sungguh tak masuk akal.
"Bagaimana bisa Bapak memilih saya?" tanya Samson hati-hati. Meskipun dirinya merasa bahagia, karena pak Arya menganggap dirinya, apalagi sampai menikahkan putrinya untuk dirinya.
Tapi tetap saja, Samson merasa ini bukan lah hal baik, ini hanyalah kesalahanpahaman. Samson sedikit mengernyit ke arah dahi Pak Arya. Barangkali di dalam tempurung kepala lelaki tua tampan ini agak sedikit amnesia.
“Kamu ingin tahu jawabannya?” tanya Pak Arya, seraya menaikkan alis.
Samson mengangguk. Dan Pak Arya terkekeh, dengan anggukan yang begitu polos, lugu, sangat kebayian, entah pleonasme apalagi yang bisa dijabarkan. Yang jelas, membuat Pak Arya semakin ingin mengerjai Samson.
“Mau banget atau mau saja?” tanya Pak Arya lagi.
Samson menggaruk-garuk kepalanya. Dia tak menyangka, Pak Arya ternyata sangat milenial.
"Karena saya mau, Nak," kata Arya mantap. Ia mengangguk menelisik Samson, ia sudah jatuh terpesona kepada Samson yang pekerja keras, mungkin akan cocok disandingkan dengan putri cantiknya.
"Apa Bapak se-percaya itu pada saya? Bapak tak takut jika saya adalah orang jahat?" kata Samson. Ia menundukkan kepalanya, tak mau melihat ekspresi kecewa yang di tampilkan Arya di depannya.
"Saya sudah melihat kamu dengan mata dan hati saya, Nak. Saya ingin sekali jika kamu menjadi suami putriku," kata Arya. Ia menepuk pundak Samson dengan pelan, ia tau jika ini terburu-buru, tapi tak ada salahnya, kan?
"Saya tidak bisa, Pak. Maaf," kata Samson penuh penyesalan. Ia tak mau mengambil resiko jika nanti menikahi putri pak Arya. Ia juga tak tahu, jika putri pak Arya menerima perjodohan ini. Ia sungguh merasa tak enak, jika memang itu terjadi.
Jger! Pak Arya melongo, yang jika dilempar pisang goreng, maka masuklah pisang itu ke dalam mulutnya.
What? Aku ditolak pemuda tukang galon? Batin Arya tak percaya